Roni Sikap Sinuraya - Jangankan Berhenti Menjadi Direktur Jenderal (Dirjen), Berhenti Menjadi Manusia pun Saya Harus Siap Menghadapinya

Meninggalkan jabatan strategis setelah 6 tahun 7 bulan bukanlah hal mudah, namun Roni Sikap Sinuraya, Dirjen Imigrasi, siap melepas posisi tersebut dengan tenang. Ia menekankan bahwa jabatan hanyalah amanah, dan hidup terus berjalan bahkan setelah berpisah dari kekuasaan. Filosofi hidupnya yang sederhana menegaskan prinsip “pengabdian tanpa pamrih”, di mana jabatan hanyalah sarana untuk memberi kontribusi bagi negara dan masyarakat.
Latar Belakang dan Karier Militer
Lahir di Desa Bunuraya, Kabanjahe, Sumatera Utara (1936), Roni berasal dari keluarga Karo namun menguasai bahasa Jawa dan Sunda. Sebelum menjadi Dirjen Imigrasi, ia adalah Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad) dan sama sekali tidak berpengalaman di bidang imigrasi.
Latar belakangnya di militer membekalinya dengan disiplin dan kemampuan strategis:
-
Lulus Atekad (1960) dan mengikuti pendidikan lanjut ABRI (Suslapa, Seskoad, Seskogab, Lemhannas).
-
Menjabat berbagai posisi intelijen dan komando: Waas Intel Kodam Diponegoro, Asintel Kodam Lambung Mangkurat, Komandan Batalyon Zipur/9 Para Kostrad, Komandan Kodim Solo & Wonogiri.
-
Terlibat dalam operasi besar seperti PRRI/Permesta, DI/TII, G30S/PKI.
Pengalaman ini menjadi fondasi kuat saat menempati posisi tertinggi di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Filosofi Pengabdian dan Sikap Kerja
Roni percaya bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan sebaik mungkin, meski tidak selalu berada di posisi tinggi. Ungkapannya:
"Kalau disuruh menjadi tukang sapu, maka saya akan berusaha menyapu yang lebih bersih."
Ia selalu berusaha agar hari ini lebih baik daripada kemarin, dan menekankan pentingnya menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan keluarga. Bahkan berkas kantor tidak pernah dibawa pulang, dan informasi tetap dipelajari melalui koran, radio, atau acara berita seperti Seputar Indonesia.
Hubungan dan Keterbukaan dengan Wartawan
Sebagai pejabat publik, Sinuraya dikenal akrab dan terbuka dengan wartawan. Ia menghargai wartawan sebagai mitra yang membantu menyebarkan kebijakan keimigrasian, bukan sekadar menyampaikan berita. Pendekatan ini sudah ia praktikkan sejak menjabat Komandan Korem Pamungkas, termasuk saat menghadapi krisis besar seperti peledakan Candi Borobudur.
Prestasi dan Inovasi di Direktorat Jenderal Imigrasi
Selama menjabat Dirjen, Roni fokus pada beberapa inovasi penting:
-
Pembentukan Undang-undang Keimigrasian (1992) dan implementasinya melalui PP dan Permen 1994–1995.
-
Penghapusan exit permit bagi WNI yang hendak keluar negeri, produk warisan penjajah Belanda.
-
Inovasi Simkim (Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian) sejak 1992, disetujui Bappenas 1994, yang memungkinkan monitoring online seluruh pintu masuk Indonesia (sekitar 100 pintu, termasuk 25 pintu udara).
Sistem ini menjadi tonggak modernisasi administrasi imigrasi dan mempermudah pengawasan orang asing di Indonesia.
Kerendahan Hati dan Optimisme terhadap Pengganti
Roni tetap rendah hati meski telah menorehkan banyak prestasi. Ia optimis terhadap penggantinya, Mayjen Pranowo, percaya bahwa prinsip negara (UUD 45, Pancasila, Sumpah Prajurit) lebih penting daripada jimat atau aji-aji pribadi.
Ia meninggalkan “pekerjaan rumah” bagi penerusnya: merealisasikan Simkim dan meningkatkan pelayanan keimigrasian, tetap berpegang pada prinsip abdi negara dan masyarakat.
Roni Sikap Sinuraya adalah contoh pemimpin yang disiplin, rendah hati, inovatif, dan mengutamakan pengabdian. Perjalanan hidupnya dari militer hingga Dirjen Imigrasi membuktikan bahwa integritas, filosofi pengabdian, dan keterbukaan merupakan kunci keberhasilan dalam jabatan publik.