Menelusuri Akar Mitologis Raja Umang dan Rumah Batu Ajinembah

Rumah Si Pitu Ruang adalah salah satu legenda paling misterius dalam tradisi masyarakat Karo. Dibicarakan dari generasi ke generasi, namun bentuk aslinya tidak pernah benar-benar dapat dipastikan. Menariknya, meskipun berada dalam ranah mitos, beberapa bukti fisik masih dapat ditemukan hingga kini di desa Ajinembah, Kabupaten Karo.

Penelitian terhadap situs ini tidak hanya membuka pertanyaan tentang masa lalu, tetapi juga memperlihatkan bagaimana tradisi, arkeologi, dan hubungan antar etnis di Sumatra saling terhubung sejak ribuan tahun lalu.

Jejak Fisik Rumah Tujuh Ruang di Ajinembah

Hingga kini, masyarakat Karo mengetahui keberadaan batu-batu fondasi besar atau palas yang dipercaya sebagai sisa Rumah Si Pitu Ruang. Susunan batu tersebut tersusun seperti pola fondasi rumah adat Karo, namun ukurannya jauh lebih besar dibanding fondasi rumah tradisional masa kini.

Yang menarik, tidak ada sumber batu besar di wilayah tersebut, sehingga memunculkan pertanyaan:

“Bagaimana batu-batu raksasa ini dipindahkan ke lokasi itu?”

Belum ada kajian arkeologi modern yang mampu menentukan usia batu tersebut, sehingga misterinya tetap hidup dalam imajinasi dan perdebatan ilmiah.



Legenda Umang: Penghuni Gunung yang Hilang

Dalam mitos Karo, rumah tersebut dibangun oleh makhluk bernama umang atas perintah Raja Umang. Umang digambarkan sebagai makhluk:

  • berbentuk manusia kecil,

  • kakinya menghadap ke belakang,

  • hidup berkelompok di hutan pegunungan,

  • dan tinggal di rumah pahatan batu.

Rumah-rumah umang hanya dapat dilihat manusia ketika telah ditinggalkan. Beberapa gua umang masih ditemukan di wilayah Karo dan menariknya, tidak ditemukan di luar Karo.

Hal ini memunculkan teori alternatif:

Mungkinkah umang merupakan kelompok manusia prasejarah sebelum masyarakat Karo modern?

Hingga kini, jawabannya masih menjadi misteri.

Hubungan Mitos dan Sejarah: Karo dan Gayo Satu Asal?

Bagian penting dari legenda ini adalah kisah kerbau raksasa bernama Nanggalutu, yang menurut cerita berasal dari wilayah Gayo (Aceh Selatan). Jalur yang dilaluinya dari Gayo ke Ajinembah diyakini membentuk lembah panjang yang kini dihuni banyak desa marga Munte.

Bukti keterhubungan itu masih terlihat melalui fakta budaya:

Asal Bukti Hubungan
Gayo Nama tempat Bambil dan istilah rumah ume si pitu rue
Karo Pengguna nama pribadi Bambil dan istilah si pitu ruang

Hubungan ini juga didukung temuan arkeologi tahun 2011, saat DNA penduduk purba Gayo dan Karo ditemukan di satu lokasi penguburan yang sama. Berdasarkan penelitian tersebut, jejak kebudayaan Karo–Gayo diperkirakan telah berumur 7.400 tahun.

Di Antara Dunia Batak dan Melayu

Rumah Si Pitu Ruang tidak hanya mengandung jejak hubungan Karo dan Gayo, tetapi juga memperlihatkan pengaruh budaya Batak dan Melayu.

Dalam mitos disebutkan:

  • Saat pembangunan rumah berlangsung, di tempat lain diselenggarakan upacara pernikahan Raja Umang.

  • Musik pengiringnya adalah orkestra teba, yang kini identik dengan musik Batak.

Namun, upacara itu tidak selesai karena kedatangan ibu mempelai perempuan, sehingga ritual dianggap tidak sempurna.

Untuk memperbaikinya, Sibayak Barus Jahe melakukan ritual putar, yang mirip dengan tradisi tepung tawar Melayu. Bedanya, pada budaya Karo pasta kunyit ditempel di pipi dan dahi, bukan di telapak tangan seperti tradisi Melayu.

Dengan demikian, mitos ini menunjukkan:

Karo berada di titik tengah antara pengaruh Batak dan Melayu, namun tetap mempertahankan identitas budaya yang mandiri.

Mitos yang Menghubungkan Masa Lalu dan Identitas

Rumah Si Pitu Ruang bukan sekadar legenda, ia adalah pintu yang membuka pemahaman tentang:

✔ sejarah migrasi,
✔ hubungan etnis Karo–Gayo,
✔ jejak budaya Batak dan Melayu,
✔ serta sisa struktur purbakala yang belum terpecahkan.

Melalui perpaduan mitos dan bukti fisik, kisah ini mempertegas bahwa Tanah Karo memiliki identitas budaya unik, terbentuk dari pertemuan panjang berbagai tradisi dan peradaban.