Banjir dan Longsor di Sumatra Utara: Ribuan Warga Mengungsi, Cuaca Ekstrem atau Dampak Kerusakan Hutan?

dok. Sebuah jembatan di Tapanuli Tengah putus akibat banjir (bbccom)

Sumatra Utara kembali diterjang bencana besar. Ribuan warga harus mengungsi akibat banjir bandang dan longsor yang melanda sejak 24 November 2025. Peristiwa ini disebut sebagai salah satu bencana terbesar dalam beberapa dekade terakhir, dan memunculkan pertanyaan: benarkah ini murni akibat cuaca ekstrem, atau ada faktor kerusakan lingkungan yang memperparah situasi?

Ribuan Warga Mengungsi dan Puluhan Korban Jiwa

Menurut data sementara dari BNPB, setidaknya 2.851 orang di empat kabupaten/kota terpaksa meninggalkan rumah mereka. Hingga berita ini ditulis, 19 orang telah dikonfirmasi meninggal, dan jumlahnya berpotensi meningkat seiring proses evakuasi yang masih berlangsung.

Wilayah terdampak terbesar meliputi:

  • Kabupaten Tapanuli Tengah

  • Kabupaten Tapanuli Selatan

  • Kabupaten Tapanuli Utara

  • Kota Sibolga

Sejumlah jembatan dilaporkan putus, akses darat lumpuh, dan jaringan listrik serta telekomunikasi terputus sejak Selasa malam.

Keluarga Masih Terisolasi, Komunikasi Terputus

Bukan hanya kehilangan tempat tinggal, banyak keluarga kini terpisah tanpa kabar. Sekitar 50 warga dilaporkan terjebak di hutan di wilayah Hutanabolon, Tapanuli Tengah, setelah melarikan diri dari longsor dan banjir.

Dalam video terakhir yang dikirim salah satu pengungsi, terdengar suara lirih namun memanggil dengan panik:

“Pak Bupati, tolong kami… kiri kanan sudah longsor. Tidak ada jalan keluar.”

Sejak jaringan telekomunikasi terputus, tidak ada informasi terbaru mengenai kondisi mereka.

Apa Penyebab Bencana Ini? Dua Narasi Berbeda

Ada dua versi yang berkembang terkait penyebab utama bencana:

1. Versi Resmi Pemerintah: Cuaca Ekstrem

BNPB menyebut banjir dan longsor dipicu oleh:

  • Siklon Tropis KOTO

  • Bibit Siklon 95B di Selat Malaka

Keduanya menyebabkan intensitas hujan sangat tinggi dan angin kencang di wilayah Sumatra Utara.

2. Versi Aktivis Lingkungan: Kerusakan Hutan dan Pertambangan

Organisasi lingkungan WALHI Sumatera Utara menilai bencana ini tidak bisa dilepaskan dari deforestasi di kawasan Batang Toru.

Menurut WALHI, aktivitas:

  • Penebangan kayu masif

  • Pertambangan emas PT Agincourt Resources

telah merusak tutupan hutan dan memperlemah daya serap tanah terhadap air hujan.

Bukti visual menunjukkan batang-batang kayu besar terbawa arus banjir bandang ke pemukiman warga.

Hingga saat ini, pihak perusahaan belum memberikan jawaban resmi terkait tuduhan tersebut.

'Belum Pernah Terjadi Sebesar Ini'

Banyak warga lokal mengatakan bahwa dalam puluhan tahun terakhir, Sibolga dan wilayah sekitarnya tidak pernah mengalami banjir separah ini.

Banjir bahkan datang dari arah gunung, sebuah fenomena yang disebut sangat tidak biasa.

Evakuasi Terkendala Cuaca dan Akses

Tim SAR dan BNPB masih berusaha mengevakuasi warga melalui jalur darat dan laut. Namun:

  • Gelombang tinggi

  • Hujan yang terus turun

  • Jalan terputus akibat longsor

membuat proses penyelamatan berjalan lambat.

Ancaman Bencana Susulan Masih Tinggi

BNPB memperingatkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi masih akan terjadi dalam beberapa hari ke depan. Artinya, risiko:

  • Banjir susulan

  • Longsor lanjutan

  • Penyakit di pengungsian

masih sangat besar.

Bencana Ekologis yang Perlu Evaluasi Serius

Banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra Utara bukan sekadar bencana alam biasa. Peristiwa ini memperlihatkan bagaimana kombinasi perubahan cuaca ekstrem dan kerusakan ekosistem dapat memicu tragedi kemanusiaan dalam skala besar.

Ribuan warga kini berharap bantuan cepat datang, sementara pertanyaan tentang tanggung jawab lingkungan dan tata kelola wilayah harus segera dijawab.