Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ibuku Pergi di Awal Perjuanganku

Ibuku Pergi di Awal Perjuanganku
Foto : gambar-kata.com

Hidup setiap insan manusia memiliki cerita, perjuangan dan pengalaman hidup yang berbeda-beda. Saya adalah salah satu insan yang terlahir dari keluarga sederhana dan anak ketujuh dari delapan orang bersaudara, diantaranya lima orang laki-laki dan tiga orang perempuan.

Pada tahun 2019 silam, saya lulus SMA (Sekolah Menengah Atas) dan pergi ke sebuah kota dengan alasan melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi di kota medan. Setelah saya sampai di kota medan, saya mencoba mendaftar kuliah lewat jalur beasiswa dan bidikmisi. Pada saat itu waktu masih belum berpihak pada saya hingga akhirnya saya simpulkan bahwa saya harus kuliah lewat jalur mandiri.

Beberapa hari kemudian, saya siapkan berkas dan data-data yang dibutuhkan untuk syarat pendaftaran kuliah di Universitas yang saya tuju. Seketika pendaftaran saya selesai dan sambil menunggu jadwal masuk kuliah, saya mengabarkan kedua orang tuaku tercinta dan beberapa saudara saya lewat via telepon bahwa saya sudah jadi mendaftar, mendaftar di salah satu perguruan tinggi di kota medan dan saya diterima untuk melanjutkan study saya.

Percakapan kami lewat via telepon. Ayah saya bilang “Nak hati-hati disana dan jaga dirimu baik-baik” sementara itu Ibu saya menyampaikan pesannya yang sangat singkat “Nak kualiahlah dengan baik, apapun pergumulanmu serahkan pada Tuhan, Doaku menyertaimu”

Mendengar kalimat itu, saya meneteskan air mata. Air mata keluar bukan karena sedih, tapi saya senang, bangga dan bahagia punya sosok pahlawan seperti mereka dan ditambah rasa rindu karena baru pertama kalinya saya pisah dengan kedua orangtua saya.

Dua minggu sebelum jadwal perkuliahan dimulai, HP saya berdering di malam hari itu, dan ternyata yang menelpon adalah ayah saya. Ketika saya jawab dan ayah bertanya bagaimana khabar dan keadaan saya di Medan. Setelah itu, ayah memberitahu saya bahwa mama sedang sakit.

Saya hanya termenung dan tidak bisa berkata apa-apa mendengar khabar itu dari ayah saya. Beberapa menit kemudian ayah bilang “Nak sudah ya, ayah mau istrahat” kemudian saya jawab dalam keadaan sedih, “biar mama berobat ke rumah sakit” kemudian ayah menjawab“ia besok kami ke rumah sakit”.

Pada esok harinya, mama pergi berobat ke Rumah Sakit terdekat ditemani oleh abang dan kakak ipar ipar saya. Singkat cerita, dokter periksa dan hasilnya mama mengalami penyakit batu ginjal.

Karena fasilitas yang kurang memadai di rumah sakit itu, akhirnya mama dirujuk ke sebuah rumah sakit yang ada di kota medan dekat tempat saya kuliah. Dibalik kesedihan saya, saya juga merasa senang dan bahagia karena ketemu sama mama walaupun kondisinya dalam keadaan sakit waktu sampai di kota medan

Waktu demi waktu, saya mengajak mama ngobrol dan menyempatkan diri untuk menanyakan perasaannya setelah kami pisah dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu. Singkat cerita, Esoknya saya membawa mama berobat ke RS yang dirujuk oleh dokter sebelumnya dan kemdudian dokter memutuskan mama harus dirawat.

Satu minggu waktu berlalu, tiba waktunya saya mulai aktif di kampus dan kondisi mama semakin tidak membaik. Saya Mulai merasakan hal yang tidak biasa saya rasakan dan waktu semakin tidak teratur. Karena pagi hari saya kuliah dan kemudian siang hari sampai besok pagi saya temani mama di rumah sakit bersama kakak ipar.

Beberapa hari kemudian kakak ipar saya pulang ke kampung halaman karena kami gentian menjaga mama di rumah sakit. Disitu saya mulai merasa sedih karena tidak ada lagi yang menjaga mama setiap pagi di RS setiap saya pergi kuliah.

Akhirnya saya relakan waktu saya untuk tidak kuliah selama beberapa hari dan saya temanin mama di rumah sakit dari pagi, siang hingga malam hari dan kondisi ini beliau seang di rawat inap.

Pada pagi hari yang begitu cerah, saya menelpon kakak saya yang ada di berastagi karo. Dikarenakan kondisi mama yang semakin tidak membaik dan tinggal dia satu-satunya yang bisa membantu saya menjaga mama di rumah sakit. Di sore harinya kakak sayapun datang dan menemani kami di rumah sakit saat itu.

