Djaga Sembiring Depari: Komposer Legendaris Karo dan Tokoh Kebangkitan Musik Tradisional Indonesia

Djaga Sembiring Depari, atau lebih dikenal sebagai Djaga Depari, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah musik Indonesia, khususnya bagi masyarakat Karo. Lahir dari merga Sembiring sub-merga Depari, namanya dikenang bukan hanya sebagai pencipta lagu, tetapi juga sebagai pejuang budaya dan sosok yang menggunakan musik sebagai alat perjuangan.
Karya-karyanya banyak bernuansa kehidupan masyarakat Karo pada masa penjajahan, mulai dari tema romansa hingga semangat nasionalisme. Banyak lagu ciptaannya mampu membangkitkan semangat dan menyatukan masyarakat ketika masa kolonial. Karena kekuatan syairnya, Djaga Depari sering disebut sebagai pionir modernisasi musik Karo.
Masa Kecil dan Pendidikan
Djaga Depari lahir pada 5 Mei 1922 di Desa Kuta Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Ayahnya, Ngembar Sembiring Depari, bekerja sebagai mandor besar di Deli Hulu, sementara ibunya bernama Siras beru Karo Sekali.
Berkat kondisi keluarga yang cukup baik, Djaga Depari mendapat kesempatan belajar di salah satu sekolah modern pada zamannya, yaitu Christelijk Hollandsch Inlandsch School (Christelijk HIS) di Kabanjahe sekitar tahun 1935. Di sekolah inilah minat dan bakat bermusiknya mulai menonjol. Ia sering bernyanyi di depan kelas hingga membentuk grup musik sekolah dan belajar biola.
Peran Besar dalam Perkembangan Musik Karo
Djaga Depari dianggap sebagai tokoh penting yang membawa musik Karo memasuki era baru. Ia tidak hanya menulis musik tradisional, tetapi juga memadukan unsur musik modern yang ia pelajari dari rekaman gramafon dan musik Eropa. Namun, syairnya tetap mempertahankan ciri khas sastra Karo yang kaya kiasan, idiom, dan metafora.
Pendekatan musikal ini membuat karya-karyanya diterima lintas generasi dan menjadi inspirasi bagi musisi Karo modern.
Perjalanan Karier Musik
Setelah lulus HIS tahun 1939, Djaga Depari memilih fokus pada musik meskipun kondisi ekonomi seniman saat itu belum menjanjikan. Pada awal 1940-an ia pindah ke Medan. Di kota ini, ia mengikuti pelatihan administrasi, bahasa asing, serta mengasah keterampilan biolanya.
Bersama Mayor Yusuf, ia mendirikan orkes musik Melati Putih, yang kemudian menjadi sangat populer di Sumatera Timur, terutama di kalangan masyarakat Karo, Melayu, dan para bangsawan. Popularitas ini membuka jalan baginya untuk bekerja di Kantor Perwakilan Kesultanan Serdang pada tahun 1942.
Kembali ke Kampung dan Akhir Hayat
Saat Jepang menduduki Sumatra pada tahun 1943, Djaga Depari kembali ke kampung halamannya di Seberaya. Ia menikahi Djendam beru Pandia dan memiliki tujuh anak. Meski hidup di desa, ia terus menciptakan karya hingga akhir hayatnya pada 15 Juli 1963, di usia 41 tahun.
Penghargaan dan Warisan Budaya
Untuk mengenang jasanya, masyarakat dan pemerintah mendirikan tugu Djaga Depari di Kota Medan dan Monumen Piso Surit di Seberaya. Atas kontribusinya, ia juga menerima penghargaan dari berbagai tingkat pemerintahan:
-
Piagam Anugerah Seni dari Pemerintah Kabupaten Karo
-
Piagam Anugerah Seni dari Gubernur Sumatera Utara (13 Juli 1979)
-
Piagam Anugerah Seni dari Presiden Republik Indonesia (2 Mei 1979)
Karya Djaga Depari hingga kini masih dinyanyikan, dipentaskan, dan direkam kembali.
Daftar Lagu Ciptaan Djaga Depari yang Populer
Berikut beberapa karya Djaga Depari yang dikenal luas (berurutan sesuai abjad):
-
Anak Melumang
-
Andiko Aléna
-
Arikokéna
-
Bagi Kersik Ndabuh ku Lau
-
Bintang Similep-ilep
-
Bunga-bunga Nggeluh
-
Bunga ‘Colé
-
Bunga Dawa
-
Bulan Simacem-macem
-
Bulan Purnama
-
Bunga Pariama
-
Bolo-bolo
-
Cikala Nguda
-
Ciké Lambang Bungana
-
Ciké Cur
-
Cit Nina Pincala
-
Dalin ku Rumah
-
Deleng Simolé
-
Émbas-émbas
-
Erkata Bedil
-
Famili Taxi
-
Gelumbang Erdeso
-
Gerdang Gerdung
-
Ija Sayngku Ndai
-
Iyo-iyo Lau Beringen
-
Kuda Gara
-
Kacang Goréng
-
Kacang Koro
-
Kaperas Sigé
-
Keri Bengkuang
-
Lasam-lasam
-
Lampas Tayang Melaun Tunduh
-
Maké Anjar
-
Mari Kéna
-
Mejuah-juah
-
Mbaba Kampil
-
Musuh Suka
-
Nangkih Deleng Sibayak
-
Nangka Nguda
-
Ndigan-ndigan
-
Ola Gélangken
-
Onggar-onggar
-
Padang Sambo
-
Pecat-pecat Seberaya
-
Perkantong Samping
-
Perkedé La Megogo
-
Pernantin
-
Pio-pio
-
Pinta-pinta
-
Piso Surit
-
Purpur Sagé
-
Roti Manis
-
Rudang Mayang
-
Rudang-rudang Mejilé
-
Rumba Karo
-
Sanggar-sanggar
-
Seni Karo
-
Simbincar Layo
-
Simulih Karaben
-
Sué-suè
-
Sora Mido
-
Taneh Karo Simalem
-
Tenah Lau Bingé
-
Telnong Keri Minakna
-
Terang Bulan
-
Terbuang
-
Tiga Sibolangit
-
Tual La Tolé
-
Tunduh-tunduh
-
Turang
-
Uis Gara
-
U.S.D.E.K
-
Wayah Ê Wayah
-
Lainnya
Djaga Depari bukan hanya seorang pencipta lagu, tetapi juga simbol identitas budaya masyarakat Karo. Melalui musiknya, ia mengangkat tradisi, bahasa, dan perasaan kolektif masyarakat di masanya, sekaligus menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Jika Anda memiliki tambahan informasi atau koreksi, silakan tuliskan dalam kolom komentar.
Mejuah-juah!