Kerajaan Haru Setelah Runtuh
Foto : Portal Berita Karo |
Mari Kita Telusuri secara singkat. Para Tetua-tetua Suku Karo mengatakan bahwa asal muasal kata karo berasal dari Haru. Apa itu Haru? Haru adalah Kerajaan Terbesar di Pulau Sumatera yang mana pusat kerajaannya berada di Sumatera Utara dan sebuah Kerajaan yang ditakuti & disegani & tidak bisa ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit ( kerajaan yang berpusat di jawadwipa/pulau jawa yang Patihnya adalah Gajah Mada dengan Sumpah Palapa yaitu tidak akan memakan buah Palapa sebelum menyatukan Nusantara).
Kerajaan Haru satu bagian berada di daratan Karo (lingkupnya berada di kota binjei (bahasa karonya ben jee), Kab. Langkat (bahasa karonya La iangkat, sebuah kerajaan yang legalitasnya tidak resmi dan tidak diakui oleh kesultanan deli), Kab.Deli Serdang, Kab.Serdang Bedagai, Kota Medan, Kab.Karo, Kab. Pak-pak Bharat, Kab.Dairi, Kab.Simalungun) dan satu bagian berada di daratan Aceh (orang karo sebut Atjih atau istilah indonesianya bersin).
Berdasarkan penelitian arkeologi yang berasal dari India dan dari hasil penelitiannya mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya sebenarnya adalah bagian dari Haru/Karo yang prasastinya berada di kab.karo).
Berdasarkan keturunan raja dan bangsawan kerajaan siak lingga yang mana lokasi kerajaannya berada di kepuluan riau yang berbatasan dekat negara Singapura (dulu namanya temasek yang merupakan tanah kerajaan yang dibentuk oleh dari garis keturunan Sriwijaya) adalah merupakan bagian dari kerajaan haru yang mana rajanya merupakan dari garis keturunan Raja/Sibayak Lingga (klan karo-karo si 4 kuru)
Berdasarkan DNA (ilmu genetika yang keabsahannya diakui oleh PBB) Suku Karo sudah mendiami Pulau Sumatera sejak 8.300 tahun lampau dan jauh sebelum Raja-raja Batak datang ke Pulau Sumatera dari sabang sampai lampung (berdasarkan genetika DNA ini mengartikan Suku Karo bukan suku batak dan bukan juga sub suku batak). Ingin Tahu detailnya?
Mari kita telusuri tentang Kerajaan Haru & Bagaimana Kerajaan Haru itu sebenarnya yang dirangkum dari berbagai sumber.
Sebuah kerajaan yang pernah bangkit menjadi kerajaan besar, tetapi terlupakan di dalam Sejarah Negara Indonesia (NKRI) adalah Kerajaan Haru/Aru, yang berpusat di Sumatera Utara. Sementara berbagai sumber tulisan dari Eropa, Cina, Aceh, Melayu, dan lainnya menyebutkan tentang keberadaan kerajaan ini.
1. Masa Kerajaan Haru Berdiri
Kerajaan Haru muncul dalam kronik Cina pada masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kubilai Khan menuntut tunduknya Haru kepada Cina pada tahun 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti dari Haru pada tahun 1295 (Wikipedia). Kerajaan Haru telah eksis pada abad ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah sampai ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan (T.L. Sinar, 1976 dan McKinnon dalam Kompas, 24 April 2008).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Kerajaan Haru merupakan sebuah kerajaan yang disebutkan di dalam kitab Negara Kertagama dan Pararaton (1336). Dalam pupuh ke-13 bait ke-1 dari Negara Kertagama (1365) diuraikan bahwa Haru berada di bawah kekuasaan Majapahit. Munculnya utusan-utusan dari Kerajaan Haru di istana Kaisar Cina dan kunjungan Laksamana Cheng Ho sebagaimana ditulis oleh Ma Huan di dalam laporannya pada tahun 1416 dan 1436 membuktikan keberadaan kerajaan Haru. Pada abad ke-15, Sejarah Dinasti Ming menyebutkan bahwa "Su-lu-tang Husin", penguasa Haru, mengirimkan upeti kepada Cina tahun 1411. Sumber dari Eropah seperti Tome Pires (1512-1515), Mendez Pinto (1539) dan Duarte Borbosa (1513-1515) ada juga melaporkan kerajaan Haru ini. Masih ada lagi sumber dari Aceh dan Melayu tentang Haru.
