Hubungan Antara Gayo Dan Karo Pada Sosok Sibayak Lingga Raja Senina
Tugu Sibayak Lingga di Puncak Uruk Ndaholi |
Adri Istambul Lingga Menjelaskan bahwa penjajah Belanda yang mejadi penyebab terpisahnya antara Karo dan Gayo. Para kolonial Belanda sudah banyak membuat buram sejarah Karo dan Gayo, mereka sengaja melakukan ini demi kepentingan mereka pada masa itu, Semua di ungkap pada kegiatan seminar budaya Gayo waktu lalu yang bertempat di Pendopo Bupati Gayo Lues (Bale Musara).
Disini juga di terangkan, ketika Raja sibayak Lingga dengan gelar raja Senina mempersunting 3 putri Karo sebagai istrinya, dan mempunyai anak, yang mana raja memiliki lima anak perempuan dan lima anak laki-laki, Sibayak Lingga Sebananam, Sibayak Lingga Ahad, Sibayak Lingga Raja kin lingga, Sibayak Lingga Mbisa dan terakhir Sibayak Lingga Umbat, Mereka semua tinggal berdomisili di Desa Lingga.
Andri juga menceritakan, sang leluhur Raja Natang Negeri telah mewariskan bawar kepada Raja Senina Lingga. Sedangkan Raja Natang Negeri merupakan putra dari Reje Linge I dari Kerajaan Linge Gayo .
Pada saat itu Natang Negeri, merantau ke Tanah Karo, dan mempersunting tiga gadis Karo, yaitu Beru Sebayang, Beru Ginting, dan Beru Tarigan Nagasaribu. lahir lah seorang putra Sibayak Lingga (Raja Senina Lingga) dari istri beru sibayang.
Dan pada masa kekuasaan Raja Sibayak Lingga, kesultanan Aceh sebagai kerabat dekatnya pernah memberikan pisau bawar dan bendera bertuliskan kalimah Syahadat, “ kami masih menyimpan baik kedua benda sejarah itu, jadi kalau ada yang mengaku memiliki pisau bawar itu selain dari kami, itu sudah jelas palsu, “ ujar Adri.
Jadi hubungan antara Gayo dan Karo itu tidak pernah hilang atau terputus sampai saat ini di buktikan oleh sejarah. Jelas Adri Istambul Lingga Gayo.
(Alabaspos - Edi Ssutami)
-------------------------------
Pengantaran Tengkorak bagian kepala Sibayak Lingga Raja Senina yang pewaris merga Sinulingga yang ada di Kabupaten Karo. Pada acara tersebut diceritakan bahwa Raja Senina atau Sibayak Lingga merupakan keturunan Dinasty Raja Linge, yang menguasai seluruh kawasan dataran Tinggi Gayo yang pusat pemerintahannya ada di Linge, Kerajaan Linge disebutkan merupakan kerajaan tertua di Aceh, beberapa Dinasty Raja Linge saat berkuasa belum memiliki agama, artinya jauh sebelum agama islam masuk ke Aceh, namun seluruh dinasty dari Raja raja Linge banyak yang tidak tertulis atau tidak ada informasi yang jelas, sehingga keberadaan nama nama Raja Linge dan keturunannya masih kabur, hanya cerita yang berupa legenda saja yang sering terdengar dan terbaca tentang kekuasaan dan peranan Kerajaan Linge dari Suku Gayo.
Penguasa maupun keturunan Raja Linge beberapa Dinastynya merupakan orang orang yang sangat sakti, dan memiliki ilmu yang sangat tinggi, fakta sejarah membuktikan bahwa Suku Gayo pada puluhan abad yang lalu, memiliki kemampuan magic sangat kuat macig wajib dimilik setiap orang di Tanah Gayo.
Sebelum kedatangan agama Islam di Tanah Gayo, kerajaan Linge diyakini sebagai kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar, tidak sedikit keturunan Raja Linge keluar dari Linge dan perpengaruh pada kerajaan lain, baik pada kerajaan yang ada dalam kawasan Bukit barisan maupun seperti di kerajaan di tanah Batak, kerajaaan di Tanah Minang maupun ke Riau (kerajaan Lingga), Malaysia dan filipina, Linge sendiri dalam bahasa Gayo diartikan “Suaranya atau suara dapat juga diartikan sebagai gema) ini bermakna bahwa kerjaan Linge tersebut raja atau Dinastynya memiliki suara sebagai ucapan yang dipatuhi, Linge merupakan perintah, titah raja harus didengar dari suara saja, mungkin membuat masyarakatnya ataupun musuhnya sudah ketakutan, akibat kesaktian yang tinggi dimiliki oleh Raja-Raja Linge.