Empat hari setelah kakak saya datang, paginya ia menyuruh saya untuk kuliah lagi dan kebetulan waktu itu ada tugas yang harus saya serahkan kepada dosen di kampus. Akhirnya saya pergi ke kos, cuci muka karena tidak sempat lagi mandi di pagi hari itu dan jam sudah menunjukkan 08:20 Wib, sisa waktu saya tinggal 10 menit karena jadwal perkuliahan dimulai 08:30 Wib.

Kemudian saya menyiapkan buku belajar saya dan juga tugas saya ke dalam tas yang ingin saya bawa kempus, HP saya berdering, Tiiingg, kemudian saya lihat HP saya dan ternyata yang menelpon saya adalah abang yang ada di Nias. Abang menelpon saya dengan nada yang yang begitu sedih, katanya mama sudah menghembuskan nafas yang terakhir kalinya. Mendengar kabar itu, hati saya hancur berkeping-keping, rasanya dunia ini runtuh di hadapan saya. Beberapa menit kemudian, tanpa basa-basi saya langsung bergegas dan balik lagi ke rumah sakit.

Sesampainya disana, saya langsung memeluk mama yang sudah terbaring dan mencium pipinya sambil menangis. Saya tidak tahu lagi apa yang terjadi dan pikiran saya hampa seketika. Singkat cerita, beliau kami bawa ke kampung halaman untuk di kebumikan.

Setelah mama dikebumikan, hari-hariku selalu merindukannya. Selama beberapa hari di medan ternyata itu tinggal sisa waktunya bersama saya, kepergiannya membuat saya terpukul, patah semangat dan pernah pasrah dalam keadaan.

Setelah Mamaku Pergiđź’•

Di tengah kesedihan yang mendalam, saya harus melanjutkan perjuanganku. Impian saya masih ada dan saya tahu ibu saya ingin saya terus berjuang untuk meraihnya. Meskipun hati saya hancur, saya memutuskan untuk berusaha kuat dan menjadikan semua kenangan dan ajaran-ajaran yang ibu berikan pada saya selama ini sebagai motivasi baru dalam hidup saya.

Setiap langkah yang saya ambil, setiap tantangan yang saya hadapi, saya merasakan kehadiran ibu ada di sisi saya. Saya mengingat pesan-pesan bijaknya, kelembutan suaranya dan senyumnya yang hangat. Ibu adalah sumber inspirasi dan kekuatan bagiku dan saya tahu dia akan selalu ada di hati saya.

Perjalanan perjuanganku menjadi lebih berat tanpa kehadiran fisik seorang ibu. Saya merindukan pelukan hangatnya, nasihatnya yang bijak dan dukungannya yang tak tergantikan. Namun, saya tahu bahwa saya harus melanjutkan perjalanan ini dengan keberanian dan tekad yang ibu tanamkan dalam diri saya.

Dalam setiap langkahku, saya berusaha menjadikan ibu bangga. Saya mengingat pesan-pesan motivasinya dan saya berusaha memberikan yang terbaik dalam segala hal. Saya tahu bahwa ibu akan selalu melihatku dari tempat yang lebih baik dan saya ingin membuatnya bangga dengan kesuksesan saya

Empat Tahun Waktu Telah Berlaluđź’•

Waktu tidak terasa, empat tahun yang lalu mama telah pergi. Saya juga telah menyelesaikan studi. Saat acara wisuda, saya kembali merasa terpukul, merasa sedih dan iri melihat teman-teman saya yang lain. Dimana mereka ditemani oleh ayah dan ibu mereka, sedangkan saya hanya ditemani oleh ayah saya.

Perjalanan ini mengajarkan saya tentang kekuatan cinta dan ketangguhan. Meskipun kehilangan seorang ibu adalah pukulan yang berat, saya belajar untuk menghadapinya dengan keberanian dan tekad. Saya belajar untuk menghargai setiap momen berharga dengan orang-orang yang kita cintai, karena hidup ini begitu rapuh dan tak terduga.đź’•

Ibuku mungkin telah pergi secara fisik, tetapi cintanya dan pengaruhnya akan selalu hidup dalam diriku. Saya akan terus berjuang untuk meraih impianku, menghormati warisan yang ibu telah tinggalkan, dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi dalam hidupku.

Hari demi hari, saya melangkah maju dengan keberanian dan tekad yang tak tergoyahkan. Ibu mungkin telah pergi di awal perjuanganku, tetapi semangatnya dan cintanya akan selalu membimbingku dalam setiap langkahku.

Identitas Penulisđź’•
Nama : Afe Erma Telaumbanua S.IP
Profil Penulis : Penulis Merupakan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darma Agung Medan.
Fb Afe Erman Telaumbanua