Raja Kami Sembiring Meliala: Putra Karo dalam Sejarah Militer dan Politik Indonesia

Nama Raja Kami Sembiring Meliala menempati posisi tersendiri dalam perjalanan sejarah Indonesia modern. Ia bukan hanya dikenal sebagai perwira tinggi TNI Angkatan Darat, tetapi juga sebagai tokoh politik nasional yang menjalani pengabdian panjang lintas medan dari garis depan militer hingga ruang-ruang pengambilan keputusan di parlemen. Bagi masyarakat Karo, namanya adalah representasi putra daerah yang mampu menembus pusat kekuasaan negara dengan disiplin, kecakapan, dan konsistensi pengabdian.
Latar Belakang dan Masa Awal Kehidupan
Raja Kami Sembiring Meliala lahir pada 17 Agustus 1938 di Sarinembah, Munte, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Ia lahir pada tanggal yang kelak menjadi simbol kemerdekaan bangsa Indonesia, sebuah kebetulan historis yang kerap dikenang oleh keluarga dan koleganya. Lingkungan tanah Karo yang keras, disiplin adat, serta nilai kerja keras membentuk karakter awalnya tegas, bertanggung jawab, dan berorientasi pada pengabdian.
Sejak usia muda, Raja Kami menunjukkan ketertarikan pada dunia kemiliteran. Pilihan itu bukan semata-mata soal karier, melainkan panggilan untuk mengabdi kepada negara yang saat itu masih berada dalam fase konsolidasi pasca-kemerdekaan.
Pendidikan Militer dan Pembentukan Karakter Perwira
Langkah awalnya sebagai prajurit profesional dimulai ketika ia lulus dari Akademi Militer Nasional (AMN) Yogyakarta pada tahun 1960. Pendidikan ini menjadi fondasi utama pembentukan kepemimpinannya sebagai perwira infanteri.
Tidak berhenti di tingkat nasional, Raja Kami terus mengasah kapasitas intelektual dan strategisnya melalui berbagai pendidikan lanjutan, baik di dalam maupun luar negeri. Pada tahun 1972–1973, ia mengikuti pendidikan Generalstabslehrgang (Seskoad Jerman) di Führungsakademie der Bundeswehr, Hamburg. Pendidikan ini dikenal ketat dan prestisius, membentuk perwira-perwira dengan wawasan strategi modern dan kepemimpinan tingkat tinggi.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Seskogab Bandung (1975–1976) serta Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Jakarta pada tahun 1982. Rangkaian pendidikan tersebut menempatkannya sebagai salah satu perwira TNI AD dengan latar akademik militer yang lengkap dan berkelas internasional.
Karier Militer: Dari Satuan Tempur hingga Pangdam
Dalam perjalanan militernya, Raja Kami Sembiring Meliala dikenal sebagai perwira infanteri yang tegas dan disiplin. Ia memimpin berbagai satuan tempur dengan pendekatan kepemimpinan yang terukur—menggabungkan ketegasan komando dengan perhatian pada kesejahteraan prajurit.
Salah satu penugasan pentingnya adalah ketika ia dipercaya sebagai Komandan Kontingen Garuda VIII/Pengganti dalam misi United Nations Emergency Force (UNEF II) di Timur Tengah pada tahun 1979. Penugasan ini tidak hanya membawa nama Indonesia di kancah internasional, tetapi juga menunjukkan kepercayaan negara terhadap kapasitas kepemimpinannya dalam misi multinasional yang kompleks.
Puncak karier militernya terjadi saat ia menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih pada periode 1982–1985. Wilayah ini dikenal memiliki tantangan geografis, sosial, dan keamanan yang tinggi. Dalam masa kepemimpinannya, Raja Kami menjalankan tugas dengan pendekatan stabilisasi keamanan sekaligus memperhatikan dinamika sosial masyarakat setempat.
Ia juga pernah menjabat sebagai Komandan Brigade Infanteri 1 Pengaman Ibukota Jaya Sakti (Brigif 1), satuan strategis yang berperan penting dalam pengamanan pusat pemerintahan negara.
Dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal TNI, ia mengakhiri masa dinas militernya pada tahun 1988, menutup satu babak pengabdian berseragam yang panjang dan sarat pengalaman.
Memasuki Dunia Politik Nasional
Selepas purna tugas dari militer, Raja Kami tidak sepenuhnya meninggalkan pengabdian publik. Ia justru melanjutkannya melalui jalur politik. Karier politiknya dimulai pada tahun 1988 ketika bergabung dengan Partai Golongan Karya (Golkar). Melalui partai ini, ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) periode 1987–1992.
Di parlemen, ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR RI pada periode 1990–1992, sebuah komisi yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan hukum. Posisi ini menempatkannya dalam pusaran kebijakan strategis negara, terutama pada masa Orde Baru yang sangat sentralistik.
Pada periode berikutnya (1992–1994), ia menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi ABRI di DPR/MPR RI. Namun, pada Februari 1994, perjalanan politiknya sempat terhenti seiring perubahan konstelasi politik nasional.
Reformasi dan Peran di PDI Perjuangan
Momentum Reformasi 1998 membuka kembali ruang politik bagi Raja Kami Sembiring Meliala. Pada September 1998, ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan). Keputusan ini menandai fase baru dalam kiprah politiknya, dari representasi ABRI menuju partai politik sipil yang lahir dari semangat reformasi.
Melalui PDI Perjuangan, ia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI dan menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I yang membidangi Pertahanan, Keamanan, dan Luar Negeri bidang yang sangat sesuai dengan latar belakang militernya. Ia menjadi utusan PDI Perjuangan dari Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pada periode 1999–2004, ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI. Selanjutnya, pada periode 2004–2007, ia dipercaya sebagai Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Bidang Politik dan Keamanan (Polkam).
Secara keseluruhan, Raja Kami tercatat menjadi anggota DPR RI dalam beberapa periode: 1987–1992, 1992–1994, 1999–2004, dan 2004–2009. Rentang waktu ini menunjukkan konsistensi perannya dalam kehidupan legislatif nasional.
Peran Sosial dan Dunia Pendidikan
Selain militer dan politik, Raja Kami Sembiring Meliala juga aktif dalam dunia sosial dan pendidikan. Pada periode 2000–2005, ia menjabat sebagai Ketua Yayasan Akademi Leimena, sebuah lembaga yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia dan kepemimpinan nasional.
Keterlibatannya di dunia pendidikan mencerminkan keyakinannya bahwa kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada pertahanan, tetapi juga pada kualitas manusia yang dibentuk melalui pendidikan dan nilai kebangsaan.
Akhir Hayat dan Warisan Pengabdian
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Raja Kami Sembiring Meliala wafat di Jakarta pada 17 Maret 2018, pada usia 79 tahun. Kepergiannya meninggalkan jejak panjang pengabdian yang terbentang di dua medan utama: militer dan politik.
Bagi masyarakat Karo, ia dikenang sebagai putra daerah yang mampu membawa identitasnya dengan terhormat di tingkat nasional, tanpa kehilangan akar budaya dan nilai asal-usulnya. Bagi bangsa Indonesia, namanya tercatat sebagai salah satu perwira dan negarawan yang setia menjalani tugas negara dalam berbagai fase sejarah Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi.
Raja Kami Sembiring Meliala adalah contoh bagaimana pengabdian kepada negara dapat dijalani secara utuh, konsisten, dan lintas generasi. Sebuah warisan yang tidak hanya tercatat dalam dokumen sejarah, tetapi juga hidup dalam ingatan mereka yang pernah menyaksikan dan merasakan langsung kiprahnya.