Simpei Sinulingga dan Perjuangan Menjaga Eksistensi Budaya Karo di Tengah Arus Modernisasi

Perkembangan teknologi dan modernisasi yang kian pesat membawa dampak besar terhadap keberlangsungan budaya lokal. Di Sumatera Utara, kondisi ini terasa semakin nyata ketika budaya asing terus masuk, sementara jumlah pegiat budaya tradisional justru semakin berkurang.

Situasi inilah yang mendorong Simpei Sinulingga untuk terjun langsung dalam upaya pelestarian budaya Karo. Sejak tahun 2012, ia aktif mengangkat dan membina berbagai aktivitas kebudayaan Karo melalui pendirian dan pembinaan sanggar seni di sejumlah daerah.

Membina Sanggar Budaya Karo di Berbagai Daerah

Hingga kini, Simpei Sinulingga telah membina delapan sanggar budaya yang tersebar di Tanah Karo, Langkat, Medan, dan Deli Serdang. Sanggar-sanggar tersebut menjadi ruang belajar bagi anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah pertama untuk mengenal budaya Karo secara langsung.

Berbagai aktivitas budaya diajarkan, mulai dari tarian tradisional Karo, musik etnik, bela diri tradisional, hingga pertunjukan seni lainnya. Namun, menjaga keberlanjutan sanggar bukanlah perkara mudah.

Simpei mengakui bahwa beberapa sanggar mengalami penurunan aktivitas ketika tidak lagi mendapat pendampingan langsung. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem kebudayaan masih sangat rapuh dan membutuhkan dukungan berkelanjutan.

Tantangan Budaya Karo di Era Modern

Menurut Simpei, salah satu tantangan terbesar dalam melestarikan budaya saat ini adalah minimnya nilai ekonomi yang melekat pada aktivitas kebudayaan. Banyak pelaku seni merasa bahwa keterampilan budaya belum mampu menjamin masa depan secara finansial.

Kondisi tersebut menyebabkan minat generasi muda untuk terlibat dalam kegiatan budaya semakin menurun. Budaya kerap dipandang sebagai aktivitas yang “mengeluarkan biaya” tanpa memberikan manfaat ekonomi jangka panjang.

Tradisi Karo yang Mulai Menghilang

Sejumlah tradisi Karo yang dahulu menjadi bagian dari kehidupan sosial kini perlahan memudar. Salah satunya adalah tradisi menanam padi secara gotong royong yang melibatkan struktur adat seperti anak beru dan sukut.

Selain itu, beberapa ritual adat, termasuk tradisi mengangkat tulang belulang leluhur, juga mulai jarang dilaksanakan. Perubahan pola hidup dan modernisasi menjadi faktor utama memudarnya praktik-praktik tersebut.

Harapan Wadah Budaya Bernilai Ekonomi

Simpei Sinulingga berharap adanya peran aktif dari pemangku kebijakan untuk menciptakan wadah eksplorasi kebudayaan yang berkelanjutan. Ia menilai, budaya akan tetap hidup jika diberikan ruang tampil dan memiliki nilai ekonomi yang jelas.

Menurutnya, para pelaku seni hanya membutuhkan panggung dan sistem yang memungkinkan mereka menyalurkan kemampuan yang telah dipelajari, baik dalam bentuk pertunjukan, festival, maupun program kreatif lainnya.

Konsistensi Mengangkat Bela Diri Karo “Ndikar”

Selain membina sanggar, Simpei juga dikenal sebagai seniman yang konsisten mengangkat bela diri tradisional Karo, yang dikenal dengan sebutan ndikar. Melalui riset dan pengembangan yang dilakukannya, ndikar telah ditampilkan di berbagai kegiatan kebudayaan di Sumatera Utara.

Upaya ini mempertegas bahwa budaya Karo tidak hanya sebatas seni pertunjukan, tetapi juga mengandung nilai filosofi, disiplin, dan jati diri masyarakat Karo.

Pandemic For Arts: Melawan Krisis dengan Gagasan

Saat dunia dilanda pandemi Covid-19, aktivitas seni dan budaya mengalami keterhentian. Untuk menjawab tantangan tersebut, Rumah Karya Indonesia menggagas program “Pandemic For Arts”, sebuah ruang pertunjukan seni yang dilaksanakan secara daring melalui Facebook, YouTube, dan Instagram.

Program ini bertujuan untuk menjaga konsistensi para seniman tradisi, sekaligus menghadirkan hiburan dan ketenangan bagi masyarakat di tengah keterbatasan aktivitas. Inisiatif ini menjadi bukti bahwa seni dan budaya mampu bertahan bahkan di masa krisis.

Pesan untuk Generasi Muda

Simpei Sinulingga menegaskan bahwa budaya merupakan alat pemersatu, tidak hanya bagi masyarakat Karo, tetapi juga bagi seluruh suku di Indonesia. Ia mengajak generasi muda untuk terus maju mengikuti perkembangan zaman, tanpa meninggalkan akar budaya sendiri.

Menurutnya, modernisasi dan budaya tidak harus saling meniadakan, tetapi dapat berjalan berdampingan demi menjaga identitas bangsa.