Barus, Kota Kuno Nusantara Tempat Raja Fir’aun Impor Pengawet Mumi
Karo Gaul - Barus sebuah kawasan yang terletak di Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara merupakan kota kuno yang terkenal di Asia. Di
Barus terdapat sebuah kerajaan tua, bernama Kerajaan Lobu Tua (Bandar Niaga
Yang termansyur) pernah berdiri. Kerajaan ini diperkirakan sudah ada sejak 3000
tahun sebelum Masehi.
Lobu Tua, yang terletak di Kecamatan Andam Dewi ini pernah diteliti oleh peneliti Perancis dalam ekspedisi Ecole francaise d’Ectreme-Orient pada tahun 1995. Berbagai sumber memperkirakan lebih jauh dari itu, sekitar 5000 tahun sebelum Nabi Isa lahir.
Perkiraan terakhir ini, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mumi Fir’aun Mesir kuno. Dimana salah satu bahan pengawetnya menggunakan kapur barus atau kamper. Konon komoditas penghasil kapur barus terbaik di dunia hanya ditemukan di sekitar Barus.
Sementara, sejarawan di era kemerdekaan, Profesor Muhamad Yamin memperkirakan perdagangan rempah-rempah, diantaranya kemenyan dan kamper sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.
Sedangkan seorang pengembara Yunani, Claudius Ptolomeus menyebutkan, selain pedagang Yunani, pedagang Venesia, India, Arab, dan juga Tiongkok lalu lalang ke Barus untuk mendapatkan rempah-rempah. Berdasarkan arsip tua India, Kathasaritsagara, sekitar tahun 600 M mencatat perjalanan seorang Brahmana mencari anaknya hingga ke Barus.
Brahmana itu mengunjungi Keladvipa (pulau kelapa diduga Sumatera) dengan rute Ketaha (Kedah-Malaysia), menyusuri pantai Barat hingga ke pulau kapur yang dalam sansekerta disebut Karpurasuvarnadvipa (Barus).
Sebenarnya, usaha untuk memecahkan rahasia sejarah Barus sudah dilakukan sejak hampir satu setengah abad yang lalu. Khususnya dalam bidang epigrafi dan pembahasan sumber-sumber tertulis. Namun, penelitian yang mendalam di lapangan baru mulai dilakukan pada akhir tahun 1980-an atas usaha Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Baru pada tahun 1995, berkat persetujuan Prof. Dr. Hasan M. Ambary, yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala lembaga tersebut, diluncurkan bersama École française d’Extrême-Orient yakni sebuah program penelitian arkeologi di barus. Objek penelitian difokuskan di Lobu Tua.
Dimana di tempat tersebut pernah ditemukan banyak benda kuno seperti perhiasan dan mata uang dari emas dan perak, prasasti-prasati dan fragmen arca. Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal diseluruh Asia sejak sekurang-kurangnya abad ke-6 M. Berkat hasil hutannya. Teruma kamper (kapur barus) dan kemenyan serta emas. Kamper dan kemenyan menjadi satu-satunya komoditas unggulan dan diekspor ke berbagai belahan dunia.
Pada sekitar tahun 627-643 atau tahun pertama Hijriah kelompok pedagang Arab memasuki pelabuhan atau bandar Barus. Diantara mereka tercatat nama Wahab bin Qabishah yang mendarat di Pulau Mursala pada 627 M. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin bernama Syekh Ismail yang singgah di Barus sekitar tahun 634 M. Sejak itu, bangsa Arab yang beragama Islam mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya Silsilatus Tawarikh.
Berikutnya Dinasty Syailendra dari Champa (Muangthai) menaklukkan empirium Barus sekitar 850 M dan menamakan koloni itu sebagai Kalasapura. Setelah penaklukan itu, di kota pelabuhan Barus berdiri koloni yang terdiri dari berbagai bangsa terpisah dari penduduk asli. Seabad setelah itu, bangsa Eropa menemukan Barus.
SUMBER: http://nusantaranews.co/barus-kota-k...pengawet-mumi/
Lobu Tua, yang terletak di Kecamatan Andam Dewi ini pernah diteliti oleh peneliti Perancis dalam ekspedisi Ecole francaise d’Ectreme-Orient pada tahun 1995. Berbagai sumber memperkirakan lebih jauh dari itu, sekitar 5000 tahun sebelum Nabi Isa lahir.
Perkiraan terakhir ini, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mumi Fir’aun Mesir kuno. Dimana salah satu bahan pengawetnya menggunakan kapur barus atau kamper. Konon komoditas penghasil kapur barus terbaik di dunia hanya ditemukan di sekitar Barus.
Sementara, sejarawan di era kemerdekaan, Profesor Muhamad Yamin memperkirakan perdagangan rempah-rempah, diantaranya kemenyan dan kamper sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.
Sedangkan seorang pengembara Yunani, Claudius Ptolomeus menyebutkan, selain pedagang Yunani, pedagang Venesia, India, Arab, dan juga Tiongkok lalu lalang ke Barus untuk mendapatkan rempah-rempah. Berdasarkan arsip tua India, Kathasaritsagara, sekitar tahun 600 M mencatat perjalanan seorang Brahmana mencari anaknya hingga ke Barus.
Brahmana itu mengunjungi Keladvipa (pulau kelapa diduga Sumatera) dengan rute Ketaha (Kedah-Malaysia), menyusuri pantai Barat hingga ke pulau kapur yang dalam sansekerta disebut Karpurasuvarnadvipa (Barus).
Sebenarnya, usaha untuk memecahkan rahasia sejarah Barus sudah dilakukan sejak hampir satu setengah abad yang lalu. Khususnya dalam bidang epigrafi dan pembahasan sumber-sumber tertulis. Namun, penelitian yang mendalam di lapangan baru mulai dilakukan pada akhir tahun 1980-an atas usaha Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Baru pada tahun 1995, berkat persetujuan Prof. Dr. Hasan M. Ambary, yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala lembaga tersebut, diluncurkan bersama École française d’Extrême-Orient yakni sebuah program penelitian arkeologi di barus. Objek penelitian difokuskan di Lobu Tua.
Dimana di tempat tersebut pernah ditemukan banyak benda kuno seperti perhiasan dan mata uang dari emas dan perak, prasasti-prasati dan fragmen arca. Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal diseluruh Asia sejak sekurang-kurangnya abad ke-6 M. Berkat hasil hutannya. Teruma kamper (kapur barus) dan kemenyan serta emas. Kamper dan kemenyan menjadi satu-satunya komoditas unggulan dan diekspor ke berbagai belahan dunia.
Pada sekitar tahun 627-643 atau tahun pertama Hijriah kelompok pedagang Arab memasuki pelabuhan atau bandar Barus. Diantara mereka tercatat nama Wahab bin Qabishah yang mendarat di Pulau Mursala pada 627 M. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin bernama Syekh Ismail yang singgah di Barus sekitar tahun 634 M. Sejak itu, bangsa Arab yang beragama Islam mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya Silsilatus Tawarikh.
Berikutnya Dinasty Syailendra dari Champa (Muangthai) menaklukkan empirium Barus sekitar 850 M dan menamakan koloni itu sebagai Kalasapura. Setelah penaklukan itu, di kota pelabuhan Barus berdiri koloni yang terdiri dari berbagai bangsa terpisah dari penduduk asli. Seabad setelah itu, bangsa Eropa menemukan Barus.
SUMBER: http://nusantaranews.co/barus-kota-k...pengawet-mumi/