Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sultan Deli Pertama Keturunan India Beristerikan Beru Surbakti

karo gaul
Anak -anak Suku Karo

Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan, bergelar Laksamana Khoja Bintan, adalah seorang tokoh pendiri Kesultanan Deli (atau Medan sekarang) dan Kesultanan Serdang di Sumatra Utara.

Menurut kisah (hikayat) dari Deli dan Serdang, Gocah Pahlawan adalah seorang keturunan bangsa Keling (India), yang dikirimkan oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 untuk memerintah di daerah bekas Kerajaan Aru ( Karo ). Ia diangkat sebagai panglima perwakilan (wali negara) dari Kesultanan Aceh Darussalam di daerah tersebut, untuk melawan pengaruh dari bangsa Portugis dan menjalin persekutuan dengan penduduk setempat, yang umumnya adalah suku Karo. Sumber Deli menyebutkan Gocah Pahlawan berasal dari India dengan nama asli Muhammad Delikhan

Sebelum Gocah Pahlawan pergi ke Deli, ia terlebih dahulu terdampar di Pasai, Aceh. Ia lalu membuat jasa kepada Kesultanan Aceh Darussalam dalam peperangan di Bengkulu, Johor, dan Pahang. Ia bahkan disebutkan berhasil menawan dua puteri raja Pahang, yaitu Puteri Kamariah dan Puteri Khairul Bariah.

Gocah Pahlawan menikah dengan adik datuk Sunggal, Datuk Baiduzzaman Surbakti (Datuk Hitam Surbakti), yaitu salah seorang raja urung (Karo: penguasa daerah) yang terkuat di daerah tersebut, serta bersekutu pula dengan tiga raja urung Karo lainnya. Adik datuk Sunggal tersebut bernama Puteri Nang Bulan (Baluan) beru Surbakti, dan pernikahan mereka dilakukan pada sekitar tahun 1632.

Datuk Baiduzzaman Surbakti ( Datuk Hitam Surbakti ) Raja Sunggal

Para raja urung Karo yang telah masuk Islam dan menerima pengaruh budaya Melayu tersebut, kemudian menganggapnya sebagai pemimpin tertinggi (primus inter pares) untuk kawasan tersebut. Kerajaan awal pimpinan Gocah Pahlawan disebut dengan nama Kerajaan Bintan. Wilayahnya sejak dari batas Tamiang sampai Sungai Rokan Pasir Ayam Denak. Dengan bantuan para raja urung Karo, ia memantapkan kekuasaannya di Percut dan wilayah lainnya di Deli. ( Wikipedia )

Gocah Pahlawan diperkirakan wafat tahun 1641, makamnya terdapat di Batu Jerguk, Deli Tua. Kekuasaannya lalu diteruskan oleh anaknya, Tuanku Panglima Pa Runggit .

Makam Tuanku Gocah Pahlawan di Batu Jerguk

RAJA-RAJA KESULTANAN DELI

1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632–1669)
2. Tuanku Panglima Pa Runggit (1669–1698)
3. Tuanku Panglima Pa Derap (1698–1728)
4. Tuanku Panglima Pa Sutan (1728–1761)
5. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761–1805)
6. Sultan Amaluddin Mangendar (1805–1850)
7. Sultan Osman Perkasa Alam Shah (1850–1858)
8. Sultan Mahmud Al Rashid Perkasa Alamsyah (1858–1873)
9. Sultan Ma’mun Al Rashid Perkasa Alamyah (1873–1924)
10. Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah (1924–1945)
11. Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah (1945–1967)
12. Sultan Azmy Perkasa Alam Alhaj (1967–1998)
13. Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam (1998 – 2005)
14. Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam (2005-sekarang)

Sultan Deli menurut Catatan John Anderson dalam Mission to East Coast (1823) mempunyai Istana setelah Labuhan sebagai Pelabuhan, yakni di Kampung Alei atau Ilir, yang disebutnya sebagai kampong besar yang Cantik dengan rumah yang berbaris di tepi sungai, Medan ke Labuhan berjarak sekitar 20km dari pusat Kota Medan (Kantor Pos lapangan Merdeka medan). Labuhan berada diantara teluk-teluk atau anak sungai di pesisi timur Sumatera Utara.