Dalam laporan Tome Pires, yaitu Suma Oriental, disebutkan bahwa kerajaan Haru merupakan kerajaan yang kuat, Penguasa Terbesar di Sumatera, yang memiliki wilayah kekuasaan luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal-kapal asing. Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Haru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu. Dalam Sulalatus Salatin, Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai (Wikipedia).
Gambaran daerah kekuasaan Kerajaan Haru ini ditemukan juga dalam: Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu, pada pertengahan abad ke-13 (Sinar, 2006:12). Sebagaimana dijelaskan dalam Sejarah Melayu bab ke-13 bahwa Kerajaan Haru telah menjadi kerajaan besar setaraf dengan Malaka dan Pasai pada abad ke-15. Pada periode tersebut, Haru menjadi kerajaan besar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka sebelum kedatangan Portugis. Oleh karena itu, dalam Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang dijelaskan bahwa Haru sempat berkali-kali menduduki Pasai dan menyerang Malaka (Azhari, 2010:2).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Pada abad ke-16 Haru merupakan salah satu kekuatan penting di Selat Malaka, selain Pasai. Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugal dengan bantuan Haru menyerbu Pasai pada tahun 1526. Catatan Portugis menyebutkan dua serangan Aceh pada tahun 1539 dan 1564 sempat mengalahkan Haru, tetapi kemudian Aceh dapat dikalahkan dengan bantuan Johor seperti dicatat dalam Hikayat Aceh dan sumber-sumber Eropa. Kemerdekaan Haru baru berakhir pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Dalam surat Iskandar Muda kepada Best (1613) dikatakan, bahwa Raja Haru telah ditangkap. Haru kemudian mendapatkan kemerdekaannya dari Aceh pada tahun 1669 dengan nama Kesultanan Deli. Hingga terjadi sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuklah Kesultanan Serdang pada tahun 1723 (Wikipedia).
2. Kerajaan Haru Setelah Runtuh
Kerajaan Haru berpusat di kota Rentang sebelumnya, tapi dengan adanya serangan Aceh kemudian pusat kerajaan berpindah ke Deli Tua yang memiliki benteng pertahanan. Perihal benteng ini dapat diperoleh dari catatan P.J. Vet dalam bukunya “Het Lanschap Deli op Sumatra” (1866-1867) maupun laporan John Anderson pada tahun 1823 bahwa di Deli Tua terdapat benteng tua berbatu yang tingginya mencapai 30 kaki dan sesuai untuk pertahanan. Benteng Putri Hijau ini terdapat di Namu Rambe dan berdasarkan survei yang dilakukan John Miksic (1979) luasnya adalah 150x60 m2 atau 360 Ha. Letaknya persis diantarai dua lembah yang di sebelah baratnya mengalir Lau Petani/Sungai Deli.
Mendez Pinto (1539) menceritakan tentang ibukota Haru serta kubu, benteng, sebuah meriam besar dan istana di dalam benteng. Kemudian hari ditemukan sebuah meriam bertulisan Arab dengan bunyi: ’Sanat… alamat Balun Haru’ yang ditemukan oleh kontrolir Cats de Raet pada tahun 1868 di Deli Tua (Lukman Sinar, 1991). Di tengah meriam tersebut terdapat tulisan buatan Portugis. Hal ini senada dengan laporan Pinto bahwa Haru memiliki sebuah meriam yang besar. Meriam inilah kemudian disebut dalam kisah Putri Hijau ditembakkan secara terus-menerus hingga terbagi dua.
Setelah diserang oleh Aceh di masa Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahar (1537-1571) pada 1564, maka tidak lagi ada berita tentang Haru. Serangan Aceh kedua ini adalah serangan terhebat hingga kerajaan Haru hancur dan hanya menyisakan benteng hingga kini. Hal ini senada dengan pendapat Mohammad Said (1980) bahwa peperangan yang terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1612-1619) tidaklah sehebat peperangan pada masa Sultan Al-Kahar (Damanik, 2008:1-5).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Selanjutnya Haru dikuasai Aceh yang dipimpin oleh panglima Gocah Pahlawan sebagai wali negeri Aceh di Haru, yakni kesultanan Deli. Panglima Gocah Pahlawan (asal India) dari Kerajaan Aceh kemudian menjadi Sultan Kerajaan Deli pertama yang berkuasa pada 1632-1653. Sementara itu, walaupun mengalami serangan hebat, menurut Zainal Arifin dalam buku “Subuh Kelabu di Bukit Kubu” (2002), diterbitkan oleh Dewan Kesenian Langkat, petinggi Haru itu tidak turut tewas. Ia melarikan diri ke Kota Rentang - Hamparan Perak, Deli Serdang dan mendirikan kerajaan baru dengan rajanya bernama Dewa Syahdan (1500-1580). Kerajaan inilah kemudian melahirkan Kerajaan Langkat dan keturunan terakhir dari Kerajaan Langkat ini adalah Tengku Amir Hamzah, seorang penyair besar yang tewas dalam revolusi berdarah pada tahun 1946 (www.lenteratimur.com).
