Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Sama Arti Pariban (Batak) Dengan Impal (Karo)?

impat dan pariban
Kredit Foto : @alexandersamura

Kali ini diskusi kita berpusat pada postingan impal Sada Arih Sinulingga (SAS) di FB JMS yang mempertanyakan apakah "pariban" dalam Bahasa Batak [Toba] sama dengan "impal" dalam Bahasa Karo. Sebagian besar komentatornya mengatakan tidak sama dan, yang menariknya, komen impal Frans Purba yang mengatakan seperti ini:

"spy diingat dlm ilmu bahasa yg merupakan salah satu urat nadi budaya -tak bisa dibandingkan seperti Apple to Apple.Bah.Karo ya Bah.Karo .....bah Toba ya Bah Toba.titik.... banyak contoh.... besan di simalungun dgn besan di Betawi...????"

Komen Frans Purba menarik, tapi sayangnya, dia tidak menjelaskan alasannya mengapa tidak bisa dibandingkan "seperti apple to apple".

Saya sayangkan karena, sebagai seorang strukturalis, saya setuju dengan pendapatnya, tapi ada dalam Ilmu Bahasa yang menyetujui perbandingan itu dan, bahkan, telah lama sangat berpengaruh di dalam kajian linguistik dunia seperti halnya pencarian kata-kata Austronesia, Sansekerta, Melayu Kuno, dan lain sebagainya.

Mari kita kembali dulu sejenak ke pertanyaan SAS untuk nanti saya mendiskusikan komen F. Purba.

Apakah sama arti pariban (Batak) dengan impal (Karo)? Ada beberapa perbedaannya yang para komentator juga sudah tunjukkan. Impal bisa dipergunakan untuk hubungan antara sesama lelaki, sesama perempuan dan antara laki-laki dengan perempuan, sedangkan pariban hanya antara lelaki dengan perempuan.

Tapi, dalam kata istilah "separibanen" atau "siparibanen", yang kata dasarnya jelas pariban, bisa kita temukan bahwa Karo juga menggunakan istilah "pariban" dengan pengertian yang sangat sama dengan Batak. Separibanen artinya adalah 2 laki-laki yang mempunyai pariban dari kelompok sosial yang sama. A dan B berhubungan "separibanen" ketika istri mereka (sebut saja X dan Y) adalah bersaudara atau menjadi anak beru dari sembuyak yang sama.

Bisa disimpulkan, Karo mengenal kata "pariban" yang artinya sama dengan "pariban" yang juga dikenal oleh Batak. Akan tetapi, pemakaian kata "pariban" oleh Karo jauh lebih terbatas dan tidak selangsung Batak. Di Batak, pariban artinya "boru ni tulang", sedangkan di Karo (yang disebut anak mami, bukan boru ni tulang) adalah "impal".

Ini adalah sebuah fenomena linguistik yang di dalam Antropologi telah sangat lama menjadi perhatian penting dalam kaitannya dengan minat terhadap istilah-istilah kekerabatan. Perhatian ini dimulai oleh antropolog Louis Henri Morgan yang menemukan perbedaan mendasar antara sistim istilah-istilh kekerabatan Eropah dengan Indian Iroqius. 

Seperti halnya Karo yang juga menggunakan istilah "bapa" terhadap saudara dari ayah sendiri, begitu juga Indian Iroqius menggunakan istilah "hanih" untuk ayah dan saudara-saudara ayah. Beda dengan Eropah yang menggunakan istilah father/ vader kepada ayah sendiri, tapi kepada saudara-saudara ayah menggunakan istilah uncle/ oom.

Kerjasama antara para linguists dengan anthropologist dalam hal istilah-istilah kekerabatan ini menjadi salah satu keistimewaan dari Indonesia terutama atas perhatian yang besar dari antropolog Jamex J. Fox tehadap Bahasa dan Kebudayaan Austronesia. Indonesia menjadi ladang penelitian mereka yang paling penting.

Banyak istilah kekerabatan di Indonesia yang bisa kita temukan dalam perbendaharaan kata Austronesia. Misalnya: ina (inang, senina, sarina), ama (mama, mamak), puun (puhun), dan banyak lainnya.

Sebentar kita mengaso sejenak dalam kata "ama" yang di Batak [Toba] disebut ama atau amang, sedangkan di Karo mama dan di Minang mamak. Kalau kita bandingkan mama Karo dengan mamak Minang, kelihatan logis punya kesamaan, tapi bila kita pergi ke Batak yang menggunakan kata ama berarti ayah/ bapak, kita bisa menjadi bingung. Apakah "mama" di Karo berarti sama dengan "bapa"?

Fenomena yang mirip tapi terbalik bisa kita lihat di Batak. Katakanlah di Karo "bapa" dan "mama" sama-sama berarti ayah. Di Batak, ayah disebut "ama" dan suami dari saudari ayah disebut "amang boru". Berarti sama-sama ayah juga artinya. Hanya saja, di Karo ayah yang disebut mama itu adalah pihak "pemberi kehidupan" (kalimbubu), sedangkan di Batak pihak "penerima kehidupan" (boru).

Apa yang bisa kita dapat dari contoh-contoh kasus ini?
 
Para antropologists dan linguists bisa menarik kesimpulan bahwa Karo dan Batak sama-sama mengenal Bahasa Austronesia, tapi struktur sosial mereka sangat berbanding terbalik. Kontras dalam istilah kekerabatan ini bisa kita telusuri lebih jauh lagi ke kontras tempat upacara perkawinan. Karo penekanannya pada uxorilocal residence, perkawinan di tempat pengantin perempuan, sedangkan Batak virilocal residence, di tempat pengantin pria.

Masalahnya yang tejadi di kalangan non akademik adalah bahwa pemahaman tentang aneka warna masyarakat dan kebudayaan [Indonesia] tebatas pada pelajaran-pelajaran sekolah yang mengulang-ulang bahan pelajaran dari Masa Kolonial. Pada masa kolonial, pemahaman akademik tehadap keanekawarnaan manusia, masyarakat, dan kebudayaan sangat didominasi oleh teori-teori evolusi dan difusi (penyebaran kebudayaan).

Atas dasar pemikiran lama itu, kebutuhan para "tukang debat medos" adalah jawaban atas pertanyaan "dari mana datangnya suatu kebudayaan itu?" Karena orang-orang Karo biasanya tidak bisa menjawab sesuatu yang tidak diketahuinya, maka datanglah tulisan-tulisan yang "la meteh mela" semua dari kelompok masyarakat yang dianggap lebih tua.

Sungguh fantastis penemuan arkeologi dan DNA akhir-akhir ini yang sudah membuktikan Karo jauh lebih tua daripada Batak. Tapi, meskipun sudah jelas-jelas ada penemuan ilmiah dengan FAKTA POSITIP seperti itu, tetap siterpan tawar tidak bergeming karena yah .... enggo tepan tawar, uga narilah ningen.

Pada tingkat Filsafat, teori-teori evolusi dan difusi yang dicarinya adalah PERSAMAAN, sedangkan para Durkhemian khususnya Strukturalisme, penekanannya ada pada PERBEDAAN.

Mengapa seolah-olah ada gerakan mengharamkan pencarian perbedaan? Karena korban Rezim Suharto. Di Rezim Sukarno, Gus Dur dan Jokowi penekanannya ada pada PERBEDAAN.
Kalau mau cari persamaan, kita semua ini adalah Out of Africa. Enggo puas ?

Artikel ini telah tayang di Group Facebook : Jamburta Merga Silima dengan judul "Menelusuri Pemikiran Tentang Karo".
 
Penulis : Juara R Ginting