Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Dikatakan ku Sunggal Bila Kawin Semerga?

Foto :@another.part

Memang ada dikatakan kalau kawin semerga pergi ke Sunggal. Tapi, apakah ini hanya perkataan (ungkapan) atau ada realitas prakteknya? Dikatakan juga kalau kawin semerga akan diusir dari kampung. Benarkah?

Setelah menemukan di beberapa kampung Karo Gugung adanya kasus ngempoi turang (sada merga), saya tanyakan pada ayah apakah dia juga pernah menemukan kasus serupa di masa masih tinggal di Gugung. "Kutanta ah pe lit sada Ginting ras Ginting, enterem pe anakna," kata ayah dan kemudian menjelaskan tak ada alasan untuk mengusirnya dari kampung.

Demikian saya mengkritik buku yang berisikan kumpulan tulisan-tulisan W. Middendorp yang diedit oleh H. Slaats dan K. Portier. Kedua editor ini mengatakan Middendorp pasti membuat kesilapan ketika mencatat sepasang keluarga di Lingga yang suami dan istri sama-sama Sinulingga. Lalu mereka menguraikan panjang lebar tidak bisa kawin semarga di Karo. Kalau terjadi mereka diusir dari kampung. Mereka juga bercerita tentang Sunggal dan mengkaitkannya dengan Sunggal beragama Islam.

Kritik saya saat itu dengan pertanyaan, apakah kalian sudah pernah menemukan kasus yang diuisir dari kampung atau catatan Belanda atau orang Karo yang menjadi saksi mata kejadiannya? Ula kari ernina-nina terus sada pe la labo lit saksina, kataku. Saya menjelaskan sebagai saksi mata dari beberapa kasus kawin erturang tidak diusir dari kampung.

Kalau kita baca artikel Rita S. Kipp "Rice Ritual Now and Then" kita jumpai lagi inkonsistensi soal ini. Dia menggambarkan Ndilo Wari Udan diawali dengan menyiram pasangan kawin turang dengan air (cocoi) dan menuduhnya penyebab kemarau panjang. Ini bukti ada pasangan kawin turang di kampung (Payung) dan malahan dibutuhkan. Di artikelnya yang lain dia juga mengatakan seperti yang lain kawin turang diusir dari kampung. Tentu tidak ada yang disiram untuk Ndilo Wari Udan kalau semua diusir.

Saya sudah temukan mengapa dikatakan ke Sunggal bila kawin erturang, tapi perkataan ini relevan karena posisi sosio-geografis Sunggal di dalam pembagian wilayah tradisional Karo. Saya tidak akan bahas di sini, tapi yang jelas tidak ada hubungan apa-apa dengan Islam. Itu hanya rangkaian liar dari fantasi banyak orang dan ernina-nina saja.

Di Antropologi sendiri sudah disarankan untuk tidak menggunakan istilah pantang kawin (prohibition) tapi menghindari kawin (avoidance). Karena ternyata perkawinan turang itu adalah perkawinan paling didambakan oleh orang Karo sehingga menyebut kekasihnya dengan turang. Ini panjang nanti ceritanya.

Terpenting adalah bahwa hati-hati mengidealisasi dan mengidiologikan tradisi.

Artikel ini telah tayang di Group Facebook : Jamburta Merga Silima dengan judul : Mengapa Dikatakan ku Sunggal Bila Kawin Semerga?

Penulis : Juara R Ginting