Sebagai catatan akhir, bahwa belum ada mufakat mengenai siapa Kerajaan Haru itu. Masyarakat Karo, misalnya, menyebutkan bahwa Karo berasal dari kata “Haru”. Karena itu, masyarakat Haru merupakan masyarakat Karo yang didirikan oleh klan Kembaren. Dalam “Pustaka Kembaren” (1927), marga Kembaren disebut berasal dari Pagaruyung di Tanah Minangkabau. Akan tetapi, ada indikasi bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, seperti nama-nama pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga Karo. Haru memakai adat Melayu, dan pembesarnya ada menggunakan gelar-gelar Melayu seperti "Raja Pahlawan" dan "Sri Indera". Namun adopsi terhadap adat Melayu ini mungkin tidak sepenuhnya, dan unsur-unsur adat Karo masih ada (wikipedia).
Berkaitan dengan penguasa Haru, tidak dapat dipisahkan dengan peran lembaga Raja Berempat, yang menurut Peret (2010) telah ada sebelum pengaruh Aceh. Raja Urung di pesisir ini meliputi Urung Sunggal. Urung XII Kuta, Urung Sukapiring dan Urung Senembah, yang masing-masing berkaitan dengan Raja Urung di dataran tinggi (Karo), yakni Urung Telu Kuru (merga Karo-Karo), Urung XII Kuta (merga Karo-Karo), Urung Sukapiring (merga Karo-Karo) dan Urung VII Kuta (merga Barus). Dalam kesempatan berikut, Raja Berempat ini berperan dalam penentuan calon pengganti Sultan di Deli/Serdang, dengan menempakan Datuk Sunggal sebagai Ulun Janji (wikipedia).
Note:
Berdasarkan penelitian arkeologi yang berasal dari India dan dari hasil penelitiannya mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya sebenarnya adalah bagian dari Haru/Karo yang prasastinya berada di kab.karo).
Berdasarkan keturunan raja dan bangsawan kerajaan siak lingga yang mana lokasi kerajaannya berada di kepuluan riau yang berbatasan dekat negara Singapura (dulu namanya temasek yang merupakan tanah kerajaan yang dibentuk oleh dari garis keturunan Sriwijaya) adalah merupakan bagian dari kerajaan haru yang mana rajanya merupakan dari garis keturunan Raja/Sibayak Lingga (klan karo-karo si 4 kuru)
Berdasarkan DNA (ilmu genetika yang keabsahannya diakui oleh PBB) Suku Karo sudah mendiami Pulau Sumatera sejak 8.300 tahun lampau dan jauh sebelum Raja-raja Batak datang ke Pulau Sumatera dari sabang sampai lampung (berdasarkan genetika DNA ini mengartikan Suku Karo bukan suku batak dan bukan juga sub suku batak). Ingin Tahu detailnya?
Mari kita telusuri tentang Kerajaan Haru & Bagaimana Kerajaan Haru itu sebenarnya yang dirangkum dari berbagai sumber.
Sebuah kerajaan yang pernah bangkit menjadi kerajaan besar, tetapi terlupakan di dalam Sejarah Negara Indonesia (NKRI) adalah Kerajaan Haru/Aru, yang berpusat di Sumatera Utara. Sementara berbagai sumber tulisan dari Eropa, Cina, Aceh, Melayu, dan lainnya menyebutkan tentang keberadaan kerajaan ini.
