Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Evi Novida Ginting Dipecat Presiden Jokowi Secara Tidak Terhormat, Kenapa ?

Karogaul.com - Presiden Jokowi memberhentikan Evi Novida Ginting Manik secara tidak hormat dari jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 pada tanggal 23 Maret 2020.

Evi mengaku telah menerima salinan putusan pemberhentiannya tersebut. “Iya, sudah saya terima hari ini,” kata Evi seperti dilansir Antara, Kamis (26/3).


Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 itu menyatakan telah ditetapkan pemberhentian dengan tidak hormat anggota Komisi Pemilihan Umum atas nama Dra Evi Novida Ginting Manik MSP.

Keppres yang ditandatangani Presiden Jokowi dan Plt Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama tersebut ditujukan kepada Plt. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Muhammad.

Pemberhentian tersebut didasarkan atas putusan DKPP yang menyatakan Evi melanggar kode etik selaku penyelenggara pemilu dalam kasus penghitungan perolehan suara calon anggota legislatif Partai Gerindra Daerah Pemilihan Kalimantan Barat VI.
Evi pun sempat menyatakan keberatannya terhadap Putusan DKPP atas perkara nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tersebut.

Sebelumnya, pada 16 Januari 2020, Presiden Jokowi memberhentikan Wahyu Setiawan dari jabatan Anggota KPU RI. Wahyu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap untuk caleg PDI Perjuangan.

Evi Novida Ginting menjadi komisioner kedua KPU RI periode 2017-2022 yang diberhentikan dengan tidak hormat oleh Presiden Joko Widodo. Dalam kurun waktu tiga bulan, dua anggota KPU RI diberhentikan secara tidak hormat karena pelanggaran berat.


Sebelumnya, pada 16 Januari 2020, Presiden Jokowi memberhentikan Wahyu Setiawan dari jabatan Anggota KPU RI. Wahyu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap untuk caleg PDI Perjuangan.

Mantan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik akan tetap melayangkan gugatan ke PTUN terkait putusan sidang DKPP meskipun sudah menerima Keputusan Presiden yang memberhentikannya secara tidak hormat. "Ya jadi ansyaallah, tetap menggugat ke PTUN (putusan sidang DKPP)," kata Evi.

Pada sidang Putusan perkara 317-PKE-DKPP/2019, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Evi Novida Ginting Manik selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
Kemudian menindaklanjuti putusan itu DKPP memerintahkan KPU RI untuk melaksanakan putusan paling lama tujuh hari setelah putusan dibacakan.

DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan Putusan ini dan pada Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan paling lambat 7 hari sejak putusan dibacakan. "Putusan tersebut sangat berlebihan dan berpotensi 'abuse of power'," kata Evi.

Evi mengatakan dasar lainnya yang membuat dia merasa keberatan dan berencana menggugat putusan DKPP tersebut karena putusan tersebut cacat hukum.

Menurut dia, dalam Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 yang menjatuhkan pemberhentian tetap untuknya itu, sebenarnya pengadu sudah mencabut aduannya.


Pencabutan disampaikan pengadu kepada Majelis DKPP secara Iangsung dalam sidang dengan menyampaikan Surat Pencabutan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan lanjut dia, sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU 7 tahun 2017 kepada DKPP.

"DKPP hanya memiliki kewenangan secara pasif atau DKPP tidak dapat bertindak bila tidak ada pihak yg dirugikan. DKPP tidak mempunyai kewenangan dasar pemeriksaan aktif, itu sudah melampaui kewenangan," kata dia.
Dalam perkara perselisihan hasil pemilu legislatif untuk Kalimantan Barat itu terdapat dua putusan yang berbeda dari putusan MK dan Bawaslu.

Kemudian, merujuk UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait dengan sengketa hasil pemilu, maka KPU berpandangan bahwa putusan MK yang wajib dilaksanakan.

Namun, DKPP menyatakan tindakan KPU tidak tepat, dan menjatuhkan sanksi pemberhentian teyap pada Evi Novida serta peringatan keras terakhir untuk komisioner lainnya. "Padahal KPU tidak pernah merubah suara, yang dilakukan adalah menegakkan perintah undang-undang, bahwa putusan MK terkait perolehan suara, final dan mengikat," ujar Evi. (jpnn)