Lima Perguruan Tinggi Bermasalah
ilustrasi |
Riong Medan News - Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) menutup lima perguruan tinggi
swasta (PTS) di Sumatera Utara dalam setahun. Teranyar, sekitar tiga
bulan lalu, tiga PTS ditutup lantaran menabrak peraturan serta tidak ada
aktivitas perkuliahan.
Hasil visitasi tim Kemenristekdikti memutuskan menutup Sekolah Tinggi
Teknik Graha Kirana, Sekolah Tinggi Pelita Bangsa, dan Akademi
Kesehatan Lingkungan Binalita Sudama.
Dua PTS lainnya ditutup pada September 2015, karena tidak punya mahasiswa. Dua PTS tersebut adalah Universitas Preston Indonesia dan Akademi Kebidanan Jaya Wijaya
Koordinator Kopertis Wilayah-1 Sumut Profesor Dian Armanto
mengatakan, tiga kampus yang belakangan ditutup sudah dinonaktifkan
sejak dilansir data 29 PTS yang dinonaktifkan. Namun pada Januari 2016,
lanjutnya, Kopertis memutuskan, dari 29 PTS yang dinonaktifkan, 14
mendapat pembinaan.
"Tidak lama setelah penerbitan daftar PTS yang dapat pembinaan
Kemenristekdikti memutuskan tiga PTS ditutup. Namun, penutupan itu juga
permintaan dari yayasan atau pemilik. Ada berbagai faktor mengapa kampus
tersebut ditutup. Seperti yayasan tak memenuhi undangan berdiskusi
dengan Dikti dan Kopertis," ujarnya kepada Tribun, Kamis (21/7) pagi.
Kopertis dan Dikti mengundang berbagai kampus yang bermasalah
berdiskusi agar pengelolaan kampus lebih bagus. Tujuannya agar peraturan
serta standar PTS dapat dipenuhi pemilik atau yayasan.
"Kami mau diskusi untuk membahas berbagai hal yang harus dilakukan yayasan. Apalagi, tiga kampus itu tidak punya mahasiswa.
Artinya perkuliahan tidak ada dan kampusnya tak ada lagi. Bahkan,
mereka enggak punya dosen. Makanya kami mengirimkan surat untuk ditutup
saja," katanya.
Selain itu, Kopertis Wilayah-1 Sumut juga melakukan pembinaan
terhadap 14 PTS. Tapi, 14 PTS itu bukan kampus abal-abal. Artinya punya
izin pembukaan kampus dan penyelenggaraan program studi.
"Tahun lalu, ada 29 PTS yang dinonaktifkan, kemudian statusnya
berubah 14 dapat pembinaan, tiga ditutup dan sisanya aktif seperti
biasa. Yang dapat pembinaan ini, karena melakukan berbagai pelanggaran
dalam proses perkuliahan," ujarnya.
Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan PTS adalah, tidak punya mahasiswa
dan tidak punya tenaga pengajar (dosen) bergelar pascasarjana.
Seharusnya, setiap program studi minimal punya enam dosen bergelar
pascasarjana, yang keilmuannya linier.
"Beberapa kampus belum memenuhi kriteria itu, sehingga masih kami lakukan pembinaan. Rasio dosen dan mahasiswa belum sesuai. Satu dosen berbanding 30 mahasiswa, dan ada perguruan tinggi yang berlakukan kelas jauh," katanya.
Dian menjelaskan, PTS yang dinonaktifkan, karena membuka kelas jauh, sudah menutup program tersebut. Karena itu, Kopertis merekomendasi untuk diaktifkan kembali. Satu di antaranya Universitas Setia Budi Mandiri.
"Universitas Setia Budi Mandiri, yang sempat dinonaktifkan, karena
membuka kelas jauh, sudah diaktifkan lagi. Mereka sudah mematuhi
peraturan. Seluruh PTS yang dapat pembinaan kami kasih waktu enam bulan
untuk melakukan perbaikan. Tenggat waktu itu sudah berakhir 30 Juni
lalu," ujarnya.
sumber : medan.tribunnews