1. Masa Kerajaan Haru Berdiri
Kerajaan Haru muncul dalam kronik Cina pada masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kubilai Khan menuntut tunduknya Haru kepada Cina pada tahun 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti dari Haru pada tahun 1295 (Wikipedia). Kerajaan Haru telah eksis pada abad ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah sampai ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan (T.L. Sinar, 1976 dan McKinnon dalam Kompas, 24 April 2008).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Kerajaan Haru merupakan sebuah kerajaan yang disebutkan di dalam kitab Negara Kertagama dan Pararaton (1336). Dalam pupuh ke-13 bait ke-1 dari Negara Kertagama (1365) diuraikan bahwa Haru berada di bawah kekuasaan Majapahit. Munculnya utusan-utusan dari Kerajaan Haru di istana Kaisar Cina dan kunjungan Laksamana Cheng Ho sebagaimana ditulis oleh Ma Huan di dalam laporannya pada tahun 1416 dan 1436 membuktikan keberadaan kerajaan Haru. Pada abad ke-15, Sejarah Dinasti Ming menyebutkan bahwa "Su-lu-tang Husin", penguasa Haru, mengirimkan upeti kepada Cina tahun 1411. Sumber dari Eropah seperti Tome Pires (1512-1515), Mendez Pinto (1539) dan Duarte Borbosa (1513-1515) ada juga melaporkan kerajaan Haru ini. Masih ada lagi sumber dari Aceh dan Melayu tentang Haru.
Dalam laporan Tome Pires, yaitu Suma Oriental, disebutkan bahwa kerajaan Haru merupakan kerajaan yang kuat, Penguasa Terbesar di Sumatera, yang memiliki wilayah kekuasaan luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal-kapal asing. Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Haru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu. Dalam Sulalatus Salatin, Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai (Wikipedia).
Gambaran daerah kekuasaan Kerajaan Haru ini ditemukan juga dalam: Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu, pada pertengahan abad ke-13 (Sinar, 2006:12). Sebagaimana dijelaskan dalam Sejarah Melayu bab ke-13 bahwa Kerajaan Haru telah menjadi kerajaan besar setaraf dengan Malaka dan Pasai pada abad ke-15. Pada periode tersebut, Haru menjadi kerajaan besar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka sebelum kedatangan Portugis. Oleh karena itu, dalam Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang dijelaskan bahwa Haru sempat berkali-kali menduduki Pasai dan menyerang Malaka (Azhari, 2010:2).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Pada abad ke-16 Haru merupakan salah satu kekuatan penting di Selat Malaka, selain Pasai. Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugal dengan bantuan Haru menyerbu Pasai pada tahun 1526. Catatan Portugis menyebutkan dua serangan Aceh pada tahun 1539 dan 1564 sempat mengalahkan Haru, tetapi kemudian Aceh dapat dikalahkan dengan bantuan Johor seperti dicatat dalam Hikayat Aceh dan sumber-sumber Eropa. Kemerdekaan Haru baru berakhir pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Dalam surat Iskandar Muda kepada Best (1613) dikatakan, bahwa Raja Haru telah ditangkap. Haru kemudian mendapatkan kemerdekaannya dari Aceh pada tahun 1669 dengan nama Kesultanan Deli. Hingga terjadi sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuklah Kesultanan Serdang pada tahun 1723 (Wikipedia).
2. Kerajaan Haru Setelah Runtuh
Kerajaan Haru berpusat di kota Rentang sebelumnya, tapi dengan adanya serangan Aceh kemudian pusat kerajaan berpindah ke Deli Tua yang memiliki benteng pertahanan. Perihal benteng ini dapat diperoleh dari catatan P.J. Vet dalam bukunya “Het Lanschap Deli op Sumatra” (1866-1867) maupun laporan John Anderson pada tahun 1823 bahwa di Deli Tua terdapat benteng tua berbatu yang tingginya mencapai 30 kaki dan sesuai untuk pertahanan. Benteng Putri Hijau ini terdapat di Namu Rambe dan berdasarkan survei yang dilakukan John Miksic (1979) luasnya adalah 150x60 m2 atau 360 Ha. Letaknya persis diantarai dua lembah yang di sebelah baratnya mengalir Lau Petani/Sungai Deli.
Mendez Pinto (1539) menceritakan tentang ibukota Haru serta kubu, benteng, sebuah meriam besar dan istana di dalam benteng. Kemudian hari ditemukan sebuah meriam bertulisan Arab dengan bunyi: ’Sanat… alamat Balun Haru’ yang ditemukan oleh kontrolir Cats de Raet pada tahun 1868 di Deli Tua (Lukman Sinar, 1991). Di tengah meriam tersebut terdapat tulisan buatan Portugis. Hal ini senada dengan laporan Pinto bahwa Haru memiliki sebuah meriam yang besar. Meriam inilah kemudian disebut dalam kisah Putri Hijau ditembakkan secara terus-menerus hingga terbagi dua.
