NARSAR PURBA Alias PA KANTUR - Pecatur Dunia dan Tokoh Gerakan Keaslian Budaya Karo
Portret van de Karo schaker, Si Narsar Vervaardigingsjaar : 14/07/1920 Tekenaar : H.F van Lent-Gort |
Tokoh di gambar ini sedang hangat dibicarakan di dua grup facebook. Satu di grup Karo dan satu lainnya di Indonesian Overseas History II dengan keterangan foto seperti di bawah ini:
Portret van de Karo schaker, Si Narsar
Vervaardigingsjaar : 14/07/1920
Tekenaar : H.F van Lent-Gort
Potret seorang pemain catur dari tanah Karo,"Narsar" (Karokaro?), beliau pemain catur terkenal pada masa nya, oleh orang Belanda disebut Capablanca dari tanah Karo π dilukis pada tahun 1920, karya pelukis H.F van Lent-Gort/HenriΓ«tte Johanna Lent-Gort (Geheugenvannederland).
Mengenai kiprah pria ini di dalam pertandingan catur tingkat nasional dan internasional lebih lengkap terdokumentasi dengan bagus di website Karo Siadi.
Tapi ada sisi lain yang tak kalah pentingnya dari tokoh yang satu ini. Dia bernama Narsar Purba alias Pa Kantur. Dia disebut Pa Kantur karena anaknya paling tua bernama Kantur.
Nama itu diberikannya karena dia bekerja sebagai opsir Belanda (polisi) yang saat itu tempatnya bekerja disebut Kantur (kantor atau office).
Dia punya julukan terkait dengan pekerjaannya sebagai polisi, yaitu Si Keret Cuping atau Si Potong Kuping. Dia tidak segan-segan langsung memotong telinga penjahat yang ditangkapnya. Memang dia adalah seorang jagoan atau petarung.
Satu sisi lain yang teramat penting bagi Sejarah Karo adalah bahwa dia seorang Dukun Besar (Guru Mbelin) yang telah banyak menyembuhkan orang-orang yang menderita penyakit jiwa (kegilaan).
Ini terutama sekali terjadi setelah Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1963 yang diserukan oleh Presiden Soekarno. Banyak pedagang sayur perempuan yang kemudian menjadi gila akibat konfrontasi itu karena berhentinya ekspor sayur mayur π ke Penang dan Singapura.
Berastagi telah menjadi pusat perekonomian Dataran Tinggi Karo sejak Belanda mengembangkan berbagai jenis tanaman sayur di Kuta Gadung (Raya).
Tuan Botje yang lulusan sebuah Sekolah Pertanian dari Wageningen (Belanda) melakukan percobaan menanam kentang (sehingga tempat itu disebut Kuta Gadung) dan kemudian berkembang ke berbagai jenis sayuran lain (buncis, kol, arcis, bunga kol, dan lain sebagainya).
Dalam sebuah tulisannya, Tuan Botje takjub melihat orang-orang Karo yang awalnya "mengintip" dari kejauhan tapi kemudian bisa membudidayakan berbagai jenis sayuran dari Eropah yang dicobakan oleh Tuan Botje di Kuta Gadung.
Hingga terjadi over production. Tujuan awal dari Belanda adalah untuk menyediakan sayur mayur dan kentang untuk konsumsi perkebunan asing di Sumatera Timur.
Akibat hebatnya orang-orang Karo bertani, terjadi over production. Untuk mengatasi masalahnya, Belanda bekerjasama dengan Inggris menerobos ekspor sayur mayur dari Berastagi ke Penang dan Singapura.
Berastagi pun berkembang menjadi kota perdagangan sayur selain kota wisata kelas utama. Bisa juga baca novel Lulofs Berpacu Peluh di Kebun Karet yang diterjemahkan dari Rubber mengenai Bandar Baru dan Gundaling sebagai dua tempat wisata para pegawai perkebunan.
π’ Bandar Baru adalah π tempat cuti para pegawai menengah perkebunan, sementara -
π’ Gundaling π tempat cuti para pegawai kelas atas perkebunan.
Pada masa jayanya di tahun 1950an hingga 1963 itu, telah banyak para perempuan Karo yang menjadi pedagang sayur mayur. Terutama para ibu muda. Verkoper yang biasa diucapkan di Berastagi perkoper adalah dari Bahasa Belanda yang menjualkan hasil panen petani ke para pedagang dari Medan ataupun eskportir.
Pada saat Konrontasi dengan Malaysia itu, perdagangan sayur mayur menjadi hancur total. Banyak perempuan menjadi gila dengan berlari bugil di jalanan.
