Hubungan Kerajaan Haru dan Kerajaan Pasai serta Jejaknya pada Suku Karo, Gayo, Alas dan Kluet

Peradaban di Sumatera Utara tidak hanya dibentuk oleh kerajaan besar seperti Sriwijaya. Jauh sebelum itu, wilayah ini sudah dihuni kerajaan-kerajaan yang kuat dan berpengaruh. Dua di antaranya adalah Kerajaan Haru (Aru) dan Kerajaan Samudera Pasai. Kedua kerajaan ini menempati wilayah berdekatan dan saling bersinggungan selama ratusan tahun. Hubungan tersebut kemudian meninggalkan jejak budaya yang masih terlihat sampai saat ini, terutama pada suku Karo, Gayo, Alas, dan Kluet.
Kerajaan Haru yang sekarang disebut Karo
Kerajaan Haru atau Aru berdiri di pesisir timur Sumatra Utara. Banyak catatan Nusantara dan Eropa menyebut Haru sebagai kerajaan kuat yang memiliki pengaruh hingga Selat Malaka. Rakyat Haru tidak seluruhnya berada di pesisir; sebagian hidup di dataran tinggi dan pedalaman. Mereka mempertahankan budaya asli, sistem adat, serta tradisi merga yang kelak dikenal sebagai Merga Silima:
-
Karo-karo
-
Ginting
-
Tarigan
-
Perangin-angin
-
Sembiring
Seseorang baru dianggap sebagai “orang Karo” jika terikat pada sistem Merga Silima. Karena itu, meskipun ada nama merga seperti Terigan, Bukit, Keling, Munte, atau Pase juga ditemukan di Aceh dan Gayo, mereka tidak otomatis termasuk komunitas Karo apabila tidak mengikatkan diri pada aturan adat yang sama.
Jejak Haru inilah yang kemudian melebur dan menjadi identitas suku Karo di wilayah Tanah Karo, Deli Serdang, Langkat, dan sebagian Aceh Tenggara.
Kerajaan Samudera Pasai: Akar Budaya Gayo, Alas, dan Kluet
Di sisi lain, berdiri Kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Islam pertama di Nusantara. Posisi geografisnya berada tidak jauh dari wilayah Haru, namun orientasinya berbeda. Pasai berperan sebagai pusat perdagangan dan dakwah Islam internasional.
Pengaruh Samudera Pasai sangat kuat terhadap masyarakat pegunungan Aceh. Dari sinilah berkembang kelompok-kelompok etnis yang kini dikenal sebagai:
-
Suku Gayo,
-
Suku Aceh Alas,
-
dan Aceh Kluet.
Secara etnografi, sebagian merga di sana juga mirip dengan merga rakyat Haru, menunjukkan bahwa penduduk kedua kerajaan pada masa lampau kemungkinan pernah berada dalam rumpun leluhur yang sama.
Kesamaan Merga, Identitas Berbeda
Fenomena kesamaan merga antar suku di wilayah Aceh dan Karo sering menimbulkan pertanyaan: apakah mereka berasal dari satu nenek moyang?
Secara tradisi lisan, ada hubungan genealogis tua antara masyarakat Haru dan Pasai sebelum identitas etnis modern terbentuk. Namun, identitas etnis tidak hanya ditentukan merga, tetapi oleh:
-
sistem adat,
-
bahasa,
-
agama,
-
dan wilayah kekuasaan.
Karena itulah seseorang bermerga Terigan yang hidup di Aceh tidak otomatis menjadi bagian dari komunitas Karo, melainkan bagian dari komunitas Aceh, Gayo, Alas, atau Kluet sesuai budaya tempat mereka berada.
Hubungan Kerajaan Haru dan Kerajaan Gayo
Dalam sumber tradisi lisan Sumatera, disebutkan juga adanya Kerajaan Gayo atau kerajaan-kerajaan kecil di dataran tinggi Gayo sebelum wilayah tersebut masuk pengaruh Pasai dan Aceh Darussalam. Ada dua hubungan penting antara Haru dan para raja di Gayo:
Hubungan Genealogis
Beberapa merga yang identik antara Karo dan Gayo—seperti:
-
Melala
-
Bukit
-
Pase
-
Munte
-
Cibro
-
Pinim
menjadi indikator nyata bahwa pada zaman lampau ada hubungan darah dan migrasi antara penduduk Haru dan pegunungan Gayo.
Sebagian ahli menyebut bahwa perpindahan penduduk Haru ke arah dataran tinggi Gayo terjadi akibat konflik, ekspansi Pasai, serta tekanan Portugis di pesisir timur.
Perbedaan Identitas Terbentuk Karena Agama
-
Kerajaan Haru sejak awal tidak seluruhnya Islam. Sebagian kuat mempertahankan kepercayaan asli.
-
Wilayah Gayo akhirnya masuk ke pengaruh Islam melalui Pasai dan Aceh Darussalam.
Inilah yang membuat penduduk Gayo memiliki identitas Islam yang kuat, sementara Karo tetap dengan sistem adat tradisional hingga masa kolonial.
Perdagangan dan Politik
Wilayah Haru dan Gayo saling terhubung melalui jalur darat dan sungai. Dataran tinggi Gayo menjadi sumber komoditas pertanian dan kayu, sedangkan Haru memainkan peran jalur dagang pesisir menuju Selat Malaka. Hubungan ekonomi ini membuat pertukaran budaya terus terjadi walaupun berbeda kerajaan.
Kesimpulan
-
Kerajaan Haru dan Samudera Pasai bukan hanya tetangga secara geografis, tetapi juga berinteraksi dalam perdagangan, peperangan, hingga migrasi penduduk.
-
Jejak sejarah itu kini hidup dalam identitas empat kelompok etnis: Karo, Gayo, Alas, dan Kluet.
-
Kesamaan merga menunjukkan asal-usul yang pernah berada dalam satu komunitas besar sebelum budaya, agama, dan politik memisahkan identitas mereka.
-
Ketika Haru berkembang hingga menjadi suku Karo, wilayah pegunungan Aceh kemudian tumbuh menjadi masyarakat Gayo, Alas, dan Kluet di bawah pengaruh Pasai dan Aceh.
Sejarah ini tidak hanya memperlihatkan dinamika kekuasaan, tetapi juga menunjukkan betapa kaya dan beragam warisan budaya masyarakat Sumatera Utara.