Sejarah Jalan Medan–Berastagi: Jejak Perlawanan Karo dan Campur Tangan Belanda

Sejarah Jalan Medan Berastagi
Kemacetan di Jl. Medan-Berastagi

Di balik indahnya pemandangan dan sejuknya udara pegunungan Berastagi, tersimpan kisah panjang perjuangan dan sejarah kolonial yang membentuk wajah Tanah Karo hari ini. Pembukaan jalan Medan–Berastagi ternyata tidak lepas dari campur tangan penjajah Belanda yang datang ke tanah Karo lebih dari seabad lalu.

Langkah Pertama Orang Eropa di Tanah Karo

Pada tahun 1891, dua orang Eropa — Carel Westenberg, seorang Controleur Belanda, dan Jules Claine, pelancong asal Prancis — melakukan perjalanan pertama menuju dataran tinggi Karo.
Perjalanan itu bukanlah hal mudah. Mereka berjalan kaki menembus hutan dan mendaki jalan setapak melalui Deli Tua, Biru-Biru, Pertumbuken, Buluh Awar, hingga Cingkem, sebelum akhirnya tiba di lereng Deleng Barus (Gunung Barus).
Momen inilah yang menjadi catatan sejarah: orang Eropa pertama kali menjejakkan kaki di Tanah Karo.

Kedatangan Misionaris dan Perlawanan Pa Garamata

Tak lama kemudian, pemerintah kolonial Belanda mengirim seorang misionaris bernama Pdt. Guillaume dari Nederlandsch Zending Genootschap (NZG) ke Kabanjahe. Namun, kedatangannya tidak disambut baik oleh masyarakat Karo.
Laskar rakyat pimpinan Kiras Bangun (Pa Garamata) segera mengusirnya. Bagi mereka, misi penyebaran agama itu hanyalah kedok untuk menjajah Tanah Karo.

Kiras Bangun dikenal sebagai sosok yang tegas, berani, dan memiliki semangat perlawanan luar biasa terhadap kolonialisme. Ia menjadi simbol keberanian suku Karo dalam mempertahankan tanahnya dari tangan asing.

Perang Tanah Karo: 1904, Saat Api Perlawanan Menyala

Tanggal 6 September 1904, Belanda melancarkan operasi militer besar-besaran ke Tanah Karo. Pertempuran berlangsung sengit. Pasukan Pa Garamata dengan segala keterbatasan berusaha mempertahankan tanah leluhur, namun akhirnya kalah dalam pertempuran itu.
Sejak kekalahan tersebut, Kolonial Belanda resmi menguasai Dataran Tinggi Karo dan membentuk pemerintahan bernama Onderafdeling Karolanden atau Taneh Karo.

Walau demikian, semangat perlawanan rakyat Karo tak pernah padam. Kisah Pa Garamata terus dikenang sebagai lambang perjuangan dan martabat orang Karo.

Jalan Medan–Berastagi Dibuka: Awal Perubahan Besar

Setelah berhasil menguasai wilayah Karo, Belanda mulai membuka jalur komunikasi dan transportasi antara Medan dan Tanah Karo.
Jalan raya yang kini dikenal sebagai Jalan Medan–Berastagi dibangun sebagai jalur strategis sekaligus sarana mengangkut hasil bumi seperti tembakau, kopi, dan sayur-mayur ke pelabuhan Deli.

Pada tahun 1907, mobil pertama akhirnya mencapai Tanah Karo. Mobil itu dikendarai oleh J.T. Cremer, pemilik Deli Maatschappij, perusahaan tembakau terbesar di Sumatera Timur kala itu. Cremer juga dikenal sebagai salah satu pendana utama bagi kegiatan misionaris NZG yang dikirim ke Tanah Karo.

Berastagi Jadi Surga Eropa di Tanah Karo

Seiring berjalannya waktu, Berastagi berubah menjadi kota penting bagi Belanda. Iklimnya yang sejuk dan panorama alamnya yang memukau membuatnya menjadi tempat peristirahatan orang-orang Eropa di Hindia Belanda.
Villa-villa megah mulai dibangun, kebun-kebun bunga bermekaran, dan pasar-pasar tradisional tumbuh di kaki gunung. Sejak itulah Berastagi dikenal sebagai permata pegunungan Sumatera Utara.

Warisan Sejarah yang Masih Hidup

Kini, jalan Medan–Berastagi bukan sekadar jalur penghubung, tetapi juga jalan bersejarah yang menyimpan kisah perjuangan, kolonialisme, dan perubahan besar di Tanah Karo.
Di setiap tikungan jalan, tersimpan jejak langkah para pejuang dan semangat rakyat Karo yang menolak tunduk terhadap penjajahan.

“Jalan ini bukan sekadar aspal dan batu. Ini adalah nadi sejarah yang menghubungkan masa lalu perjuangan dengan masa kini yang kita nikmati,” tulis seorang sejarawan lokal Karo.

Kisah pembukaan jalan Medan–Berastagi adalah potret nyata bagaimana sejarah, perjuangan, dan penjajahan saling terkait di Tanah Karo. Dari perjalanan Westenberg dan Claine, hingga perlawanan heroik Pa Garamata, semuanya menjadi bagian penting dari identitas Karo yang gagah dan pantang menyerah.

Kini, setiap kali kendaraan melintasi jalur Medan–Berastagi, sesungguhnya mereka tengah melintasi jejak perjuangan dan sejarah panjang Tanah Karo.