Ketika Belanda Menciptakan Siraja Batak -- Apakah ini untuk Memadamkan Perang Sunggal?
Disini jelas terlihat bahwa pihak Belanda berusaha memisahkan antara orang Karo di Hulu dengan orang Karo di Hilir (Gugung & Jahe).
Sebelum terpecah Karo di hulu dan di hilir (Gugung & Jahe), hulu dan hilir tersebut adalah satu kesatuan yang dipimpin oleh para Raja Urung di dataran rendah dan dataran tinggi.
Perang Sunggal yang dipimpin oleh Klan Karo Surbakti di Medan Sunggal selama lebih 20 tahun, memporak porandakan perekonomian Belanda sebab perkebunan tembakau Belanda yang telah mendunia terancam bangkrut disebabkan oleh perang ini.
Perlawanan Sunggal ini dilakukan oleh orang Karo Hindu/Pemena di hulu dan Karo Muslim di hilir (yang disebut Melayu) serta pasukan dari Gayo, Alas dan Kluet.
Kerena tidak mampu memadamkan Perang Sunggal ini, pihak Belanda melakukan tipu daya dengan dalih mengundang para pimpinan Sunggal untuk berdamai kepusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Kemudian, para pemimpin perang Sunggal yang dipimpin oleh SRI DIRAJA DATUK BADIUZZAMAN SURBAKTI berangkat ke Batavia untuk berdamai dengan pihak Belanda. Namun Baginda ditangkap dan diasingkan ke Cianjur Jawa Barat. Beliau wafat dan dimakamkan oleh H. Salim seorang tokoh ulama Cianjur diladang beliau wilayah yang bernama Pamoyanan Cianjur (sekarang jadi pemakaman umum jln Otto Iskandar).
Terbuangnya tokoh-tokoh utama perang Sunggal ternyata tidak memadamkan Perang itu sebab perang tersebut dilanjutkan oleh panglima perang Sunggal bernama NABUNG SURBAKTI.
Panglima Nabung membangun kekuatan di wilayah Hulu. Untuk memecah persatuan antara Hulu (Hindu/Pemena) dan Hilir (Melayu) pihak Belanda kemudian menggolongkan orang Karo di Hulu sebagai kelompok keturunan si raja Batak.
Baca text:
Oleh: Fajar Bangun