Setelah diserang oleh Aceh di masa Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahar (1537-1571) pada 1564, maka tidak lagi ada berita tentang Haru. Serangan Aceh kedua ini adalah serangan terhebat hingga kerajaan Haru hancur dan hanya menyisakan benteng hingga kini. Hal ini senada dengan pendapat Mohammad Said (1980) bahwa peperangan yang terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1612-1619) tidaklah sehebat peperangan pada masa Sultan Al-Kahar (Damanik, 2008:1-5).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Selanjutnya Haru dikuasai Aceh yang dipimpin oleh panglima Gocah Pahlawan sebagai wali negeri Aceh di Haru, yakni kesultanan Deli. Panglima Gocah Pahlawan (asal India) dari Kerajaan Aceh kemudian menjadi Sultan Kerajaan Deli pertama yang berkuasa pada 1632-1653. Sementara itu, walaupun mengalami serangan hebat, menurut Zainal Arifin dalam buku “Subuh Kelabu di Bukit Kubu” (2002), diterbitkan oleh Dewan Kesenian Langkat, petinggi Haru itu tidak turut tewas. Ia melarikan diri ke Kota Rentang - Hamparan Perak, Deli Serdang dan mendirikan kerajaan baru dengan rajanya bernama Dewa Syahdan (1500-1580). Kerajaan inilah kemudian melahirkan Kerajaan Langkat dan keturunan terakhir dari Kerajaan Langkat ini adalah Tengku Amir Hamzah, seorang penyair besar yang tewas dalam revolusi berdarah pada tahun 1946 (www.lenteratimur.com).
Sebagai catatan akhir, bahwa belum ada mufakat mengenai siapa Kerajaan Haru itu. Masyarakat Karo, misalnya, menyebutkan bahwa Karo berasal dari kata “Haru”. Karena itu, masyarakat Haru merupakan masyarakat Karo yang didirikan oleh klan Kembaren. Dalam “Pustaka Kembaren” (1927), marga Kembaren disebut berasal dari Pagaruyung di Tanah Minangkabau. Akan tetapi, ada indikasi bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, seperti nama-nama pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga Karo. Haru memakai adat Melayu, dan pembesarnya ada menggunakan gelar-gelar Melayu seperti "Raja Pahlawan" dan "Sri Indera". Namun adopsi terhadap adat Melayu ini mungkin tidak sepenuhnya, dan unsur-unsur adat Karo masih ada (wikipedia).
Berkaitan dengan penguasa Haru, tidak dapat dipisahkan dengan peran lembaga Raja Berempat, yang menurut Peret (2010) telah ada sebelum pengaruh Aceh. Raja Urung di pesisir ini meliputi Urung Sunggal. Urung XII Kuta, Urung Sukapiring dan Urung Senembah, yang masing-masing berkaitan dengan Raja Urung di dataran tinggi (Karo), yakni Urung Telu Kuru (merga Karo-Karo), Urung XII Kuta (merga Karo-Karo), Urung Sukapiring (merga Karo-Karo) dan Urung VII Kuta (merga Barus). Dalam kesempatan berikut, Raja Berempat ini berperan dalam penentuan calon pengganti Sultan di Deli/Serdang, dengan menempakan Datuk Sunggal sebagai Ulun Janji (wikipedia).
Note:
1. Raja berempat itu adalah: Sibayak Lingga (merga Sinulingga/klan karo-karo si 4 kuru yaitu: Sinulingga, Surbakti, Kacaribu & Kaban), Sibayak Suka (merga ginting/klan siwah sada ginting), Sibayak Sarinembah & Sibayak Juhar. Raja Berempat dikomandani/raja diraja oleh Sibayak Lingga (klan karo-karo si 4 kuru).
2. Sejarah detail kerajaan haru ada di suku karo (diraja berempat),
3. Melayu adalah sub marga dari marga perangin-angin di suku karo) jadi bangsa Melayu sebenarnya merupakan bagian dari Suku Karo.
Oleh : Edward Simanungkalit
Oleh : Edward Simanungkalit