Kerajaan Haru (Karo), Penguasa Maritim yang Terlupakan

Karo Gaul - Mungkin tidak banyak orang mengenal
Kerajaan Aru (Karo); nama kerajaan ini sedikit asing di telinga kita. Berbagai
alasan mulai bermunculan kenapa nama kerajaan tersebut seolah-olah hilang dari
pendengaran kita. Padahal sejarah mencatat bahwa Kerajaan Aru (Karo) pernah
berkuasa di Sumatra antara abad ke-13 sampai ke 15 M.
Kebesaran Kerajaan Aru (Karo) mungkin tidak
sebesar kerajaan Seriwijaya dan Majapahit, namun yang jelas Nagarakretagama
menyebutkan bahwa Kerajaan “Haru” telah tunduk kepada Kerajaan Majapahit.
Istilah “tunduk kepada Majapahit” di sini bisa bermakna bahwa Kerajaan Aru (Karo) pernah
menjadi sebuah kerajaan yang merdeka. Suma Oriental menyebutkan bahwa kerajaan ini
merupakan “Penguasa Terbesar di Sumatra” yang memiliki wilayah kekuasaan luas
dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing.
Dalam laporannya, Tome Pires juga mendeskripsikan
akan kehebatan armada kapal laut Kerajaan Aru (Karo) yang mampu melakukan
pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka masa itu. Dalam
Sulalatus Salatin HAru (Karo) disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya
dengan Malaka dan Pasai. Berikut uraian Nagarakretagama yang menguraikan tetang
adanya kerajaan Aru (Karo) yang telah tunduk kepada Majapahit;
“Kemudian akan diperinci demi pulau negara
bawahan, paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya. Pun ikut
juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane
Kampe, HAru (Karo) serta Mandailing, Tamihang, negara perlak dan padang Lawas
dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama
negara-negara Melayu yang telah tunduk. Negara-negara di pulau Tanjungnegara :
Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut
tersebut. Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune,
Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga
Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura”.
Sekarang ini, nama Kerajaan Aru (Karo) seolah-olah
hilang. Dan berita tentang kerajaan ini sangat minim terdengar, kalah pamor
dengan kerajaan-kerajaan lain yang pernah jaya di Nusantara. Seperti Kerajaan
Majapahit, Singasari, Mataram, Pasai, Pajajaran, Sriwijaya, dan lain-lain.
Seperti halnya kerajaan-kerajaan Nusantara yang
lainnya, pusat Kerajaan Aru (Karo) ternyata berpindah-pindah. Berdasarkan
sejumlah literatur, pusat Kerajaan Aru (Karo) dinyatakan berpindah-pindah.
Sebagian sumber menyebut pusat kerajaan ini berada di Telok Aru (Karo) di kaki
Gunung Seulawah, Aceh Barat. Kemudian berpindah ke Lingga, BAru (Karo)mun, dan
bahkan di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang.
Namun
berdasarkan hasil penemuan arkeologi dapat disimpulkan bahwa pusat Kerajaan Aru
(Karo) berada di Kota Rentang (Hamparan Perak) di Kabupaten Deli Serdang dari
abad ke-13 hingga 14 Masehi. Sebelum akhirnya pindah ke Deli Tua dari
abad 14 hingga 16 M akibat serangan dari Aceh.
Kronik Sejarah Dinasti Yuan menyebutkan bahwa
Kubilai Khan pernah meminta kepada penguasa Kerajaan Aru (Karo) untuk tunduk
kepada Cina. Menanggapi pernyataan Kubilai Khan, penguasa Aru (Karo) akhirnya
berusaha menjalin kerjasama diplomatik dengan Cina. Kerjasama ini ditandai
dengan pengiriman utusan ke Cina sebagai sebuah tanda bahwa Kerajaan Aru (Karo)
bersahabat dengan Cina. Kemudian pada zaman Majapahit sedang berkuasa di Jawa,
Kerajaan Aru (Karo) disebut dalam Nagarakretagama berada di bahwa kekuasaan
Majapahit (pada abad ke-14).
