Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Warkop Pa Geleng : 10 Potret Warung Kopi Legendaris di Medan yang Selalu Ramai Pengunjung

wakkop geleng

Karogaul.com - Pagi ini tiba lebih segera dari umumnya. Kanak- kanak sekolah nampak menjinjing tas penuh harapan, angkot hilir mudik kesana- kemari mencari sewa. Tukang sayur mendesak gerobak jualannya, di seberang jalur yang tidak jauh dari warung kopi yang biasa kudatangi, terdapat suara lantang terdengar persuasif serta terkesan tergesa- gesa terdengar nyaring di kuping aku.

“ Ku ja kam e… bi? bangku 2 ras bangku tempel lit denga. Ota, siat denga..”
( Ingin kemana bu? Bangku di balik supir serta bangku bonus masih ada)

Frasa itu biasa aku dengar tiap pagi hari kala hendak menyeberangi Warung Kopi Pa Geleng ataupun yang sering dipanggil Warkop Pa Geleng. Warung kopi yang terletak di Jalur Jamin Ginting No 108, Simpang Pos Padang Bulan Medan yang usianya telah menggapai 50- an tahun. Warkop Geleng ini sering diucap sebagai Starbuck Lokal sobat gaul.

warkop geleng

Tempatnya berseberangan dengan halte bis PO. Sinabung Jaya; pionir utama berkembangnya usaha bis pengangkut sewa serta barang dari kota Medan ke Tanah Karo, Sumatera Utara. Sampai dikala ini PO. Sinabung Jaya ialah“ Raja Jalanan” yang memahami secara mutlak yang sanggup menjinakkan jalur berliku, menanjak, serta berlubang jalur utama; Medan- Sibolangit- Berastagi- Kabanjahe. Bis yang melintas gagah dari kota, pemukiman penduduk, sampai hutan mengarah Tanah Karo.

“ Warung kopi ini telah ada semenjak tahun 1963”, kata Bibik Ukur boru Ginting yang ialah adik kandung dari( Alm) Geleng Ginting, pengelola awal warung kopi ini. Sehabis Kila( paman) Geleng Ginting wafat dunia tahun kemudian, Warkop Pa Geleng dikelola oleh adik- adiknya. Kila Geleng ialah anak awal dari 6 bersaudara yang totalitas adiknya merupakan wanita. Tidak hanya Bik Ukur aku pula sering berjumpa Bik Rohulina boru Ginting yang pula adik dari Kila Geleng.

warkop geleng
Bik Ukur Boru Ginting Pengelola Warung Pa Geleng |
Foto oleh  Anwar Saragih

Melintasi bermacam generasi, Pa Geleng merupakan saksi sejarah bagaimana tradisi minum kopi di kota Medan jadi perihal yang tidak semata- mata tempat percakapan biasa. Tetapi telah jadi tradisi membangun kekerabatan warga. Tidak jarang untuk sebagian wisatawan malahan menyangka Pa Geleng selaku arena tamasya yang melepaskan jiwa dari seluruh rutinitas tiap hari yang penuh kepenatan. Lebih lanjut atmosfer ramah, bersahabat, serta penuh canda khas suku Karo sering aku temukan kala mendatangi warung kopi ini.

warkop geleng
Taken by Rustian Fahmi

Tidak sedikit percakapan politik dengan nada sedikit meninggi pula terselip diantara dialog panjang para tamu yang didominasi Kalak( orang) Karo. Tidak ketinggalan percakapan bola, musik, harga cabai, sayur hingga harga jeruk dibahas penuh canda. Apalagi di masa yang kemudian salah satu calon gubernur Sumatera Utara sempat berkampanye di mari. Di bilik warkop ini tidak ketinggalan gambar Soekarno di sebelah kiri serta Megawati Soekarnoputri di sebelah kanan mengapit sebagian gambar Geleng Ginting semasa hidupnya.

“ Kopi susu sada( satu) bik” pesanku pada bik Ukur pagi ini.
“ e saja( satu) nakku” sahutnya.
“ ue( iya) bik” kataku.

