Darimanakah Asal Usul Etnis dan Nama Karo ?
Foto :@uis_gara/Editor :Willem A. Sinuraya |
Daerah
Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan. Daerah pantai terletak
sepanjang pesisir timur dan barat dan
bersambung dengan dataran rendah terutama di bagian timurnya. Dataran Karo, Toba dan Humbang merupakan dataran tinggi,
sedangkan pegunungan bukit barisan yang
membujur di tengahtengah dari utara ke selatan merupakan daerah pegunungan. Luas daerah Sumatera Utara sekitar
71.680 km2 dan terletak antara 1 dengan 4
lintang Utara dan antara 98 dengan 100 bujur timur. Penduduk pribumi Sumatera Utara terdiri dari suku Melayu, Batak
Toba, Karo, Simalungun, Pakpak Dairi, Pesisir, Mandailing dan Nias, dengan mata
pencaharian sehari-hari adalah bertani.
Berdasarkan
mitos yang ada, asal-usul suku di Sumatera Utara bervariasi, sebagai contoh :
ü
Ada yang mengusut asal-usul leluhurnya dari
langit yang turun di puncak gunung Pusuh
Buhit (Toba),
ü
Ada yang berasal dari lapisan yang paling indah
yang disebut Tetoholi Ana'a yang turun di wilayah Gomo
(Nias),
ü
Ada yang berasal dari turunan Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit
Siguntang Palembang (Melayu).
Berdasarkan
perkiraan-perkiraan yang disusun para ahli, penduduk asli Sumatera Utara
ini berasal dari Hindia Belakang yang datang ke kawasan ini
secara bertahap. Hal
inilah maka kemudian corak ragam budaya penduduk pribumi Sumatera Utara ditemukan perbedaan-perbedaaan.
Dalam
masyarakat Karo pun, ada ditemukan mitos tentang asal usul etnis ini. Mitos ini tidak berkait erat dengan hal-hal
yang sulit ditelusuri oleh akal seperti yang
mengusut asal-usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuh Buhit (Toba), atau yang mengusul asal usulnya dab
berkesimpulan dari lapisan yang
paling indah yang mereka sebut Tetoholi Ana'a yang turun di wilayah Gomo (Nias), atau yang mengkaitkannya dengan turunan
Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di
Bukit Siguntang Palembang (Melayu).
Dalam
masyarakat Karo mitos tersebut
berkaitan dengan Totem. Misalnya haram mengkonsumsi daging binatang seperti Kerbau Putih, oleh
subklen Sebayang, Burung Balam oleh subklen klen Tarigan, Anjing oleh subklen
Brahmana.
Dalam
beberapa literatur tentang Karo, etimologi
Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru
ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14
sampai abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara.
Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah
menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo.
Menurut Sangti (1976:130) dan Sinar
(1991:1617), sebelum klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin
menjadi bagian dari masyarakat Karo
sekarang, telah ada penduduk asli Karo
pertama yakni klen Karo Sekali. Dengan
kedatangan kelompok klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin, akhirnya membuat masyarakat Karo
semakin banyak.
ü
Klen Ginting misalnya
adalah petualangan yang datang ke Tanah Karo melalui pegunungan Layo Lingga, Tongging dan akhirnya sampai di dataran
tinggi Karo.
ü
Klen Tarigan adalah petualangan
yang datang dari Dolok Simalungun dan Dairi.
ü
Klen Perangin-angin
adalah petualangan
yang datang dari Tanah Pinem Dairi.
ü
Klen Sembiring
diidentifikasikan berasal dari
orang-orang Hindu Tamil yang terdesak oleh pedagang Arab di Pantai Barus menuju Dataran Tinggi Karo, karena mereka sama-sama
menuju dataran tinggi Karo,.
Kondisi ini akhirnya, menurut Sangti mendorong
terjadi pembentukan merga si lima. Pembentukan
ini bukan berdasarkan asal keturunan menurut garis bapak (secara genealogis patrilineal) seperti di Batak
Toba, tetapi sesuai dengan proses peralihan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat Karo Tua kepada masyarakat Karo
Baru yakni lebih kurang pada tahun 1780. Pembentukan ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Aru
dengan penduduk asli.
Kini
pembentukan klen ini akhirnya melahirkan merga si lima (klen yang lima) yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Karo
saat ini. Akhirnya masyarakat Karo
yang terdiri dari merga si lima yang berdomisili di dataran tinggi,
kemudian menyebar ke berbagai wilayah di sekitarnya,
seperti ke Deli Serdang, Dairi Langkat, Simalungun
dan Tanah Alas (Aceh Tenggara). Bahkan secara individu kini mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, maupun ke
luar wilayah negara Indonesia.
Totem yaitu kepercayaan akan adanya hubungan gaib
antara sekelompok orang - sesekali dengan seseorang - dengan segolongan binatang atau tanaman atau benda mati
sebab dipercayai antara benda-benda itu dengan dirinya ada suatu
hubungan yang erat dan sangat khusus.