Kisruh Bandara IMIP Morowali: Negara Terlambat Hadir, TNI Turun Tangan dan Publik Bertanya

Morowali, Sulawesi Tengah — Polemik Bandara IMIP mendadak menjadi sorotan nasional setelah TNI Angkatan Udara turun tangan. Bukan karena inspeksi rutin, bukan karena laporan resmi, tetapi karena kegaduhan publik yang semakin keras menuntut kejelasan. Seolah negara baru terbangun dari tidur panjang ketika alarmnya bukan berasal dari sistem, melainkan dari warganya sendiri.
Bandara yang sibuk, dengan pesawat keluar masuk dan aktivitas logistik intens, terungkap telah beroperasi seperti wilayah tersendiri—lengkap dengan infrastruktur kelas internasional—namun minim kehadiran otoritas resmi negara. Kedaulatan terasa tergelincir, dan publik pun bertanya: siapa sebenarnya yang mengatur wilayah ini?
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin: “Tidak Boleh Ada Negara di Dalam Negara”
Ketika Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menginjakkan kaki di bandara tersebut, pernyataannya menggema keras:
“Tidak boleh ada negara di dalam negara.”
Ucapan itu terdengar seperti teguran keras: bahwa bandara ini bukan sekadar fasilitas industri, tetapi struktur besar yang sudah lama berjalan tanpa pengawasan resmi yang seharusnya melekat pada setiap gerbang udara.
TNI AU dan Korpasgat Dikerahkan, Sinyal Bahaya atau Penegakan Kedaulatan?
Masuknya TNI AU dan Korpasgat tampak bukan sekadar formalitas. Langkah ini terlihat seperti:
-
Penegakan kedaulatan
-
Operasi pemulihan kontrol negara
-
Tanda bahaya tentang adanya sistem yang dibiarkan tanpa pengawasan
Sesaat setelah kehadiran militer, barulah aparat lain menyusul Bea Cukai, Imigrasi, Kemenhub, hingga Polri. Semua hadir terlambat, seperti petugas yang baru sadar bahwa pesta besar telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa undangan negara.
Gubernur dan Kemenhub Tersorot: Kelalaian atau Pembiaran?
Nama Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura, ikut menjadi sorotan. Publik mempertanyakan:
-
Bagaimana mungkin bandara sebesar ini berjalan tanpa koordinasi kuat dengan pemerintah daerah?
-
Apakah pemerintah provinsi tidak mengetahui aktivitasnya?
-
Atau justru semua larut dalam dalih “demi investasi”?
Sementara itu, pernyataan Kemenhub terdengar diplomatis:
“Izin bandara tersebut resmi, namun pengawasan harus diperkuat.”
Komentar yang justru menimbulkan pertanyaan baru, bagaimana fasilitas vital bisa luput dari radar begitu lama?
Perdebatan Publik: Bandara Industri atau Pangkalan Militer Tak Resmi?
Langkah pengerahan militer memicu perdebatan:
-
Sebagian publik menilai langkah ini tepat negara akhirnya hadir.
-
Sebagian lainnya bertanya:
“Sejak kapan bandara swasta harus dijaga militer? Ini fasilitas industri… atau pangkalan cadangan?”
Pertanyaan itu bukan hiperbola, tetapi refleksi dari situasi yang selama ini dibiarkan abu-abu.
Pesan Mencekam di Balik Kisruh Morowali
Kasus Bandara IMIP bukan hanya persoalan administratif. Ini adalah peringatan keras tentang lemahnya kontrol negara di wilayah industri strategis.
Ketika regulasi sipil terlelap, yang bangun adalah militer.
Ketika sistem pengawasan gagal, yang turun bukan petugas sipil—tetapi seragam hijau dan biru.
Dan ketika negara terlambat hadir, pertanyaannya bukan lagi tentang izin…
Tetapi tentang kedaulatan yang nyaris hilang di atas landasan pacu.
Kehadiran Negara Harus Nyata, Bukan Seremonial
Kasus ini menyisakan pesan tajam:
“Negara yang kuat bukan diukur dari seberapa lantang bicara…
tetapi seberapa cepat hadir di wilayah yang selama ini dibiarkannya kosong.”
Kisruh Bandara IMIP menjadi cermin bahwa pengawasan fasilitas vital tak boleh bergantung pada viralnya isu, tetapi pada sistem yang bekerja tanpa kompromi.