Mengapa Gereja Batak Karo Protestan?
Oleh:
Brandy Karo Sekali
Saya
pribadi sebenarnya malas membicarakan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP),
apalagi membahas tentang sejarah asal-usulnya namanya. Namun berkaitan dengan
gerakan Karo Bukan Batak (KBB), dimana sangat banyak sekali orang-orang yang
belum mengerti tentang apa sebenarnya tujuan gerakan ini, meski sudah ratusan
kali dipublikasikan. Namun masih saja ada segelintir orang yang mempertanyakan
tentang keberadaan gerakan ini, serta kerap pula dipersinggungkan dengan nama
GBKP.
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka pada kesempatan kali ini saya ingin mencoba menulis
secara singkat tentang sejarah GBKP seperti yang saya ketahui, dimana pada
awalnya nama GBKP sebenarnya tidak memiliki embel-embel Batak, tapi hanya
tertulis sebagai Protestantse Kerk (Gereja Karo Protestan).
Nama
Batak pada gereja Karo baru ada semenjak tahun 1941, sebelumnya gereja tersebut
bernama Karo Protestantse Kerk (Gereja Karo Protestan) atau gereja tanpa
embel-embel nama Batak. Penamaan Batak pada Gereja Karo bermula ketika Prof.
Dr. H. Kraemer mulai meninjau tempat-tempat zending di daerah Karo pada tahun
1939 sekaligus mengusulkan agar dalam waktu sesingkat-singkatnya Jemaat Karo
dipersiapkan berdiri sendiri. Dalam rangka kemandirian ini, tenaga-tenaga
pribumi disekolahkan untuk menjadi pendeta. Selain itu, ditunjuk
majelis-majelis Jemaat yang sudah mampu. Pada tahun 1940, dua Guru Injil P.
Sitepu dan Th. Sibero dikirim ke sekolah pendeta di seminari HKBP, Sipoholon.
Pada 23
Juli 1941, dimana bertepatan dengan selesainya studi Guru Injil yang
disekolahkan di Seminari Sipoholon (Tarutung). Pada pertengahan sidang Sinode
Pertama ditetapkanlah nama Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Sibolangit.
Pada saat yang sama, ada penahbisan dua orang pendeta pertama dari suku Karo,
yaitu Pdt. Palem Sitepu dan Pdt. Thomas Sibero. Pada sinode pertama ini juga,
Tata Gereja GBKP yang pertama dan ketua Moderamen GBKP, Pdt. J. van Muylwijk
ditetapkan. Sekretaris Moderamen adalah Guru Lucius Tambun (periode 1941-1943
). Pdt. P. Sitepu ditempatkan di Tiga Nderket, sebagai wakil ketua Klasis untuk
daerah Karo Gugung (Dataran Tinggi) serta Pdt. Th. Sibero di Peria-ria, sebagai
Wakil Ketua Klasis daerah Karo Jahe.
Dari
kronologis diatas, maka jelaslah bahwa ada keterkaitanya antara keberadaan Guru
Injil yang disekolahkan ke seminari HBKP, di Spoholon (Tarutung) dengan
penamaan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dikemudian hari (Bertepatan dengan
Sidang Sinode Pertama GBKP). Saya yakin tanpa keterkaitan antara Guru Injil
tersebut, maka nama GBKP akan tetap seperti semula, yaitu Gereja Karo Protestan
(GKP).
Demikianlah
sekilas yang saya ketahui tentang sejarah GBKP, secara pribadi saya memohon
agar masukan-masukan dari semua teman-teman demi kesempurnaan tulisan diatas.
Bujur ras Mejuah-juah
Beberapa
tanggapan terkait tulisan “Mengapa Gereja Batak Karo Protestan?” di Facebook:
Juara R
Ginting
Dari
kutipan di atas: “…. Tata Gereja GBKP yang pertama dan ketua Moderamen GBKP,
Pdt. J. van Muylwijk ditetapkan …” Pendeta ini memang berasal dari Belanda,
tapi dia bukan bekerja untuk Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) yang
mengawali missi ke Karo, tapi melainkan, dia bekerja untuk Rheinische Missions
Gesellschaft (RMG) dari Jerman. Saat itu dia bertugas untuk HKBP di Simalungun.
Saat Sidang Sinode yang pertama itu dilangsungkan, Belanda sudah dikuasai
sepenuhnya oleh Jerman dalam Perang Dunia II. NZG porak poranda saat itu dan
tidak bisa lagi membiayai missi ke Karo. Tentu saja menjadi pertanyaan besar
mengapa atau kepentingan siapa nama gereja ini diubah menjadi ada kata Bataknya
dari sebelumnya tidak ada? Pertanyaan berikutnya, meski tulisan-tulisan Belanda
sering menyebut Karo Batak untuk suku ini mengapa nama gerejanya disebut tanpa
ada kata Bataknya? Ada apa dengan atau tanpa kata Batak? Ada SESUATU KALI,
bukan?
Batal Suka · 6 · Hapus · Jumat pukul 20:15
Batal Suka · 6 · Hapus · Jumat pukul 20:15
Juara R
Ginting
Dengan
kata lain, Karo Bukan Batak dan Karo Adalah Batak bukan persoalan baru,
teman-teman. Sudah sejak jaman kolonial ini menjadi PERSOALAN.
Batal
Suka · 3 · Hapus · Jumat pukul 20:17
Steven
Amor Tarigan
GBKP
Calvinis
HKBP
Lutheran
Disunting
· Batal Suka · 2 · Hapus · Jumat pukul 20:19
Juara R
Ginting
Hanya
peristiwa G30S 1965 dan rezim Orde Baru yang mampu membungkam orang-orang Karo
untuk mengganas terhadap ketidakadilan. Kalau ada yang bilang mengapa tidak
dipersoalkan dari dulu-dulu, terlihat bahwa sejak 1965 itulah orang-orang Karo
takut mempersoalkan KBB. Baru sejak Reformasi pula kita-kita ini tidak takut
lagi. Atau, masih banyak yang ATUT?
Disunting
· Batal Suka · 2 · Hapus · Jumat pukul 20:20
Brandy
Karo Sekali
Sangat
menarik sekali tambahan informasi yang kam sampaikan bang @Juara. Sebelumnya saya
pribadi tidak mengetahui bahwa Pdt. J. van Muylwijk sebenarnya adalah orang
Rheinische Missions Gesellschaft (RMG). Lalu kembali akan muncul pertanyaan
kenapa hingga saat ini orang GBKP masih mengakui bahwa sistem teologisnya
beraliran Calvinis, sementara Modramen yang pertama sendiri dalam hal ini Pdt.
J. van Muylwijk adalah orang Lutheran?
Suka ·
1 · Sunting · Jumat pukul 20:22
Sas
Lingga
Sinode
1941 itu ,Ada sisi lain saya kira selain yg kam sampaikan brandy @ perubahan GKP
menjadi GBKP agar org batak yg ada di karo bisa ikut ke gereja bersama sama
jadi seolah menjadi gereja suku batak dan suku karo,,
Batal
Suka · 3 · Hapus · Jumat pukul 20:27
Juara R
Ginting
Apakah
pertanyaan bahwa GBKP beraliran Calivinis atau Lutheran pernah dipersoalkan di
GBKP secara resmi kecuali hanya gerutu-gerutu para pendeta yang sudah
bermacam-macam aliran? Jemaat kurang peduli soal aliran ini tapi di kalangan
pendeta ini sering menjadi bahan perdebatan, tapi tak pernah sampai ke
permukaan apalagi ke sidang sinode.
Batal
Suka · 2 · Hapus · Jumat pukul 20:28