Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ng. Sembiring, Seniman Revolusioner di Tahun 1960-an


Karo Gaul - Amrus Natalsya bersama sejumlah mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta mendirikan Sanggar Bumi Tarung pada pertengahan 1961. Selain Amrus juga ada Djoko Pekik, Ng Sembiring, Isa Hasanda, Misbach Tamrin, Kuslan Budiman, Sutopo, Adrianus Gumelar, Sabri Djamal, Suharjiyo Pujanadi, Harmani, dan Haryatno.

Bumi Tarung menolak aliran abstrak dalam seni rupa dan memilih mengusung aliran realisme revolusioner.

Keberadaan Bumi Tarung sempat memicu polemik. Apalagi sejumlah karyanya yang keras dan radikal. Maklum, karya mereka memang sarat "pertarungan" petani dan buruh yang melawan penindas.

Yang paling mencolok adalah lukisan cukil kayu Bojolali karya Kusmulyo. Di sana digambarkan sejumlah petani membawa dan mengacungkan celurit melawan "tujuh setan desa"--istilah yang dipakai Barisan Tani Indonesia untuk menyebut tujuh musuh petani.

Pada tahun 1962, Amrus pernah membuat karya berjudul Peristiwa Djengkol yang menggambarkan kisruh antara Perusahaan Gula Ngadiredjo dan petani pada November 1961. Suhardjija Pudjanadi pada tahun 1964 membuat cukilan kayu berjudul Tuntutan Kaum Tani. Selain itu, dalam kurun waktu 1963-1964, Bumi Tarung aktif dalam perdebatan wacana untuk mendukung ajaran-ajaran Bung Karno.

Pada Agustus 1965, Sanggar Bumi Tarung mendapat undangan dari Panitia Negara dalam persiapan menyambut 17 Agustus. Setibanya di Jakarta mereka mempersiapkan poster-poster di sanggar Kartini dan membantu penyelesaian poster atau spanduk di kantor Lekra (Lembaga Kebudayaan rakyat) di Cidurian. Mereka di sana juga bertemu Pramoedya Ananta Toer dan Nyoto.

Tanggal 28 September 1965, sehari sebelum kepulangan ke Yogyakarta, mereka mendengarkan pidato Bung Karno di Istora Gelora dalam rangka peringatan Hari Tani. Ternyata itulah waktu terakhir kalinya mendengar pidato Bung Karno secara langsung.

Tak banyak tulisan yang didapatkan tentang Ng Sembiring. Tertutup setelah peristiwa kelam Gestok 1965.

Ada yang menuliskan Ng. Sembiring pernah memenangkan hadiah sastra dan seni Harian Rakjat tahun 1964, dan disanjung sebagai seniman yang paling produktif karena memamerkan beberapa cukilan kayu dengan tema-tema revolusioner. (Harian Rakjat Minggu, 23 Agustus 1964).
Berikut beberapa hasil karya Ng Sembiring

Refresnsi :
Karosiadi.com