Salah satu diantaranya adalah kisah seorang ibu ini. Saat kami wawancarainya dia tinggal di Gg. Dipanegara, Padangbulan (Medan). Bekerja sehari-hari sebagai pedagang sayur di Jl. Sutomo (Medan), pusat perdagangan sayur mayur Kota Medan saat itu (1980an).
Dia juga adalah seorang dukun (guru) yang bisa menyembuhkan penderita berbagai penyakit secara tradisional.
Ini kisahnya. Setelah Konfrontasi Indonesia-Malaysia, dia harus tinggal di kampung suaminya bersama mertuanya. Hingga suatu saat, orang-orang di rumah adat tempatnya tinggal menangkap dirinya yang hendak menggoreng bayinya di kuali. Tak berapa lama, diapun menghilang.
Setelah menabuh gong sambil memanggil namanya, dia terbangun dan mendapatkan dirinya berada di sebuah kandang ayam. Padahal sebelumnya dia merasa dibawa menungang kuda oleh Raja Umang mendaki Gunung Sibayak.
Singkat cerita, dia kemudian disembuhkan oleh Pa Kantur melalui sebuah ritual Petampeken Jenujung, dengan mana dia juga menjadi seorang dukun baru.
Dari penelitian kami, kami temukan sekitar 100 dukun perempuan di Medan yang mengaku Tinambaren Pa Kantur. Kami temukan juga sekitar 50 dukun perempuan di sekitar Berastagi yang mengaku bekas pasien (tinambaren) Pa Kantur.
Kiranya banyak sekali penderita gangguan jiwa yang disembuhkan oleh Pa Kantur yang sebagian besar adalah pedagang sayur mayur di Berastagi.
Ada 3 cara penyembuhan gangguan jiwa di kalangan dukun Karo:
π’ 1. Memisah penyebab (terutama roh atau keramat) dengan penderita dengan menyerang penyebab untuk memisahkan mereka
π’ 2. Mendamaikan penyebab dengan penderita tanpa menyerang penyebab
π’ 3. Mengawinkan penyebab dengan penderita melalui ritual Petampeken Jenujung.
π’ 2. Mendamaikan penyebab dengan penderita tanpa menyerang penyebab
π’ 3. Mengawinkan penyebab dengan penderita melalui ritual Petampeken Jenujung.
Menurut analisis saya, Pa Kantur memilih cara ke tiga atas adanya maksud memperbanyak orang Karo menjadi dukun sehingga kebutuhan terhadap ritual-ritual tradisional semakin meningkat. Itulah inti dari argumen saya bahwa Pa Kantur adalah tokoh Gerakan Keaslian Budaya (Nativistic Movement).
Hingga terjadi Peristiwa G30S 1965 saat mana menurut orang-orang Karo di Berastagi saat itu terjadi saling bunuh antara sesama orang Karo. Tak lama kemudian terjadi banjir pula di Kuta Keling yang menewaskan 11 warga kampung itu.
"Bagaimana Dataran Tinggi Karo bisa mengalami banjir? Ini kan tidak wajar," kata mereka mencoba meyakinkan kami tentang adanya tanda-tanda jaman yang disampaikan oleh para leluhur Karo.
Lalu, di Tahun 1966 itu juga, DGI (Dewan Gereja-gereja Indonesia) yang sekarang bernama PGI (Persatuan Gereja-gereja Indonesia) mengadakan kampanye besar-besaran di Kuala (Kabupaten Langkat), Kuala (Kabupaten Karo), dan Kabanjahe (Kabupaten Karo). Mereka memanggil orang-orang Karo menjadi Kristen agar tidak dituduh simpatisan PKI.
Pada saat itu, baru 11,7% orang Karo yang menganut agama (Protestan, Katolik, dan Islam). Selebihnya tidak beragama atau mengaku Perbegu yang sejak Tahun 1943 mendeklarasikan diri Pemena (bukan lagi Perbegu).
Pada tahun 1967, atas desakan para dukun Karo yang tinambaren Pa Kantur, para tokoh Partai Murba, partai yang saat itu sudah dibekukan oleh Rezim Orde Baru, menggerakkan acara Erpangir ke Lau Debuk-debuk (Doulu). Acara ini digabungkan dengan peresmian Jamburta Ras Berastagi.
Meniru cara kampanye DGI, sekembalinya dari Lau Debuk-debuk dengan angkutas bus (didukung oleh perusahaan bus Sigantang Sira), para peserta erpanbir turun di pangkal Jl. Veteran (Berastagi) dan berpawai menuju Jamburta Ras. Mereka dipersatukan oleh sehelai benang.
