Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Perbedaan Sosio-Geografis Membuat Mereka Tak Banyak Bicara Budaya Sendiri

Tarombo Si Radja Batak
Tarombo Si Radja Batak

Kemarin ada 2 issue utama di grup Facebook 👉 : "Suku Karo Bukan Batak (SKBB)"

👉1. Mengapa orang-orang Batak getol kali gabung ke grup-grup fb Karo sedangkan Karo kurang minat masuk ke grup mereka?

👉2. Mengapa orang-orang Batak kurang banyak berbicara mengenai Kebudayaan Batak (kalaupun ada sebatas tarombo, dalihan natolu dan apa yang telah dipublikasi)?

Jawaban dari kedua pertanyaan ini bisa kita pahami kalau menyadari kebanyakan orang Batak saat ini lahir dan tumbuh besar di perantauan. Karena itu, Budaya Batak yang mereka kenal adalah urban culture.

Tarombo Siraja Batak dan tradisi membangun Tugu adalah kebutuhan menguatkan solidaritas persaudaraan satu garis keturunan di daerah-daerah perantauan. Sekarang tradisi membangun Tugu sudah tidak lagi semarak, bukan?

Dalam sebuah perkuliahan, saya tanya seorang mahasiswa Batak apa marganya dan nomor berapa dia di marganya.

👦"Marga X, nomor sekian," katanya mengaku.
👨"Dari mana kamu tahu nomormu?" Saya tanya dia karena aku pernah lama tinggal di Ronggur Ni Huta (masuk dari Pangururan ke puncak Samosir). Di Ronggur Ni HUta ini tidak ada satupun orangtua yang tahu nomor berapa mereka di marganya.
👦"Pernah suatu ketika, ada 3 orang perantau dari kampung kami datang dari Jakarta ke kampung kami. Merekalah yang menanyai orang-orang tua di kampung kami dan kemudian menyusun tarombo kami," terangnya.
👨"Sebelumnya kalian tidak tau nomor berapa kalian?"
👦"Tidak, bang," jawabnya agak malu-malu.

Di Antropologi, itulah yang disebut The Invention of Tradition, menciptakan tradisi modern di atas pikiran lama.

Beda dengan Orang Karo. Memang sekarang sudah banyak di perantauan, tapi masih belum lebih banyak dibandingkan yang tinggal di Taneh Karo (Kabupaten-kabupaten Karo, Langkat, Deliserdang, Simalungun, Dairi, dan Kota Medan).
 
Orang-orang Karo juga biasa bolak balik pulang kampung, baik untuk upacara perkawinan, pemakaman, kerja tahun dan upacara-upacara lainnya.
 
Ada juga pernah viral tentang orang-orang Batak yang membuat tulisan di internet dengan mencomot foto Karo seolah itu adalah Batak. Itu terjadi karena minim sekali foto-foto jaman kolonial tentang Batak. Sementara foto-foto mengenai Karo banyak sekali jumlahnya.

Mengapa bisa begitu?

Banyak fotografer jaman kolonail tinggal di Medan dan bahkan ada juga di Berastagi. Bila ada upacara di Taneh Karo, mereka bisa dengan cepat ke TKP. Sedangkan Tano Batak jauh sekali mencapainya. Kota Batak paling besar saat itu adalah Sibolga. Bisnis fotografi tidak begitu menarik di sana.
 
Foto Sisingamangaraja saja tidak ada satupun. Makanya lukisan Sisingamangaraja pun dicarikan modelnya foto-foto orang Karo yang dipilih paling sangar supaya meyakinkan itu memang Batak.

Jadi, mereka sendiri memang yang mensangar-sangarkan diri. Supaya ngeri ogapnya.

Oleh : Juara R. Ginting