Kisah Nenek Mbaru Br Ginting: Srikandi Karo yang Menantang Ledakan Bom Demi Kemerdekaan Indonesia

Kisah nyata pejuang wanita asal Karo, Nenek Mbaru Br Ginting, yang berani merakit bom dan bertempur di garis depan melawan Jepang dan Sekutu. Sebuah cerita heroik tentang keberanian, cinta tanah air, dan pengorbanan abadi.
Kisah Penuh Api Perjuangan Nenek Mbaru Br Ginting
Di tanah berhawa dingin Tigapanah, Karo, suara tembakan dan dentuman bom dulu pernah menjadi nyanyian malam. Di tengah kobaran api perjuangan itu, berdirilah sosok wanita perkasa — Nenek Mbaru Br Ginting, seorang tentara wanita Indonesia yang menolak tunduk pada penjajahan.
Perjuangannya dimulai dari Desa Ergaji, tak jauh dari Desa Lambar Kecamatan Tigapanah, tempat ia pertama kali membuka mata melihat dunia. Dari tanah Karo yang subur, tumbuh keberanian luar biasa yang kelak membuatnya dikenal sebagai Srikandi Pejuang Tanah Air.
Wanita Karo di Barisan Depan
Saat banyak perempuan memilih berlindung, Nenek Mbaru justru melangkah ke garis depan. Letnan Jenderal Djamin Ginting, sepupunya sendiri, menempatkannya di medan tempur paling berbahaya — barisan depan perang melawan Jepang dan Sekutu.
Dua nama melekat di pundaknya: Srikandi dan Sindo — bukan sekadar panggilan, tapi simbol kehormatan. Ia tak peduli politik atau jabatan; baginya, perjuangan hanyalah tentang satu hal: membela Indonesia dengan seluruh jiwa dan raga.
Pelatihan Maut: Belajar Merakit Bom dengan Nyawa Taruhan
“Kalau ditarik sumbunya, langsung keluar apinya. Kalau ditahan, bisa mati di tangan sendiri,” kata Nenek Mbaru lirih. Tapi dari nada suaranya, tak ada rasa takut — hanya kenangan pada masa yang membakar semangatnya dulu.
Di bawah komando Djamin Ginting, ia berlatih keras. Menarik sumbu bom, mengetuknya ke tanah tiga kali, lalu melemparkannya tepat ke arah musuh. Latihan itu bukan sekadar disiplin militer; itu adalah tarian hidup dan mati, antara keberanian dan ketakutan, antara cinta dan kehilangan.
Perang Melawan Tank dengan Tangan Sendiri
Dalam satu pertempuran, mereka hanya berjumlah 16 orang tentara, dengan enam pucuk senjata seadanya. Sisanya, termasuk Nenek Mbaru, hanya membawa bom tangan sederhana.
Namun, dalam genggaman kecil itulah tersimpan kekuatan besar — ledakan yang mengguncang musuh, bom rakitan tangan wanita Karo yang tak gentar menghadapi tank-tank raksasa milik Sekutu dan Jepang.
“Kalau tidak kami lempar, kami yang mati,” ucapnya. Sebuah kalimat sederhana yang menyimpan makna perjuangan abadi.
Api Patriotisme yang Tak Pernah Padam
Kini, di usia senjanya, Nenek Mbaru tinggal di Desa Salit, membawa luka, kenangan, dan kebanggaan yang tak ternilai. Tubuhnya mungkin lemah, tapi api patriotismenya tetap menyala, seperti sumbu bom yang dulu ia nyalakan demi Indonesia.
Ia bukan sekadar saksi sejarah — ia adalah bagian dari denyut nadi bangsa. Dari prase Karo yang penuh makna, dari tangan perempuan yang menggenggam bom, lahirlah keberanian yang membentuk kemerdekaan kita hari ini.
🌺 Pesan dari Tanah Karo
Kisah Nenek Mbaru Br Ginting adalah pengingat bahwa perempuan Indonesia bukan hanya penjaga rumah, tetapi juga penjaga negeri. Ia mengajarkan kita bahwa keberanian tak mengenal gender, dan cinta tanah air bisa menyala dari desa kecil di lereng gunung hingga ke seluruh penjuru nusantara.