Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kedua bahasa (Karo dan Batak) sama-sama turunan Bahasa Melayu

Rimo beru Biring
Foto : Devriani Sembiring

HOAX KINIKARON (1)
***
Di dalam daftar merga-merga Karo kita dapati Ginting Capah. Daftar ini terus diulangi (copy paste). Padahal, hanya satu orang yang pernah dijuluki Ginting Capah sementara dianya sendiri adalah seorang Ginting Sinisuka.

Ada kisahnya mengapa dia dijuluki Ginting Capah. Tapi, yang terpenting adalah bahwa di Masyarakat Karo tidak ada merga Ginting Capah. Kesalahan literatur ini terus diulangi.

Daftar yang sama mengatakan pernah ada merga Ginting Pase, tapi akhirnya, suatu ketika, hilang alias masap dalam Bahasa Karo. Itu kata P. Tamboen dalam bukunya ADAT ISTIADAT KARO Terbitan Balai Pustaka, Jakarta (1952).

Kenyataannya, sekelompok orang Karo di sekitar Sibiru-biru mengemban nama merga Ginting Pase. Penjelasan Tamboen yang salah ini juga terus diulangi di dalam kepustakaan di kemudian hari.

Setelah sedemikian lama tanpa menerima kritikan, penjelasan literatur itu menjadi acuan. Tidak terbatas hanya di dunia akademik tapi menjadi penjelasan yang menyebar di tengah-tengah masyarakat.

Mengapa tidak pernah mendapat kritikan?
 
Di bagian-bagian berikutnya saya akan membahas adanya ruang hampa seperti ini di dalam sejarah dunia kepustakaan (tulis menulis) bangsa kita, khususnya kalangan Karo yang sangat belakangan menerima pendidikan modern.

HOAX KINIKARON (2)
***
Masih di dalam bukunya P. Tamboen yang berusaha menjelaskan asal usul orang-orang Karo. Dia menunjuk Karo Sekali sebagai merga tertua diantara merga-merga Karo lainnya.

Menurutnya, kata Sekali dalam nama Karo Sekali adalah untuk menyatakan bahwa mereka adalah Karo yang asli.

"Karo disebut hanya sekali dan itu adalah mereka yang berbeda dari merga Karo-karo meski mereka nantinya dimasukan sebagai bagian merga Karo-karo," demikian dijelaskan oleh Tamboen.

Penjelasan Tamboen sama sekali tidak ilmiah. Bagaimana dia memastikan kata Sekali di dalam Karo Sekali artinya "sekali" seperti di dalam Bahasa Karo, Melayu maupun Indonesia?

Sama halnya ketika dia juga menjelaskan arti Karo dari Bahasa Batak Ha Ro. Ro artinya "reh" atau datang, sementara Ha adalah abjad pertama dalam Aksara Batak, katanya. Dengan begitu dia meyakini Karo berasal dari Batak.

Penjelasan Tamboen mendapat kritikan pedas dari Hendri Guntur Tarigan yang nantinya menjadi profesor Etnolinguistik pertama di Indonesia. Menurut H.G. Tarigan, Bahasa Karo lebih tua daripada Bahasa Batak [Toba].

Kedua bahasa
itu (Karo dan Batak) sama-sama turunan Bahasa Melayu. Karo mempertahankan bentuknya yang lama (Melayu), sedangkan Batak mendapat bentuknya yang baru
Contohnya, 👉Karo menggunakan kami, kita, kacang, dan pucuk, sementara 
👉Batak menggunakan hami, hita, hassang, dan pussuk.

Jadi, kata H. G. Tarigan, tidak mungkin Karo berasal dari Haro.
Tamboen menggunakan metode asal-asalan, sementara H.G. Tarigan menggunakan metode ilmiah Ilmu Linguistik.

Oleh : Juara R. Ginting