Pasangan Pengantin Luar Biasa, Mainkan Kulcapi di Hari Pernikahan : Clara Beneditta Sinuhaji dan Niko Sembiring

Momen pernikahan Clara Beneditta Sinuhaji dan Niko Sembiring menjadi sorotan karena begitu istimewa dan langka. Keduanya bukan hanya pasangan pengantin biasa — tetapi juga pemain musik tradisional Karo yang piawai memainkan alat musik petik kulcapi.

Di tengah suasana bahagia pesta adat, Clara dan Niko tampil kompak memainkan kulcapi bersama. Suara khas alat musik tradisional itu mengalun lembut, menghadirkan suasana haru dan kebanggaan tersendiri bagi tamu yang hadir.

Pertunjukan “adu pengantin” dengan petikan kulcapi ini menjadi simbol keharmonisan, cinta, dan pelestarian budaya Karo yang kini semakin jarang ditemui. Sebuah momen indah yang tak hanya romantis, tetapi juga penuh makna budaya.

Kulcapi: Jiwa dan Irama Karo

Menurut catatan di budaya-indonesia.org dan digilib.unimed.ac.id, kulcapi merupakan alat musik tradisional Karo yang terbuat dari kayu pilihan dan dipahat dengan ukiran khas.
Instrumen ini biasanya memiliki dua senar, dimainkan dengan teknik petikan lembut untuk menghasilkan nada yang khas dan beresonansi hangat.

Dahulu, kulcapi sering dimainkan dalam berbagai upacara tradisi karo hingga pernikahan adat Karo.
Situs Analisadaily.com mencatat bahwa dalam prosesi adat perkawinan Karo, musik tradisional seperti sarune, kulcapi, gung, dan penganak berperan penting mengiringi setiap tahap upacara.
Alunan musik tradisional itu menjadi simbol harmoni, doa, dan kebersamaan dalam keluarga besar.

Namun seiring waktu, tradisi ini mulai jarang ditemukan. Kini, banyak pesta adat yang mengganti musik tradisional dengan keyboard modern atau rekaman digital.
Karena itu, momen Clara dan Niko dianggap begitu berharga, sebuah napas baru bagi pelestarian musik tradisional Karo di era modern.

Adu Pengantin: Harmoni Cinta dan Budaya

Dalam budaya Karo, dikenal istilah “adu pengantin”, sebuah simbol keakraban dan keseimbangan antara dua insan yang bersatu dalam adat. Ketika Clara dan Niko memainkan kulcapi bersama di pelaminan, banyak yang menilai itu bukan sekadar hiburan, tetapi wujud nyata dari adu pengantin yang sesungguhnya dua hati yang berpadu dalam irama yang sama.

Petikan tangan Clara yang lembut berpadu dengan alunan nada Niko yang dalam menciptakan kesatuan melodi yang menenangkan. “Ini bukan sekadar musik, ini bahasa cinta Karo,” ujar salah satu tetua adat yang hadir dalam upacara tersebut.

Makna di Balik Nada

Pernikahan ini bukan hanya perayaan cinta dua insan, tetapi juga pesan budaya yang kuat, bahwa tradisi tidak boleh hanya disimpan dalam museum atau arsip, melainkan dihidupkan kembali dalam kehidupan nyata.

Kulcapi yang dulunya menjadi simbol keindahan dan keteguhan hati orang Karo kini kembali berbicara lewat generasi muda. Melalui momen itu, Clara dan Niko menunjukkan bahwa menjadi modern tidak berarti melupakan akar budaya, justru dengan kembali pada akar, cinta dan identitas menjadi lebih kuat.

Momen Clara Beneditta Sinuhaji dan Niko Sembiring memainkan kulcapi di hari pernikahan mereka telah menjadi kisah yang menginspirasi. Di tengah arus modernisasi, mereka memilih untuk membawa suara Tanah Karo ke tengah pesta cinta mereka, menghadirkan harmoni yang langka, indah, dan sarat makna.

Bagi masyarakat Karo, kulcapi bukan sekadar alat musik, ia adalah jiwa yang memetik kenangan, doa, dan cinta. Dan di hari itu, di pelaminan sederhana yang dipenuhi tawa dan air mata bahagia, jiwa itu kembali bernyanyi.