Prof. Mr. Mahadi, S.H. : Ketua Tim Peneliti Sejarah Penetapan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai Pendiri Kuta Medan (1 Juli 1590)

Prof. Mr. Mahadi, S.H. adalah tokoh penting dalam sejarah penetapan hari jadi Kota Medan. Ia menjabat sebagai Ketua Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan yang dibentuk oleh Wali Kota Medan, Drs. Sjoerkani, melalui Surat Keputusan No. 342 tanggal 25 Mei 1971.

Tujuan pembentukan panitia ini adalah untuk meneliti dan menyelidiki sejarah asal-usul Kota Medan, guna menentukan tanggal resmi hari jadinya.

Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Wali Kotamadya No. 618 tanggal 28 Oktober 1971, dibentuk Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan, dan Prof. Mahadi kembali dipercaya sebagai ketuanya.

Dari hasil kerja panitia tersebut, ditetapkan bahwa Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi adalah pendiri Kota Medan, yang mendirikan sebuah kampung di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura pada tahun 1590. Kampung inilah yang kemudian berkembang menjadi Kota Medan, dan tanggal 1 Juli 1590 ditetapkan sebagai hari jadi Kota Medan.

Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi

Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi merupakan tokoh dari Tanah Karo yang dikenal memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional dan ilmu pengetahuan. Sebagai figur sentral dalam sejarah awal Kota Medan, ia dikenang karena perannya dalam membangun perkampungan yang menjadi cikal bakal kota besar di Sumatera Utara ini.

Profil dan Pemikiran Prof. Mr. Mahadi, S.H.

Selain sebagai Ketua Tim Peneliti Sejarah Kota Medan, Prof. Mahadi juga dikenal sebagai Rektor ketiga Universitas Sumatera Utara, yang menjabat sebagai Ketua Presidium USU periode 1962–1964.

Beliau adalah seorang juris dan hakim yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Meskipun berlatar belakang hukum, Prof. Mahadi bukanlah penganut aliran hukum positivistik.

Sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beliau terkenal dengan konsep pemikirannya yang disebut “Berpikir Alternatif.” Ajaran ini menekankan pentingnya mencari titik temu dalam perbedaan:

“Buang yang keruh, ambil yang jernih.
Temukan nuansanya.
Buang titik-titik perbedaan, ambil titik persamaan.
Buang sifat-sifat khusus, ambil sifat-sifat umum.
Di situlah akan ditemukan asas hukum.
Jadikan asas hukum itu tempat bergantungnya norma hukum.”

Pemikiran ini menjadi warisan intelektual berharga dari Prof. Mr. Mahadi seorang akademisi, pemimpin, dan pemikir hukum yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Sumatera Utara

Catatan: Roy Fachraby Ginting,
Dosen Universitas Sumatera Utara