Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

MENGENAL RUMAH KARO : Sangka Manuk - Labah, Dalen Lau, Anak Lau

Sangka Manuk
Sangka Manuk RASK

1. Sangka ManukπŸ’•

Ini adalah foto Rumah Adat Karo, tepatnya Rumah Tengah di Desa Dokan (Kecamatan Merek, Kabupaten Karo). Bila tertarik, silahkan datang ke sana, masih bagus dan masih ditempati.

Di Bagian ini, kita fokus konstruksi bagian bawah rumah ini. Coba lihat kayu-kayu (balok) di bagian bawah yang disusun bertingkat selang seling.

Konstruksi rumah seperti itu hanya terdapat di rumah-rumah Karo dan bagian tempat tinggal sehari-hari (Sopo) dari Rumah Simalungun. Konstruksi ini tidak terdapat di Pakpak, Batak, maupun Mandailing.

Namanya SANGKA MANUK berasal dari pengucapan tanpa R dari SANGKAR MANUK (keranjang burung).

Mirip kali sama Rumah Batak, ya? 

2. Labah, Dalen Lau, Anak LauπŸ’• 

RASK
Labah, Dalen Lau, Anak Lau RASK

Bagian ini membahas satu bagian tertentu dari konstruksi Rumah Adat Karo yang disebut LABAH di Karo Gugung bagian Julu dan Gunung-gunung/ Bagian yang sama disebut DALEN LAU atau ANAK LAU di Karo Gugung bagian Singalorlau, Berneh, dan Baluren.

Kita tuntaskan dulu soal namanya sebelum kita membahas keistimewaannya. Ini perlu kita tuntaskan karena kata LABAH dipergunakan oleh orang-orang Karo Hilir berarti PINTU [rumah]. Di Dataran Tinggi Karo, untuk pintu disebut PINTUN.

Ada sebenarnya logikanya mengapa Karo Hilir menyebut pintu rumah LABAH karena LABAH ini memang mirip sebuah parit yang membelah lantai (PAPAN dalam Bahasa Karo) sekaligus merupakan garis lurus yang menghubungkan Pintu Jahe (Hilir/ Barat) dengan Pintu Julu (Hulu/ Timur) dari rumah adat Karo.

Apa sebenarnya arti harafiah atau etimologis LABAH? Melihat Karo Gugung bagian Singalolau, Berneh dan Baluren menyebutnya ANAK LAU atau DALEN LAU, kita bisa berasumsi bahwa LABAH ada hubungannya dengan aliran air juga.
 
Saya menduga keras kalau LABAH berasal dari kata LAU BAH. Kata BAH saat ini tersisa di Simalungun untuk menyebut sungai; contohnya Bah Bolon, Bah Butong, Bah Jambi.

Di Karo ada sisa-sisanya seperti ;
πŸ’’ Bah Keri (menjadi Lau Bakeri atau Lau Keri atau Sungai Krio), 
πŸ’’ Bah Burah menjadi Lau Burah atau Sungai Babura, 
πŸ’’ Bah Lumei (Lau Belumei atau Sungali Belumei), 
πŸ’’ Bah Kerah (Bekerah dan bukan Bakkara), 
πŸ’’ Bah Kancan (Bekancan atau Lau Kancan), 
πŸ’’ Bah Gerpang (Begerpang atau Sungai Bagerpang), 
πŸ’’ Bah Orok (Bahorok, Sungai Bahorok dan bukan Buah Uruk).

Uniknya LABAH di rumah adat Karo adalah karena rumah adat Karo adalah satu-satunya rumah di DUNIA yang punya 2 (dua) pintu dihubungkan satu sama lain secara simetris.

Rumah Simalungun juga punya 2 (dua) pintu, tapi kedua pintunya tidak saling berhadapan secara simetris/ satu garis seperti Rumah Karo.

Saya pakai istilah SIMETRIS karena, selain saling berhadapan pada satu garis lurus, hubungan mereka adalah setara; bukan antara utama dengan sub ordinat.
 
Rumah adat Batak aslinya hanya punya satu pintu, tapi di belakang hari ditambah bangunan dapur di belakang dan dibuat pintu yang menghubungkan bangunan dapur itu dengan rumah adatnya dan dapurnya sendiri dibuatkan pintu.

Saya pernah menjadi dosen tamu di Denmark untuk mata kuliah Arsitektur Asia Tenggara, makanya saya tahu ini satu-satunya di Asia Tenggara dan saya belum temukan di belahan dunia lainnya.

Dalam Perumah Begu dan Raleng Tendi, Guru Sibaso memulainya dengan menyajikan belo cawir di Tekang Tengah rumah (tangkai atau ujung daun sirih mengarah ke Deleng Sibuaten). Lalu, dia "landek sada tan" (gantian tangan kanan dan tangan kiri di ubun-ubun dan pinggang) sambil berjalan bolak balik dari Pintu Jahe ke Pintu Julu sebanyaki 11 kali.
πŸ‘‡
Setelah itu, baru dia duduk di Jabu Tengah.

Pastilah itu warisan Budaya Batak juga, ya?

Oleh : Juara R Ginting
Repost : AndichristTheodicea KaynEchsed Ginting
Group Fb : 1001 hal yg disalahpahami ttg KARO