Klarifikasi atas Diskusi Sejarah Kota Medan

Tulisan saya berjudul “Sejarah Kota Medan: Ahoy Mejuah-juah sebagai Simbol Persaudaraan Karo dan Melayu” tidak dimaksudkan untuk mengklaim kepemilikan Kota Medan baik secara hukum, ekonomi, maupun politik oleh satu suku tertentu.

Sejarah dan kepemilikan adalah dua hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan.

Dalam konteks sejarah, berbagai sumber akademik serta pengakuan resmi pemerintah menyebutkan bahwa cikal bakal Kota Medan bermula dari Kampung Madan, yang didirikan oleh Guru Patimpus, seorang tokoh Karo, di wilayah yang sejak lama juga menjadi ruang hidup masyarakat Karo dan Melayu. Fakta ini berbicara tentang asal-usul historis, bukan tentang siapa yang “berhak” atas Kota Medan hari ini.

Sementara itu, Medan modern adalah kota multietnis yang dibangun dan dimajukan oleh kontribusi banyak kelompok: Karo, Melayu, Tionghoa, Aceh, Batak Toba, Minangkabau, Jawa, dan berbagai komunitas lainnya. Peran masyarakat Tionghoa dalam perkembangan ekonomi dan dinamika perkotaan Medan, misalnya, merupakan kenyataan historis yang tidak saya sangkal dan tidak saya kecilkan.

Gagasan “Ahoy Mejuah-juah” justru lahir dari semangat rekonsiliasi sejarah dan persaudaraan, bukan dari keinginan menyingkirkan identitas lain atau menandingi salam budaya mana pun. Ia dimaksudkan sebagai simbol bahwa Medan tumbuh dari perjumpaan dan kebersamaan, bukan dari penyeragaman atau dominasi satu identitas.

Membicarakan sejarah tidak identik dengan sikap anti-kemajuan, sebagaimana mengingat akar lokal bukan berarti menolak realitas sosial hari ini. Keduanya dapat berjalan berdampingan dalam kerangka Pancasila dan kebinekaan Indonesia.

Apabila diskusi sejarah ini memicu emosi, barangkali yang perlu kita jaga bukan soal siapa yang paling benar, melainkan bagaimana kita bersikap dewasa dalam memahami masa lalu tanpa saling meniadakan di masa kini.

Medan tidak berdiri karena satu suku semata, dan Medan juga tidak kehilangan maknanya hanya karena kita mengingat siapa yang lebih dulu membuka halaman pertamanya.