Latief Sitepu: Dari Prajurit TNI AL Hingga Menjadi Ikon Sinetron Indonesia

Nama Latief Sitepu mungkin tidak asing bagi penonton televisi Indonesia. Sosoknya melejit ketika memerankan karakter Haji Muhidin dalam sinetron populer Tukang Bubur Naik Haji The Series. Peran itu bukan hanya membuat wajahnya dikenal, tetapi menjadikannya salah satu aktor karakater paling ikonik di Indonesia.
Namun, perjalanan hidup Latief Sitepu menuju dunia seni peran tidak terjadi dalam semalam. Sebelum berada di layar kaca, ia menjalani perjalanan panjang sebagai seorang prajurit, perantau, ayah, dan pekerja keras yang tidak pernah berhenti mengejar mimpinya.
Identitas dan Latar Belakang Kehidupan
Latief Sitepu lahir pada 10 Mei 1942 di Binjai, Sumatera Utara. Ia berasal dari Suku Karo, salah satu masyarakat adat di Sumatera Utara yang memiliki sistem sosial Merga Silima, struktur kepemimpinan Sangkep Si Empat, serta tradisi adat dan bahasa yang kuat hingga sekarang.
Nama Sitepu yang ia sandang merupakan bagian dari sub-merga Karo-Karo dalam sistem Merga Silima. Dalam budaya Karo, merga bukan sekadar identitas, tetapi bagian dari sistem sosial, garis relasi adat, dan penanda ruang dalam struktur masyarakat.
Identitas ini melekat kuat pada diri Latief Sitepu, serta menjadi kebanggaan bagi banyak masyarakat Karo yang melihat sosoknya tampil di televisi nasional.
Dari Prajurit ke Panggung Akting
Meskipun seni adalah minat awalnya, jalan Latief Sitepu menuju dunia hiburan tidaklah mudah. Keinginannya menjadi seniman sempat ditolak oleh ayahnya. Karena hal itu, ia memutuskan meninggalkan kampung halaman dan merantau.
Pada tahun 1963, ia mendaftar sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan bertugas menjaga garis pantai berbagai wilayah Indonesia.
Dalam wawancara bersama Warta Kota tahun 2022, ia berkata:
"Karena saya tidak disetujui ayah jadi seniman, saya pergi ke om saya di Priok. Lalu saya daftar TNI AL dan ditugaskan menjaga pantai Indonesia."
Selama 18 tahun bertugas, berbagai pengalaman hidup membentuk karakter kedisiplinan dan kerja keras yang kelak membantunya dalam dunia seni.
Tahun 1981 menjadi titik penting: ia mengundurkan diri dari TNI AL, pindah ke Jakarta, dan kembali menghidupkan mimpi masa mudanya berakting.
Latief Sitepu memulai karier akting pada era 1990-an. Ia membintangi sejumlah sinetron dan film, di antaranya:
📌 Pondok Pak Djon (1994–1995)
📌 Tersanjung
📌 Bidadari
📌 Cintaku di Rumah Susun
📌 Tuyul & Mbak Yul
📌 Anak Langit
📌 Dari Jendela SMP
📌 Romansa Kampung Dangdut (2025)
Namun popularitas besarnya datang ketika ia menjadi Haji Muhidin dalam Tukang Bubur Naik Haji The Series (2012–2017).
Karakter itu melekat begitu kuat, hingga banyak orang menyangka dirinya adalah seorang tokoh agama sungguhan. Di berbagai daerah, termasuk luar negeri, ia masih dipanggil dengan sapaan "Pak Haji".
Kehidupan Pribadi dan Aktivitas di Usia Senja
Latief Sitepu menikah dengan Lailawaty Hasibuan pada 14 April 1968 di Dumai. Mereka dikaruniai enam anak perempuan, meski dua di antaranya telah berpulang.
Kini ia tinggal di Jonggol, Kabupaten Bogor, dan dikenal membuka kedai kopi sebagai tempat bersantai, berbagi cerita, dan bertemu orang-orang yang masih mengenali dirinya dari layar kaca.
Meski usianya melampaui 80 tahun, ia tetap aktif berakting dan tampil di berbagai proyek sinetron hingga hari ini sebuah pencapaian luar biasa.
Penghargaan dan Pengakuan
Beberapa pencapaian penting:
-
🎖️ Festival Film Bandung 2013 — Nominasi Pemeran Pembantu Pria Terpuji
-
🎖️ Indonesian Drama Series Awards 2025 — Nominasi Pemeran Karakter Ringan Terfavorit
Walaupun tidak banyak penghargaan seremonial, legacy-nya sebagai aktor karakter sangat dihargai oleh publik dan pelaku industri.
Bagi masyarakat Karo, kehadiran tokoh seperti Latief Sitepu menjadi representasi kebanggaan. Ia menunjukkan bahwa identitas daerah dan adat bukan hambatan, tetapi fondasi karakter, kedisiplinan, dan keteguhan.
Perjalanan hidupnya memberikan tiga pelajaran penting:
✨ Bakat tidak pernah kadaluarsa.
✨ Mimpi hanya mati jika ditinggalkan.
✨ Warisan terbesar bukan popularitas, tetapi karya yang meninggalkan jejak.
Latief Sitepu adalah contoh nyata bahwa usia bukan batas untuk berkarya. Dari prajurit penjaga pantai hingga menjadi salah satu wajah paling dikenang di layar kaca Indonesia, perjalanan hidupnya penuh ketekunan, kesabaran, dan dedikasi.
Ia bukan hanya seorang aktor, tetapi inspirasi bagi generasi muda, masyarakat Karo, dan siapa pun yang percaya bahwa hidup selalu memberi kesempatan kedua bagi mereka yang siap berjuang.