Tanta J Ginting, Meninggalkan Roket & Satelit, Demi Panggung, Lampu, dan Seni

Di balik nama besar sebuah film, sering ada cerita kecil tentang keberanian mengambil risiko. Begitu pula dengan Tanta Jorekenta Ginting, putra Karo yang memilih jalan yang terasa “gila” bagi banyak orang: meninggalkan karier mapan di perusahaan teknologi Amerika Serikat demi mengejar dunia hiburan yang penuh ketidakpastian.
Hari ini, wajahnya menghiasi layar lebar dan televisi Indonesia. Namun untuk sampai ke sana, Tanta pernah berdiri pada titik nol tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, hanya dengan keyakinan bahwa hidup tidak boleh dihabiskan di tempat yang tidak membuatnya bahagia.
Dari Medan ke Amerika Serikat: Anak Karo yang Mengurusi Teknologi Antariksa
Lahir di Medan, 16 Oktober 1981, Tanta adalah anak dari Simson Ginting dan Murni Tarigan. Seperti banyak keluarga Indonesia, masa kecilnya berjalan biasa-biasa saja hingga usia 13 tahun, ketika keluarganya pindah ke Amerika.
Di negeri baru, hidup berubah total. Tanta tumbuh sebagai remaja Amerika, belajar dan kuliah di DeVry University California mengambil jurusan Teknik Elektro. Setelah lulus, kariernya mulus ia diterima bekerja di Northrop Grumman Space Technology dan FANUC America, dua perusahaan teknologi besar di bidang kedirgantaraan dan robotika.
Sulit membayangkan seorang aktor film perang atau drama cinta dulu menghabiskan hari dengan sistem elektronik, komponen industri, dan teknologi ruang angkasa.
Tetapi justru di sanalah masalah itu muncul Tanta tidak bahagia.
Meninggalkan Gaji Tinggi Demi Musik
“Setiap hari aku bangun dengan perasaan yang sama ini bukan duniamu,” kenangnya dalam satu wawancara.
Suatu hari, ia mengambil keputusan yang tak pernah dibayangkan keluarga dan rekan- rekannya mengundurkan diri. Tidak pindah kerja. Tidak punya rencana karier baru. Hanya satu hal ia ingin bermusik.
Bersama teman-teman sesama orang Indonesia di AS, lahirlah band Fourwall. Mereka membuat album, tampil di panggung, menjadi band pembuka artis-artis Indonesia yang tur di Amerika. Mereka punya penggemar. Mereka punya harapan.
Band itu menjadi bukti bahwa Tanta tidak sekadar melompat dari gedung ia melompat dan terbang.
Pulang Kampung, Kehabisan Uang, dan Titik Terendah
Pada 2008, Fourwall mencoba peruntungan di Indonesia. Namun waktu tidak berpihak kepada mereka. Genre musik yang mereka bawa tidak dilirik pasar. Lagu-lagu mereka tak mendapat ruang.
Dan untuk pertama kali dalam hidupnya,
Tanta menganggur.
Tanpa pekerjaan, tanpa pemasukan tetap, ia hidup dari tabungan. Kadang hanya menunggu telepon yang tak pernah berbunyi. Kadang bertanya pada dirinya sendiri: Apakah ini pilihan yang salah?
Tidak ada perusahaan besar. Tidak ada gaji dolar. Tidak ada kepastian.
Namun terkadang, hidup bergerak ketika kita hampir menyerah.
Pintu Baru: Theater & Akting
Sebuah pesan dari sahabatnya, Daniel Mananta, menjadi titik balik:
“Ada audisi untuk Gita Cinta: The Musical. Coba aja.”
Tanta datang. Bukan aktor. Tidak punya latar belakang teater. Namun ia diterima.
Di panggung musikal itulah ia belajar berdiri, bergerak, menyanyi, menghafal dialog. Dari Gita Cinta berlanjut ke Laskar Pelangi dan Ali Topan. Yang dulu hanya penyanyi band, kini mulai belajar seni peran dari nol.
Dan kemudian, dunia film membukakan pintu.
Berperan sebagai Sutan Sjahrir: Lonjakan Tak Terduga
Film pertama Tanta bukan peran kecil. Ia langsung dipercaya memerankan Sutan Sjahrir dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka (2013). Bayangkan:
-
Debut layar lebar
-
Langsung memerankan tokoh sejarah
-
Saat usianya 32 tahun
Itu bukan sekadar keberuntungan. Itu kerja keras yang membayar keyakinan.
Sejak itu, film datang satu per satu:
-
Tjokroaminoto
-
Negeri Tanpa Telinga
-
Surga yang Tak Dirindukan
-
3 Dara
-
ILY from 38.000 Ft
-
Sundul Gan
-
Dan banyak lagi
Ia bahkan pernah muncul sebagai figuran dalam adegan kerusuhan penjara di The Raid 2, hanya karena ia sedang jatuh cinta pada bela diri Krav Maga dan Brazilian Jiujitsu. Tidak ada peran kecil bagi orang yang besar perjuangannya.
Penghargaan Datang, Tapi Itu Bukan Tujuan
Dari seorang pegawai perusahaan teknologi, kini Tanta mengantongi berbagai nominasi prestisius:
-
Pemeran Pembantu Pria Terpuji – Festival Film Bandung 2016
-
Pendatang Baru Pria Terpilih – Piala Maya 2014
-
Nominasi Pemeran Pendukung Terfavorit – IMA Awards 2016
Di balik sorotan kamera, Tanta tetap Tanta: anak Karo yang suka traveling, suka bertemu orang baru, dan selalu mengingat bagaimana rasanya memulai dari titik nol.
Di TV: Tanta & “The East”
Saat tidak berada di set film, ia tampil dalam sitkom “The East” di NET.TV, berperan sebagai Fajar—kameramen tengil yang hobinya tidur. Karakter yang santai dan lucu ini membuat banyak penonton melihat sisi lain Tanta yang lebih cair, lebih dekat.
Tentang Cinta & Hidup Dewasa
Di tahun-tahun menuju puncak kariernya, Tanta juga menata hidup pribadinya. Ia bertunangan dengan Denalta, finalis Miss Indonesia, dan merencanakan pernikahan di tahun 2018.
Hidupnya tampak lengkap. Tapi ia selalu mengingat masa paling penting dalam hidupnya: saat ia berani melangkah ke ruang yang gelap tanpa tahu hasilnya.
Karena Bahagia Tidak Selalu Datang dari Jalan Yang Aman
Kisah Tanta adalah kisah tentang keberanian meninggalkan “jalan aman”
demi sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh gaji besar: rasa hidup.
Ada jutaan orang yang terus bekerja di tempat yang tidak mereka cintai.
Ada sebagian kecil yang berani pergi.
Dan hanya sedikit sekali yang kemudian berhasil.
Tanta Ginting adalah salah satunya.