Musa, Hafidz Cilik Penghafal 30 Juz " Juara III Dunia "
Karogaul.com - Pada lomba itu Musa diminta untuk menuntaskan 6 soal. Seluruh soal berhasil dilalui Musa dengan tenang, tanpa salah maupun lupa. Lancarnya bacaan dan ketenangan Musa dalam membawakan ayat-ayat Alquran yang ditanyakan membuat Ketua Dewan Juri Sheikh Helmy Gamal, Wakil Ketua Persatuan Quran Mesir, dan sejumlah hadirin meneteskan air mata.
Menteri Wakaf Mesir Prof DR Mohamed Mochtar Gomaa menyampaikan
takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa
Arab, tapi menghafal Alquran dengan sempurna.
Sementara itu, penghafal Alquran cilik berumur tujuh tahun asal
Bangka Barat, Bangka Belitung, ini juga membuat Presiden Jokowi Bangga.
”Kita bangga dengan prestasi Musa La Ode Abu Hanafi, hafidz 7 tahun di
Musabaqah Hifzil Quran Internasional di Mesir,” tulis Jokowi dalam akun
twitternya, Minggu (17/4).
Musa mengikuti lomba cabang Hifz Alquran 30 juz untuk golongan
anak-anak. Ia menjadi daya tarik tersendiri dalam perlombaan tersebut
lantaran merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba.
Peserta lainnya berusia di atas 10 tahun.
Jawa Pos (Radar Cirebon Group) pernah menurunkan tulisan soal musa. Tingkah Musa memang tidak
berbeda dengan layaknya anak seusianya. Suka bermanja-manja dan
kadang-kadang rewel. Sepintas orang tak akan menyangka dia menghafal 30
juz Alquran.
Minat Musa terhadap Alquran sudah tampak sejak dirinya belum genap
berusia dua tahun. ”Setiap kali saya perdengarkan kaset murottal
(pembacaan) Alquran anak, dia senang dan sangat antusias menirukan,”
ungkap La Ode Abu Hanafi, ayah Musa. Melihat kondisi tersebut, Hanafi
pun makin sering memperdengarkan kaset murottal kepada Musa.
Tidak lama setelah ulang tahun kedua Musa, Hanafi memulai bimbingan
Alquran untuk anaknya itu. Karena Musa belum bisa membaca Alquran,
Hanafi membimbingnya dengan metode talqin atau membacakan hafalan. Musa
diminta menirukan pelafalan sang ayah. Mengingat usia sang anak, Hanafi
mengajarinya dengan perlahan. Satu sesi belajar hanya berlangsung lima
sampai sepuluh menit.
Bukan hal mudah mengajarkan Alquran kepada bocah yang ketika itu
berusia dua tahun. Proses Musa untuk menjadi hafiz, beber Hanafi, tidak
seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Bagian pertama yang diajarkan
kepada Musa adalah surat terakhir Alquran, yakni An Naas.
”Saya ajarkan qul saja, butuh dua sampai tiga hari dia ikuti,”
kenangnya. Kemudian, menyambungkan kata qul dengan a’udzu juga butuh
waktu. Durasi Musa untuk menghafal Qul a’udzu birobbinnaas (ayat pertama
surat An Naas yang berarti Katakanlah, aku berlindung dari Tuhan
manusia) butuh setidaknya satu pekan.
Kemudian, saat berhasil menghafal ayat kedua, Musa lupa bagaimana
bunyi ayat pertamanya sehingga hafalan harus diulang dari awal. ”Jadi,
surat An Naas itu mungkin bisa ratusan kali diulang sama saya,”
ungkapnya. Metode talqin tersebut hanya dilakukan selama dua tahun dan
menghasilkan hafalan dua juz ”saja”, yakni juz 30 dan 29. Hanafi
mengajari Musa menghafal dari belakang, yakni dari juz 30 hingga 18.
Kemudian, dia melanjutkan pelajaran menghafal dari juz 1.
Di usianya yang keempat tahun, Musa sudah bisa membaca Alquran
sehingga proses hafalan menjadi lebih ringan daripada sebelumnya. Karena
sudah bisa membaca Alquran, Musa mulai bisa belajar mandiri. Setiap
hari Musa mampu menghafal 2,5 sampai 5 halaman Alquran dan
diperdengarkan di depan Hanafi.
Dalam bimbingan Hanafi, Musa bisa menghabiskan waktu enam sampai
delapan jam untuk menghafal Alquran. Hanafi memang seorang guru mengaji.
Hanafi juga menghidupi keluarganya lewat kebun karet miliknya dan usaha
dagangnya.
Lazimnya seorang bocah, waktu bermain juga menjadi kebutuhan yang tak
bisa diabaikan. Untuk itu, setiap empat hari Hanafi meliburkan
pelajaran menghafal Alquran dan memberi Musa kesempatan bermain
seharian.
“Musa main mobil, kereta, sama bola sampai kotor,” ucap Musa saat
ditanya mainan kesukaannya sembari bergelayut manja di pangkuan sang
ayah. Sempat pula Musa menangis karena lelah. Namun, setelah diberi
mainan, tangisnya mereda.
Hanafi menuturkan, putranya bisa jadi apa saja suatu saat kelak. Bisa
dokter, ulama, tentara, atau profesi lainnya. Namun, Hanafi memang
punya target agar Musa menjadi hafiz dahulu. “Agar dia bisa bermanfaat
untuk (agama) Islam dan umat Islam,” tutur suami Yulianti itu.
Musa tampak tidak terbebani gelar hafiz yang disematkan kepada
dirinya. Sebagaimana layaknya bocah, dia sangat senang manakala disodori
mainan. Musa juga sudah punya cita-cita yang ingin diraihnya. “Ingin
jadi pilot,” ucap Musa lugas.
Hanafi mengakui bahwa dirinya dan istrinya bukanlah hafiz. Dia juga
awalnya tidak yakin anaknya mampu. Namun, setelah merenung, dia dan sang
istri memantapkan niat untuk menjadikan Musa seorang hafiz.