Mariam Puntung di Istana Maimun

”Rumah Karo” Mariam Puntung di Istana Maimun

Pieter Johannes Veth (1814-1895) seorang profesor geologi dan etnografi Belanda memberikan gambaran tentang ” Geriten ” : Di sebuah samping pintu gerbang yang berfungsi sebagai jalan masuk, terdapat bangunan rumah mayat orang Karo yang berdiri di atas empat tiang yang rendah, beratap ijuk dengan hiasan-hiasan warna khas Karo.

Rumah mayat ini dibangun oleh kepala suku Karo sebagai tanda pengakuan terhadap wewenang sultan, sehingga jika ada seorang sultan yang meninggal mereka akan membangun rumah itu sesuai dengan tradisi dalam kepercayaan mereka walaupun mayat sultan tidak ditempatkan di situ”,

“Geriten” itu seperti dipolitisasi, karena ditulis sebagai tanda pengakuan Sultan. “Geriten” ini sebenarnya menjadi penanda penting bahwa Sultan Deli I adalah seorang Karo dan berbudaya Karo, dan mengenai Agamanya Sultan Deli disebut beragama Islam mengingat leluhurnya Muhammad Dalik atau Gocah Pahlawan dalam Legenda itu dan belum ada ditemukan referensi lain untuk menolaknya.

Geriten itu juga tetap di Bangun oleh Sultan Deli selanjutnya semasa memindahkan Istananya dari Labuhan ke Istanan Maimun Medan hingga hari ini.

”Geriten Karo” di Kota Medan Tempo doloe

Dalam tradisi Melayu (dan Islam) hal ini tidaklah lumrah, sehingga bisa dikatakan bahwa Sultan Deli adalah seorang Muslim yang masih mempertahankan adat-istiadatnya leluhurnya.

Sementara posisi Labuhan sendiri adalah sebagai salah satu pintu masuk ke daerah pedalaman Sumatera Utara, hingga tak heran bahwa Sultan Deli dicatat sebagai salah satu tokoh dalam perdagangan Lada dan bahan lainnya dari pedalaman ke perdagangan Internasional dari selat Malaka.

Dari posisinya pun kampung yang umum dijumpai saat dulu adalah juga berperan dalam seni pertahanan dan kekerabatan Adat, dimana Menantu (Karo = Anak Beru ) akan ditempatkan pada posisi melindungi/menjaga Mertuanya (Karo: Kalimbubu), membuat sebuah hipotesa bahwa jikalaupun Sultan Deli I adalah pendatang, maka hal yang memungkinkan dirinya mendapatkan hak tanah secara Adat Karo adalah 2 kemungkinan yakni:

Pecahan Meriam Puntung di Tanah Karo

Melihat jejak-jejak yang ada berhipotesa bahwa kemungkinan terbesar Sultan Deli mendapatkan Tanah Ulayat adalah sebagai pemberian dari mertuanya yakni Datuk Sunggal bermarga Surbakti (yang berinduk pada Karo-Karo).

Belum didapat data pembanding jika Gocah Pahlawan mendapatkannya sebagai Hak Anak atau yang lain mengingat Legendanya sendiri menyebut dia adalah Pendatang, menghubungkan dengan cerita Puteri Hijau yang ditulis ulang Oleh Petrus voorhoeve yang menyebut Puteri Hijau berasal dari Gunung (Karo Gugung), dan sesuai dengan data tulisan itu maka saat ada Puteri Hijau ada, kerajaan Deli sudah lebih dahulu ada, artinya Saat Puteri hijau ada dari “Kesibayaken” Sarinembah maka Sultan Deli dan Datuk Sunggal sudah lebih dahulu ada.

Adakah Legenda Puteri Hijau dipakai untuk melegitimasi (memperkuat alasan keberadaan Sultan Deli sebagai yang berhak pada seluruh Wilayah Deli seperti yang diakui Belanda) dan mengurangi pengaruh atau kesalahan dari pelanggaran atas Hak Ulayat Mertuanya Penguasa Kerajaan Sunggal.

(Dikutip dari berbagai sumber, Pewarta EM Sumut)
Web : Elangmautonlineoo