Adanya sekilas informasi tentang kerajaan Linge saat islam masuk ke Aceh, Dinasty ini diduga merupakan Dinasty terakhir dimana Islam mulai mempengaruhi kerajaan Linge yang diyakini merupakan Kerajaan yang memeluk Kepercayaan Anismisme sebelumnya. Dinasty terakhir ini dikabarkan memiliki empat orang anak yang tua bernama
Sebelum kedatangan agama Islam di Tanah Gayo, kerajaan Linge diyakini sebagai kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar, tidak sedikit keturunan Raja Linge keluar dari Linge dan perpengaruh pada kerajaan lain, baik pada kerajaan yang ada dalam kawasan Bukit barisan maupun seperti di kerajaan di tanah Batak, kerajaaan di Tanah Minang maupun ke Riau (kerajaan Lingga), Malaysia dan filipina, Linge sendiri dalam bahasa Gayo diartikan “Suaranya atau suara dapat juga diartikan sebagai gema) ini bermakna bahwa kerjaan Linge tersebut raja atau Dinastynya memiliki suara sebagai ucapan yang dipatuhi, Linge merupakan perintah, titah raja harus didengar dari suara saja, mungkin membuat masyarakatnya ataupun musuhnya sudah ketakutan, akibat kesaktian yang tinggi dimiliki oleh Raja-Raja Linge.
Adanya sekilas informasi tentang kerajaan Linge saat islam masuk ke Aceh, Dinasty ini diduga merupakan Dinasty terakhir dimana Islam mulai mempengaruhi kerajaan Linge yang diyakini merupakan Kerajaan yang memeluk Kepercayaan Anismisme sebelumnya. Dinasty terakhir ini dikabarkan memiliki empat orang anak yang tua bernama
πDatu Beru seorang wanita,
πputra kedua bernama, Muriah Sibayak Lingga,
πputra ketiga Sibayak Muriah Johan, dan
πyang bungsu Muriah Lingga.
Diceritakan dalam riwayat oleh salah seorang sesepuh bermarga Sinulingga saat acara geriten Tugu Sibayak Lingga Raje Senina, menjelang keruntuhan Dinasty Kerajaan Linge Selain masuknya agama islam di kerajaan itu, ada perbedaan prinsip antara raja Linge dan putra putrinya, sasalah satunya Raja Linge sangat menyayangi anak bungsunya Sibayak Muriah Lingga, dibandingkan dengan ketiga saudaranya yang lain.
Masalah perbedaan dari prinsip inilah membuat putra keduanya Muriah Sibayak Lingga, memohon ijin kepada Ayahandanya untuk pergi meninggalkan kerajaannya, tujuannya kekerjaan yang ada di Karo, karena disebutkan ada saudaranya yang lain (masyarakat Desa Bintang Meriah menyebutnya “Malim”) yang saat itu telah menjadi penguasa di Uruk Ndaholi Bintang Muriah atau Bintang Meriah, Raja Linge memberikan ijin dan sebagai pertanda bahwa dirinya adalah putra mahkota Kerjaan Linge, Raja Linge memberikan Bawar (sejenis pertanda atau simbol), agar nantinya Bawar itu dapat disampaikan pada saudaranya yang berada di Uruk Ndaholi Bintang Muriah, berbekal Bawar dan bendera Raja Linge inilah Muriah Sibayak Lingga, berangkat menuju Tanah Karo, namun ada versi lain menyebutkan Muriah Sibayak Lingga tidak dapat disunat untuk masuk Islam, karena kekebalannya, sehingga melarikan diri ke Karo (dalam bahasa Gayo π Karo atau Ngaro berarti dikejar atau diburu).
Di Uruk Ndaholi Bintang Muriah (meriah) Muriah Sibayak Lingga (sibayak lingga) menemui suadaranya yang dipanggil “Malim” Malim sendiri merupakan seorang penguasa yang sakti dan memiliki kemampuan serta Ilmu yang sangat tinggi, namun Malim sendiri tidak menikah selama hidupnya, sumber menyebutkan Malim sebagai penguasa dan Imam serta orang yang sakti berpantang untuk menikah atau kawin.
