Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

McKinnon Angkat Bicara Tentang Karo Bukan Batak

Foto dari kompas

Pada suatu kesempatan pada akhir tahun 2012, seorang arkeolog kondang Edward E. McKinnon pernah memberikan pendapatnya terhadap diskusi Karo Bukan Batak di website sorasirulo.net (website itu sendiri saat ini sudah berganti menjadi sorasirulo.com). Pada saat itu McKinnon mengomentari salah satu tulisan yang ditulis oleh Kikin Tarigan yang berjudul “Dari Gayo ke Pembatakan Karo Secara Sepihak”.

Bagaimana tanggapan seorang arkeolog kondang McKinnon mengenai tulisan Karo Bukan Batak pada saat itu? Berikut adalah komentar McKinnon selengkapnya yang diperoleh dari milis Komunitaskaro:

Istilah ‘Bata’ muncul dalam tulisan Zhou Rugua pada abad ke-13 dimana ia menulis tentang panai ‘Bata’. Istilah yang sama muncul juga dalam Sejarah Melayu pada abad ke-14. Kemungkinan besar istilah tersebut telah diciptakan oleh orang-orang yang telah masuk Melayu, yaitu agama Islam dan adalah suatu istilah penghinaan yang berarti “orang yang makan babi”.

Saya pernah baca bahwa orang Karo tidak pernah sebutkan suku Karo sebagai ‘Batak’. Kebetulan istilah atau kata ‘Karo’ dalam Bahasa Tamil berarti ‘hitam’ seperti Si Mbiring. Pada abad ke-13/15 di India Selatan ada istilah ‘Panca Merga’ – istilah yang sama artinya dengan ‘Merga Si Lima’ dan orang-orang Karo ada hubung erat dengan orang Tamil, bukti dari susunan sosial seperti ‘urung’ yang hampir pasti berasal dari Tamil ‘urom’ dengan arti yang sama – beberapa kampung yang bersatu dalam semacam federasi atau hubungan erat.

Pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Karo cukup signifikan. Hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut. Perlu juga penelitian arkeologis teratur di Taneh Karo (di kampong-kampong yang tua atau strategis dalam hubungan dengan wilayah Dairi Pakpak seperti Seberaya, Ajinembah, Lingga, dan sebagainya untuk melihat apakah ada bukti tentang kegiatan bersama dengan orang Tamil yang muncul di daratan tinggi seribu tahun yang lalu.

Islam sudah masuk ke wilayah Deli pada abad ke-13/14 – lihat saja bukti dalam bentuk nisan kecil di wilayah Kota Rentang tetapi sebagian besar masyarkat Karo didusun menetap sebagai pemeluk pebegu. John Anderson yang mengunjungi pantai Deli pada tahun 1823 menyebutkan orang dari gunung sebagai Karauw-Karauw, bukan ‘Batak’ walaupun ada juga orang Batak di Deli pada saat itu.

Sebagai tambahan informasi, McKinnon pernah menulis desertasinya mengenai arkeologi Karo terutama hubungan antara peninggalan Kerajaan Haru dan perkampungan Karo. Menurut dia pada pembicaraan suatu waktu kepada Sora Sirulo, mengatakan bahwa rumah-rumah yang dulunya dibangun di dalam Benteng Putri Hijau (Delitua), yang katanya peninggalan Kerajaan Haru, adalah rumah-rumah adat Karo.

Selain itu McKinnon juga pernah secara bergandengan tangan dengan Sora Sirulo dalam memperjuangkan penyelamatan Benteng Putri Hijau dari developer. Dia, dan juga Tengku Lukman Sinar (Sultan Serdang terakhir), pernah bertanya kepada Sora Sirulo: “Mengapa orang-orang Karo tak peduli dengan Benteng Putri Hijau yang sebenarnya adalah warisan nenek moyang orang Karo?”

Sumber: karobukanbatak.wordpress.com