Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah Catatan Pinggir Riwayat Hidup Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kota Medan Negeri Sepulu Dua Kuta


Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kota Medan

Karo Gaul - Hingga saat ini masih banyak yang belum mengetahui riwayat hidup dan perjalanan seorang figur Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai pendiri Kuta Madaan yang selanjutnya menjadi Kota Medan mulai dari lahir, kawin, mendirikan kampung dan dusun hingga mendirikan negeri sepulu dua kuta yang selanjutnya menjadi Kota Medan saat ini.

Bahkan dari catatan dan buku buku yang ada belum ada yang menulis secara detail perjalanan seorang Thabib atau Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi tersebut dari perkiraan tanggal kelahiran, perkawinan dan jumlah keturunannya.

Untuk itu, penulis mencoba untuk merekontruksi dari catatan dan buku buku serta hikayat dan cerita dari mulut ke mulut serta dokumen Risalah Riwayat Hamparan Perak, penelitian team penyusun sejarah kota Medan yang di pimpin Prof Mahadi dkk 12 Agustus 1972 serta buku sejarah Hari Jadinya Kota Medan 1 Juli 1590 karya Dada Meuraxa 1 Mei 1975 serta wawancara berbagai sumber sejarah.

Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi lahir tahun 1540 di Desa Aji Jahe Tanah Karo yang di dirikan oleh Jalipa dan sekitar tahun 1565 kawin dengan seorang gadis anak Raja Ketusing dan di karuniai anak laki laki bernama Sibenara, selanjutnya lahir si Keluhu, Batu, si Salahan, Paropa, Liang Taneh dan ketujuh anak perempuan yang di kawinkan dengan Raja Tengging.

Selanjutnya Guru Pa Timpus menikah untuk kedua kalinya di Aji Jahe dan mendapat 2 orang anak laki laki yakni si Jenda menjadi Raja di Aji Jahe dan si Gelit. Selanjutnya beliau datang dan menyelesaikan perkara di Batukarang dan menikah ke tiga kalinya dengan gadis beru Bangun dari Desa Batukarang dan mendapat serta dikarunai 1 orang anak laki laki dan di namainya si Aji dan mendirikan kampung Perbaji di lereng Gunung Sinabung dan hingga kini Kuburan dan Geriten istri ketiga Guru Pa Timpus ini masih berdiri dengan kondisi memprihatinkan di desa Perbaji dan di kenal dengan makam Nini Ribu Sirempu Taneh Perbaji dan di Perbaji ini lahir anak kedua laki laki yang di namainya si Raja Kita dan menjadi Raja di Desa Durin Kerajaan di Langkat tahun 1583.

Dengan hikayat ini, Guru Pa Timpus di kenal sebagai pendiri desa Benara, Kuluhu, Batu, Salahan, Parira, Liang Taneh, Perbaji, Durin Kerajaan dan Medan sebagai kuta si sepulu dua kuta yang beliau dirikan atau kampung ke 12 yang dia dirikan. Sedangkan desa Sukapiring di dirikan oleh si Bagelit anak tertua Guru Pa Timpus dan keturunannya menjadi Raja Urung Datuq Sukapiring.

Pada tahun 1585, Guru Pa Timpus tiba di Kota Bangun dan adu kesaktian dengan Datuq Kota Bangun dan kalah bertanding ilmu kesaktian dan selanjutnya memeluk agama Islam dan sebelum hal ini dia lakukan terlebih dahulu pulang kembali ke dataran tinggi Karo untuk permisi dengan keluarga dengan acara persirangen karena masuk Jawi dan tempat persirangen itu hingga kini di namai dengan Desa Peceren.

Sebelum Guru Patimpus Sembiring Pelawi memeluk Agama Islam, dia adalah seorang yang mempunyai kepercayaan Tradisional Karo yang di namakan kepercayaan Pemena. Setelah menjadi Jawi atau memeluk Islam, Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi belajar agama Islam dan ilmu kesaktian selama 3 tahun kepada Datuq Kota Bangun dan selesai pada tahun 1588.

Pada tahun 1589 dengan usia 49 tahun, Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi untuk ke 4 kalinya menikah dengan seorang gadis berusia 17 atau 19 tahun putri Raja Pulo Berayan beru Tarigan dan di karuniai 2 orang anak laki laki yang bernama si Kolok dan si Kecik dan setelah mendapat pendidikan agama, nama mereka berubah menjadi Hafiz Tua yang menjadi ulama dan tidak memiliki keturunan dan Hafiz Muda Sembiring Pelawi yang meneruskan garis keturunan Guru Pa Timpus menjadi Raja Urung Sepulu Dua Kuta. Selanjutnya Datuq Hafiz Muda di gantikan Datuq Muhammad Syah Darat, Datuq Mahmud, Datuq Ali, Datuq Hasim, Datuq Banu Hasyim, Sultan Sri Ahmed, Datuq Adil, Datuq Gombak, Datuq Hafiz Haberham dan Datuq Syariful Azas Haberham dan saat ini Pemangku Raja Urung Sepulu Dua Kuta adalah Duli Paduka Yang Mulia Baginda Dtq Adil Freddy Haberham Sembiring Pelawi SE sebagai generasi keturunan ke 13 cucu Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi.

Setelah pernikahan itu, Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi dan istrinya beru Tarigan putri Raja Pulo Berayan membuka kawasan hutan antara Sungai Deli dan Sungai Babura yang kemudian menjadi Kampung Medan Negeri Sepulu Dua Kuta dan tanggal kejadian tersebut sesuai dengan almanak Karo Wari si telupuluh jatuh pada Nggara 10 Paka 5 Paka Bulung Bulung La Terpan Wari Janggut Janggut Kalak Kati dan Barang Berharga Raja Raja yang menurut perhitungan tahun Masehi jatuh pada tanggal 1 Juli 1590, yang hingga kini diperingati sebagai hari jadi kota Medan.

Medan berasal dari kata "Madaan" yang artinya dalam bahasa Karo adalah sehat ketika orang orang menemuinya untuk berobat karena profesi beliau sebagai Thabib atau Guru dan Dukun besar pada jamannya yang ahli dalam pengobatan dan ahli dalam Niktik Wari dan Mbaba langkah atau ahli dalam membaca nasib seseorang dengan perhitungan hari kelahiran berdasarkan kalender Karo Wari si Telupuluh.

Guru Pa Timpus bertubuh kekar, tinggi, gagah, dan berjiwa patriotik seperti seorang panglima. Profesinya Guru, Thabib atau Dukun besar pada jamannya membuat beliau harus melayani dari kampung ke kampung sambil menyiarkan dakwah Islam dengan prinsip hidup dapat berguna buat sesama dan orang banyak.
Beliau juga seorang Guru, yang dalam bahasa Karo berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, ilmu obat-obatan, ilmu gaib, dan memiliki kesaktian, namun beliau berjiwa penuh Kemanusiaan, Lemah lembut dalam bertutur kata, mempunyai karakteristik yang simpatik, berwibawa, berjiwa besar dan pemberani.

Dari catatan sejarah dan hikayat rakyat. Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi wafat di Desa Lama di Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang dalam misi pengobatan dan dakwah dan kuburannya di temukan pada bulan Juli 2010. Keberadaan makam ini kurang menarik perhatian, karena berada di tempat yang biasa-biasa saja. Padahal itu adalah Makam sang "founding father"- Pendiri Kota Medan yang kini menjadi Rumah Besar kita semua.

Oleh : Roy Fachraby Ginting SH M.Kn