Kedatangan Sibayak Lingga di uruk Ndaholi Bintang Muriah sangat diterima dengan senang hati oleh Malim dan menjadi salah seorang Panglimanya dikerajaan Bintang Muriah, Mangkatnya Malim posisi Kekuasaan kendalikan oleh Sibayak Lingga, untuk memperbesar pengaruh serta keturunanya di Tanah Karo, Sibayak Lingga Raja Senina melakukan politik poligami dengan mempersunting tiga perempuan penduduk dari kerajaan karo yang lain, yakni Beru Ginting,Tarigan dan Sembiring.
Dari ketiga istrinya inilah Sibayak Lingga menurunkan keturunan bermarga Sinulingga, hubungan dengan kerajaan lainnya cukup harmonis sebab, Sibayak Lingga telah menjadi anak beru dari ketiga suku Karo yang bermarga Ginting, Tarigan dan Sembiring, dari keturunan tiga istri dari Sibayak Lingga ini, menjadikan Sinulingga bagian dari suku Karo yang berasal dari Gayo. bahkan keturunan Raja Senina yang menjadi Raja di Kerajaan Bintang Meriah dengan Istananya disebut Rumah delapan ruang, merupakan ujung tombak dalam melawan penjajahan belanda di Tanah Karo, bahkan dalam perang perebutan kemerdekaan Aman Dimot juga dari Gayo, ikut bergabung dalam pasukan Halilintar, Aman Dimot sangat ditakuti Belanda karena sangat kebal, dan akhirnya saat aman Dimot Tertangkap oleh Belanda, Mulut Aman Dimot dijejali Belanda dengan Granat,sehingga aman Dimot meninggal dunia, pusara aman Dimot saat ini ada di makam Pahlawan Kaban jahe.
Terbukanya Mistery Sibayak Lingga Raja senina, akhirnya membuka mata seluruh masayarakat Gayo bahwa mereka masih ada hubungan persaudaraan dengan Merga Sinulingga, maupun merga lainnya seperti Ginting, Tarigan dan Sembiring, yang merupakan istri dari Raja Senina.
“Ini tentunya merupakan sebuah mistery, banyak informasi yang selama ini tidak jelas dalam fakta sejarah, hari ini semua sudah terungkap, tentunya perlu dikaji ulang semua fakta sejarah ini, dengan melibatkan para ahli sejarah agar semua hubungan semasa kerajaan Linge berkuasa, dapat terungkap ke permukaan, siapa yang salah dalam hal ini, apakah salah pemerintah, salah ahli sejerah, atau salah kita semua, selaku masyarakat Gayo khususnya Gayo Lues, kami sangat mengharapkan hubungan ini dapat dijaga, karena kita bersaudara, kami mengundang keturunan Sibayak Lingga Raja senina yang ada di Tanah Karo ini, untuk berkunjung ke Gayo, yang merupakan tanah asal leluhur Sibayak Lingga, kalau dapat nantinya kita adakan acara pertemuan di Linge sebagai bekas kerajaan Linge dahulu” ujar Ibnu Hasim Bupati Gayo Lues saat menyampaikan pidatonya di hadapan seluruh keturunan Sibayak Lingga.dan tari saman sebagai seni tari Gayo ditampailkan dalam acara pertemuan di Balairung desa Bintang Meriah.
Diceritakan dalam riwayat oleh salah seorang sesepuh bermarga Sinulingga saat acara geriten Tugu Sibayak Lingga Raje Senina, menjelang keruntuhan Dinasty Kerajaan Linge Selain masuknya agama islam di kerajaan itu, ada perbedaan prinsip antara raja Linge dan putra putrinya, sasalah satunya Raja Linge sangat menyayangi anak bungsunya Sibayak Muriah Lingga, dibandingkan dengan ketiga saudaranya yang lain.
Masalah perbedaan dari prinsip inilah membuat putra keduanya Muriah Sibayak Lingga, memohon ijin kepada Ayahandanya untuk pergi meninggalkan kerajaannya, tujuannya kekerjaan yang ada di Karo, karena disebutkan ada saudaranya yang lain (masyarakat Desa Bintang Meriah menyebutnya “Malim”) yang saat itu telah menjadi penguasa di Uruk Ndaholi Bintang Muriah atau Bintang Meriah, Raja Linge memberikan ijin dan sebagai pertanda bahwa dirinya adalah putra mahkota Kerjaan Linge, Raja Linge memberikan Bawar (sejenis pertanda atau simbol), agar nantinya Bawar itu dapat disampaikan pada saudaranya yang berada di Uruk Ndaholi Bintang Muriah, berbekal Bawar dan bendera Raja Linge inilah Muriah Sibayak Lingga, berangkat menuju Tanah Karo, namun ada versi lain menyebutkan Muriah Sibayak Lingga tidak dapat disunat untuk masuk Islam, karena kekebalannya, sehingga melarikan diri ke Karo (dalam bahasa Gayo π Karo atau Ngaro berarti dikejar atau diburu).