Pa Geleng memperkerjakan karyawan dengan pembagian 3 shift perharinya. Shift pagi diawali jam 05. 00 hingga 13. 00 wib, siang jam 13. 00 hingga 16. 30 wib, serta malam mulai jam 16. 30 hingga 01. 00 wib.

warkop geleng

Satu gelas teh susu dihargai 6 ribu rupiah, kopi susu 7 ribu rupiah, teh manis panas 3 ribu rupiah, teh susu telur ataupun sering disingkat TST dengan harga 8 ribu rupiah, serta kue khas Medan“ roti bohong” seribu rupiah perpotongnya. Untuk yang suka santapan berat, Pa Geleng pula sediakan mie pangsit dengan harga 10 ribu perporsi, mie tiaw goreng 8 ribu rupiah serta nasi gurih medan( nasi uduk) dengan harga 10 ribu rupiah.

warkop geleng

Perihal yang unik dari Pa Geleng merupakan; tidak menyediakan rokok yang dijual batangan, kecuali kretek( Dji Sam Soe) yang dijual 2 ribu perbatangnya. Bermodalkan duit sebelas ribu rupiah kita telah dapat menikmati segelas kopi susu khas Pa Geleng serta 2 batang rokok.

Sejenak kuperhatikan menu yang dijual Pa Geleng. Mencuat pertanyaan- pertanyaan yang sesungguhnya konyol serta memanglah tidak memerlukan jawaban yang sangat menarik buat dijawab. Kenapa kesimpulannya Warkop Pa Geleng memutuskan cuma menjual rokok Dji Sam Soe batangan saja.

“ Bik, mengapa kam cuma menjual Sam Soe batangan saja bik?” tanyaku.

“ Itu ia nakku, terkadang wisatawan warkop ini suka kurang ingat waktu, jadi rokok batangan ini yang jadi pengingat waktu. Kira- kira semacam alarm untuk tamu. Habis 2 batang, kembali dia” jawab Bik Ukur penuh sungguh- sungguh.

warkop geleng

Lebih lanjut sejenak kuperhatikan pula, kenapa tiap minuman yang disajikan Pa Geleng baik kopi susu ataupun teh susu senantiasa penuh hingga bertumpahan di- lepek- nya.

“ Bik, ini mengapa jika kam ngasi minuman senantiasa hingga tumpah- tumpah bik” tanyaku lagi.

“ Jika itu beda lagi nakku, Seperti itu ia filosofinya orang Karo mengapa menyajikan minuman hingga tumpah ke- lepek- nya. Jika hingga tumpah gitu berarti berkat( rezeki) untuk tamu yang minum di mari melimpah pula” jawabnya.

warkop geleng

Tidak lama sehabis pembicaraan dengan Bik Ukur pagi ini. Suara klakson“ Telolet.. Telolet…Telolet” bis Sinabung yang tiba dari Kabanjahe mulai merambah arena perhentian di seberang warkop. Saatnya bis dari Medan yang menunggu giliran wajib lekas berangkat ke Kabanjahe.

Panggilan terakhir dari kernet serta supir bis Sinabung saat sebelum berpetualang ke Kabanjahe juga terdengar kembali dengan nyaring nan fasih.

“ Ula kam mbiar bi.., nangkihken.”( Jangan kalian khawatir bik, naiklah.)

Saya tersenyum pagi ini, sesekali tertawa mendengar klakson telolet di Pa Geleng. Bi Ukur melanjutkan kisahnya, Pa Geleng memiliki sejarah panjang untuk warga Karo di Kota Medan. Pada masa kemudian terdapat orang yang rela berangkat ke Medan dari Berastagi yang jaraknya dekat 70 kilometer cuma semata- mata buat meminum segelas kopi susu Pa Geleng.

warkop geleng

Terdapat pula para orang dagang sayuran serta buah- buahan yang berakhir menjual hasil pertaniannya ke Medan, langsung berjumpa di Pa Geleng. Warkop yang ialah( serta dikira selaku) markas utama para orang dagang tersebut saat sebelum kembali ke Kabanjahe bekerja.

