Cory Sebayang, Bupati Perempuan Pertama dalam Sejarah Kabupaten Karo

Dalam sejarah panjang Kabupaten Karo, baru satu nama perempuan yang berhasil menduduki kursi tertinggi pemerintahan daerah: Cory Sriwaty Sebayang. Sosoknya menjadi tonggak penting dalam politik Karo, mewakili semangat perempuan yang berani melangkah maju di tengah dominasi laki-laki dalam dunia politik lokal.
Cory, yang lahir di Medan pada 21 Maret 1952, menghabiskan masa kecilnya di Kabanjahe, jantung Tanah Karo. Sejak kecil, ia dikenal tekun dan memiliki semangat belajar tinggi. Pendidikan dasarnya ditempuh di SD Negeri 1 Kabanjahe (1956–1962), kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kabanjahe (1962–1965), dan akhirnya menamatkan sekolah di SMA Negeri 1 Kabanjahe (1965–1968).
Perjalanan hidupnya tak berhenti di dunia pendidikan. Cory tumbuh menjadi sosok aktif dan berprestasi. Ia pernah menerima berbagai penghargaan bergengsi seperti ASEAN Achievement Award for Excellent Performance and Beauty di Hong Kong, Achievement Award dari Wali Kota Medan atas kepeduliannya terhadap kebersihan lingkungan (2000), dan Citra Kartini Indonesia Award (2011) di Jakarta—penghormatan atas kiprah perempuan yang memberi inspirasi.
Langkah Awal di Dunia Politik
Cory mulai dikenal publik secara luas ketika ia memasuki dunia politik pada tahun 2015. Kala itu, ia diajak bergabung oleh Terkelin Brahmana untuk maju dalam Pilkada Karo sebagai calon wakil bupati. Pasangan ini kemudian berhasil meraih kemenangan, dan sejak saat itu nama Cory Sebayang mulai menanjak di panggung politik daerah.
Lima tahun kemudian, pada Pilkada 2020, Cory memutuskan maju sebagai calon bupati, kali ini menggandeng pengusaha muda Theopilus Ginting sebagai wakilnya. Pasangan Cory-Theo diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Perindo, serta harus bersaing ketat melawan empat pasangan calon lainnya.
Pertarungan politik berlangsung sengit. Dalam hasil akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karo, pasangan Cory-Theo berhasil unggul dengan 59.608 suara, hanya berselisih sekitar tujuh ribu suara dari rival terdekatnya, Jusua Ginting–Saberina Tarigan.
Kemenangan tipis itu cukup untuk menorehkan sejarah baru: Cory Sebayang resmi menjadi bupati perempuan pertama dalam sejarah Kabupaten Karo.
Pemimpin yang Inovatif di Era Digital
Sejak awal masa jabatannya, Cory menunjukkan komitmen untuk membawa birokrasi Karo menuju era digital. Ia meluncurkan berbagai inovasi pelayanan publik seperti Sistem Informasi Layanan Gaji Berkala (SILABA) dan Sistem Informasi Pelatihan (SILATIH)—dua platform yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi kerja ASN di lingkungan Pemkab Karo.
Selain itu, ia juga mendorong digitalisasi UMKM melalui platform Karo Digital Market (KADEM), serta memperkenalkan Aplikasi Klinik Koperasi guna memudahkan pelaku usaha kecil dalam mendapatkan pendampingan.
Langkah-langkah ini menunjukkan bagaimana Cory membawa semangat modernisasi ke wilayah yang masih kental dengan nuansa tradisional.
Kontroversi dan Ketegasan Seorang Pemimpin
Nama Cory sempat ramai dibicarakan publik setelah muncul aksi warga Liang Melas Datas yang mengirim 3 ton jeruk ke Presiden Joko Widodo sebagai bentuk protes atas jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki selama puluhan tahun.
Alih-alih menanggapi dengan emosi, Cory menilai aksi tersebut sebagai bentuk silaturahmi warga kepada Presiden. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah telah berupaya memperjuangkan perbaikan infrastruktur di wilayah itu, meski prosesnya membutuhkan waktu.
Sikapnya yang tenang dan diplomatis menunjukkan karakter seorang pemimpin perempuan yang berani mengambil posisi di tengah tekanan publik, tanpa kehilangan empati dan kesantunan.
Simbol Perubahan dan Harapan Baru
Bagi masyarakat Karo, sosok Cory Sriwaty Sebayang bukan sekadar bupati. Ia adalah simbol keberanian perempuan Karo untuk mengambil peran penting dalam pembangunan daerah.
Di tengah adat dan budaya yang masih kuat dengan nilai-nilai tradisional, kehadiran Cory membawa angin segar: bahwa perempuan pun mampu memimpin dengan ketegasan, kecerdasan, dan hati yang lembut.
Perjalanan politik Cory Sebayang mungkin belum usai, namun jejak yang ia tinggalkan sudah menandai babak baru dalam sejarah Kabupaten Karo—sebuah kisah tentang keberanian, ketekunan, dan dedikasi seorang perempuan yang menyalakan cahaya perubahan di Tanah Karo.