Setibanya di Jamburta Ras, mereka disambut gendang sarunei (penarune Pa Sanggup Ginting dari Lingga). Seorang dukun besar asal Tanjung, Pa Tanjung, menyambut mereka satu per satu. Dia menangkap lengan mereka yang baru tiba dan diarahkannya untuk meraba pasak (tekang) jambur.
Setelah meraba tekang jambur, satu per satu peserta mengalami kesurupan. Pemusik pun mengalihkan lagu ke Peselukken hingga terjadi Upacara Kesurupan (Seluk) (Trance Ritual).
Peserta utama acara itu adalah gabungan Perodak-odak Rumah Berastagi dan Perodak-odak Peceren.
Tapi berjubel peserta yang datang dari π Bahorok, Tanjung Langkat, Kuala (semuanya Kabupaten Langkat), Medan, Pancurbatu, Delitua, Sibiru-biru, Lubuk Pakam, Sibolangit, Sunggal, Kutalimbaru (semuanya Deliserdang), kampung-kampung di Silima Kuta dan Doloksilau, Pematang siantar (Kabupaten Simalungun), Taneh Pinem, Tiga Lingga (Kabupaten Dairi), Kutacane, Lawe Diski (Kabupaten Acegh Tenggara), dan kampung-kampung di Kabupaten Karo.
Saat itu juga diresmikan organisasi mereka bernama Balai Pustaka Adat Merga Silima. Dihadiri dan diresmikan oleh Bupati Karo yang saat itu marga Siregar (Mandailing) (Lupa namanya).
Ada 5 tahun berturut-turut mereka melakukan ritual yang sama. Hingga akhirnya terjadi perpecahan di dalam organisasi.
Pengurus organisasi itu adalah Pa Raja Bale Ginting (Ketua), Adatha Bukit (Sekretaris), dan Kantur Purba (Bendahara) (putra Pa Kantur). Mereka semuanya adalah tokoh Partai Murba.
Pada Pemilu 1971, Pa Raja Bale mengikuti jejak Ketua Partai Murba (Adam Malik) dengan masuk Golkar dan masuk Islam. Adam malik sendiri saat itu naik haji. Adata Bukit dan Pa Kantur kemudian menggerakkan agama Hindu yang ujungnya pada Tahun 1985 diresmikan Parisada Hindu Dharma Karo (PHDK) bersamaan dengan peresmian Candi Hindu bergaya arsitektur Besakih (Bali) di Desa Tanjung (Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo).
Di tahun 1960an itu, lupa tahun pastinya, terpilihlah Prof. Dr. Max Euwe sebagai ketua Persatuan Catur Dunia (FIDE). Euwe adalah guru besar Matematika di Universitas Tilburg (Belanda). Orang-orang di Berastagi teringat nama ini sebagai Juara Dunia Catur sebelum Boris Spasky.
Sebelum menjadi Juara Dunia, pernah berlangsung pertandingan catur antara π Pa Kantur dengan Max Euwe yang berakhir remis (tahun 1940an). Setelah Max Euwe menjadi Juara Dunia dan nantinya Presiden FIDE pula di samping guru besar Matematika, orang-orang mensetarakan tidak hanya Pa Kantur tapi orang-orang Karo dengan para jenius dunia.
Ketika di warung kopi orang-orang bertanya padanya "di mana letak kekuatannya sehingga bisa mengalahkan banyak pecatur kelas dunia", Pa Kantur menunjuk ke puncak Gunung Sibayak.
"Nini Beru Kertah Ernala," jawabnya enteng.π
Itu pulalah jiwa para tokoh Nativistic Movement meyakinkan orang-orang Karo bahwa Agama Karo, bernama Merga Silima, tidak kalah dari agama-agama manapun di dunia. Lihat saja seorang Pa Kantur Purba yang jenujungnya Beru Kertah Ernala bisa mengimbangi para pecatur kelas dunia. Padahal dia tidak pernah ke sekolah sama sekali.
Pa Kantur atau Narsar Purba adalah tokoh kharismatik yang mempertebal kepercayaan diri bagi para korban diskriminasi kaum beragama di masa itu yang menuduh tradisionalisme sebagai sebuah ketololan atau ketinggalan jaman. Bahkan mereka dituduh simpatisan PKI alias pendukung Gerakan 30 September 1965.
Dia adalah SIMBOL KINIKARON.
Oleh : Juara R Ginting