Di Uruk Ndaholi Bintang Muriah (meriah) Muriah Sibayak Lingga (sibayak lingga) menemui suadaranya yang dipanggil “Malim” Malim sendiri merupakan seorang penguasa yang sakti dan memiliki kemampuan serta Ilmu yang sangat tinggi, namun Malim sendiri tidak menikah selama hidupnya, sumber menyebutkan Malim sebagai penguasa dan Imam serta orang yang sakti berpantang untuk menikah atau kawin.
Kedatangan Sibayak Lingga di uruk Ndaholi Bintang Muriah sangat diterima dengan senang hati oleh Malim dan menjadi salah seorang Panglimanya dikerajaan Bintang Muriah, Mangkatnya Malim posisi Kekuasaan kendalikan oleh Sibayak Lingga, untuk memperbesar pengaruh serta keturunanya di Tanah Karo, Sibayak Lingga Raja Senina melakukan politik poligami dengan mempersunting tiga perempuan penduduk dari kerajaan karo yang lain, yakni Beru Ginting,Tarigan dan Sembiring.
Dari ketiga istrinya inilah Sibayak Lingga menurunkan keturunan bermarga Sinulingga, hubungan dengan kerajaan lainnya cukup harmonis sebab, Sibayak Lingga telah menjadi anak beru dari ketiga suku Karo yang bermarga Ginting, Tarigan dan Sembiring, dari keturunan tiga istri dari Sibayak Lingga ini, menjadikan Sinulingga bagian dari suku Karo yang berasal dari Gayo. bahkan keturunan Raja Senina yang menjadi Raja di Kerajaan Bintang Meriah dengan Istananya disebut Rumah delapan ruang, merupakan ujung tombak dalam melawan penjajahan belanda di Tanah Karo, bahkan dalam perang perebutan kemerdekaan Aman Dimot juga dari Gayo, ikut bergabung dalam pasukan Halilintar, Aman Dimot sangat ditakuti Belanda karena sangat kebal, dan akhirnya saat aman Dimot Tertangkap oleh Belanda, Mulut Aman Dimot dijejali Belanda dengan Granat,sehingga aman Dimot meninggal dunia, pusara aman Dimot saat ini ada di makam Pahlawan Kaban jahe.
Terbukanya Mistery Sibayak Lingga Raja senina, akhirnya membuka mata seluruh masayarakat Gayo bahwa mereka masih ada hubungan persaudaraan dengan Merga Sinulingga, maupun merga lainnya seperti Ginting, Tarigan dan Sembiring, yang merupakan istri dari Raja Senina.
“Ini tentunya merupakan sebuah mistery, banyak informasi yang selama ini tidak jelas dalam fakta sejarah, hari ini semua sudah terungkap, tentunya perlu dikaji ulang semua fakta sejarah ini, dengan melibatkan para ahli sejarah agar semua hubungan semasa kerajaan Linge berkuasa, dapat terungkap ke permukaan, siapa yang salah dalam hal ini, apakah salah pemerintah, salah ahli sejerah, atau salah kita semua, selaku masyarakat Gayo khususnya Gayo Lues, kami sangat mengharapkan hubungan ini dapat dijaga, karena kita bersaudara, kami mengundang keturunan Sibayak Lingga Raja senina yang ada di Tanah Karo ini, untuk berkunjung ke Gayo, yang merupakan tanah asal leluhur Sibayak Lingga, kalau dapat nantinya kita adakan acara pertemuan di Linge sebagai bekas kerajaan Linge dahulu” ujar Ibnu Hasim Bupati Gayo Lues saat menyampaikan pidatonya di hadapan seluruh keturunan Sibayak Lingga.dan tari saman sebagai seni tari Gayo ditampailkan dalam acara pertemuan di Balairung desa Bintang Meriah.
(azhari Lubis/alabaspos.com)