Alibi itu pulalah kenapa bis Sinabung Jaya serta Pa Geleng jadi 2 insan yang tidak sempat terpisahkan di Jalur Jamin Ginting, Padang Bulan, Medan. Di samping jarak serta akses yang sangat dekat. Atmosfer ramah penuh kekerabatan khas suku karo“ rakut sitelu” langsung menyatu dengan bahasan bermacam perihal di situ.

warkop geleng

“ Bimbang saya, masa bunyi klakson“ om telolet om” mendunia saat ini” kata sahabat aku Agung Bangun, pagi ini.

“ Jalan- jalanlah orang itu( orang yang gempar) ke Tanah Karo naik Sinabung. Masing- masing Sinabung bunyinya seperti gitu” lanjutnya.

Sahabat aku si Agung mulai menceritakan tentang gimana pengalaman- pengalaman yang dia alami kala naik bis Sinabung pagi itu. Tidak lupa ia pula menyelipkan cerita- cerita unik yang ia miliki dari bulang- nya( kakek) tentang Sinabung Jaya di masa kemudian.

Pekerjaan sopir di masa lalu sangat prestisius serta membanggakan untuk kanak- kanak muda di Tanah Karo, spesialnya pemuda yang tidak mau melanjutkan sekolahnya. Pada masa kemudian buat jadi sopir bukanlah semudah saat ini. Seorang wajib jadi kernet terlebih dahulu selaku batu pijakan karir. Wajib bangun lebih pagi buat mensterilkan bis. Setoran wajib senantiasa menggapai sasaran owner bis serta kernet wajib senantiasa setia pula pada sopir supaya tidak dipecat sewaktu- waktu.

warkop geleng
Munandar Charlie

Di samping itu, pada masanya pekerjaan selaku sopir sangat dihormati oleh warga di wilayah khususnya desa- desa di Kabupaten Karo dibanding seseorang itu wajib berladang di kebun orang tuanya. Sopir pula jadi idaman para gadis- gadis menawan di desa Tanah Karo. Mobilitas yang besar, pekerja keras, serta sangat bertanggung jawab merupakan perihal yang disukai para wanita di masa kemudian. Pada masanya, salah satu alternatif utama menggapai cita- cita itu merupakan jadi sopir PO. Sinabung Jaya.

Kuhabiskan tenaga buat tertawa pagi itu. Mendengar cerita baru yang sangat menarik di Warkop Pa Geleng. Waktu telah membuktikan jam 11. 00 wib. Saya telah menghabiskan 3 batang dji sam soe. Sudah melalui dari syarat awal yang cuma 2 batang. Tetapi segelas kopi susu Pa Geleng, 3 batang dji sam soe serta cerita- cerita unik pagi itu membayar seluruh waktuku. Kupanggil bang Dedi Ketaren pegawai yang bekerja di warkop Pa Geleng, setelah itu membayar kopi susu serta rokok pagi ini.

warkop geleng
Kur Kembaren

“ Skai( berapa) bang?
“ 13 ribu bang” jawabnya

Mau kuhentikan waktu supaya tidak melaju, karena kebersamaan pagi itu merupakan kerinduan yang mau senantiasa kudapatkan di tiap warung kopi.

“ Telolet.. Telolet.. Telolet” bunyi klakson Sinabung Jaya( lagi)

Tersadar ini telah bis keempat yang kembali dari Kabanjahe. Saatnya mandi serta bekerja kembali.

Penjelasan:
*Kam merupakan panggilan sopan orang karo yang berarti Kalian.
*Kila merupakan suami saudara perempuan ayah
*Bibik( bik) merupakan panggilan dari wanita adik bapak ataupun bunda dalam suku Karo. Sering pula digunakan seseorang wanita usianya seumuran ibunda kita.
*Kombur merupakan Bahasa yang digunakan warga Kota Medan yang berarti berbincang- bincang.

Warkop Geleng
Alamat: Jl. Letnan Jenderal Jamin Ginting, Kwala Bekala, Kec. Medan Johor, Kota Medan
Jam buka: 5AM–11:30PM Wib

Artikel oleh : Anwar Saragih | minumkopi.com
Editor : Willem A Sinuraya