Sejarawan dari Universitas Sumatera Utara, Tuanku Luckman Sinar,
mengatakan, bahwa pada berikutnya, yakni abad ke-15 M,
Kerajaan Aru (Karo) merupakan kerajaan terbesar di Sumatra dan memiliki
kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Dengan
begitu, dapat disebutkan bahwa pada abad ke-15 kekuasaan Majapahit tengah melemah
dan Kerajaan Aru (Karo) berhasil melepaskan diri kekuasaan Majapahit.
Kata-kata “Aru (Karo) yang Bermusuhan” dalam
Pararaton menerangkan kemungkinan hubungannya keberadaan Kerajaan Aru (Karo)
dengan ekpedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kertanegara pada 1292 M. Seorang
kebangsaan Persia menyebutkan bahwa Aru (Karo) pada 1310 M berhasil bangkit
kembali menjadi kerajaan yang makmur (mungkin merdeka, bukan di bawah kerajaan
lain).
Kondisi ini ada hubungannya dengan yang terjadi di
Jawa, yaitu runtuhnya Kerajaan Singasari dan mulai munculnya Kerajaan
Majapahit; dan pada awalnya Kerajaan Majapahit belum melakukan ekspansi kepada
Kerajaan Aru (Karo). Sedangkan pada 1365 M disebutkan bahwa Kerajaan Aru (Karo)
ditaklukkan oleh Majapahit. Pendapat yang menyebutkan tentang Kerajaan Aru
(Karo) pada 1365 M sebagai bagian dari taklukan Kerajaan Majapahit, tercatat
dalam Nagarakretagama.
Kita mengetahui bahwa pada abad ke-13 Islam sudah
masuk ke Nusantara, bahkan menurut Sulalatu Salatin Aru (Karo) lebih dulu dimasuki
Islam daripada Pasai, hal ini diperkuat oleh keterangan Tome Pires.
Berdasarkan sumber Dinasti Ming disebutkan bahwa
“Su-lu-tang Husin” mengirim utusan ke Cina dengan membawa berbagai barang
sebagai bukti persahabatan tahun 1411 M. Setelah itu Cina mengirim utusan
Laksamana Cheng Ho untuk mengunjungi Kerajaan Aru (Karo), pada saat itu Aru
(Karo) sudah tidak lagi mengirim hadiah ke Cina. Dalam tulisannya Tome Pires
diceritakan tentang adanya persaingan antara Kerajaan Aru (Karo) dengan
Kesultanan Malaka untuk memperebutkan dominasi di Selat Malaka. Catatan
Ma Huan tahun 1416 M menyebutkan bahwa raja Aru (Karo) sudah memeluk agama
islam.
Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa adat istiadat
yang berkembang di Kerajaan Aru (Karo) tidak jauh berbeda dengan yang ada di
Malaka, Sumatra, dan Jawa. Mata pencarian penduduknya adalah nelayan, bertani,
dan beternak. Apabila pergi ke hutan mereka membawa panah beracun untuk
perlindungan diri. Wanita dan laki-laki menutupi sebagian tubuh mereka dengan
kain, sementara bagian atas terbuka. Hasil-hasil bumi dibarter dengan
barang-barang dari pedagang asing seperti keramik, kain sutra, manik-manik dan
lain-lain (Groeneveldt, 1960: 94-96).
Sumber Rujukan:
Azhari , Ichwan. “Haru, Kerajaan Besar Melayu Yang
Dilupakan”. [Online]. Terdapat di.
http://pussisunimed.wordpress.com/2010/06/19/hAru-kerajaan-besar-melayu-yang-dilupakan/
Juraidi . 2008. “Menelusuri Jejak Kerajaan Aru ”.
[Online]. Terdapat di.
http://entertainment.kompas.com/read/2008/08/23/14084531/menelusuri.jejak.kerajaan.Aru
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Aru