Terites, Kuliner Tradisional Karo dengan Cita Rasa Unik dan Penuh Makna

Terites atau yang juga dikenal dengan sebutan pagit-pagit merupakan salah satu makanan khas masyarakat Karo yang terkenal dengan cita rasa khasnya yang kuat dan unik. Hidangan ini dibuat dari bahan utama berupa isi lambung (usus besar) lembu atau kerbau, yaitu rumput yang telah dikunyah dan dicerna sebagian oleh hewan tersebut namun belum menjadi kotoran.
Proses pembuatannya dimulai ketika hewan dipotong. Isi lambungnya dipisahkan dan disaring menggunakan kain tipis untuk mendapatkan air perasan rumput yang telah halus tersebut. Cairan inilah yang kemudian direbus selama 3 hingga 6 jam hingga menghasilkan kaldu gurih yang menjadi ciri khas terites. Beberapa orang menambahkan sedikit susu kental manis untuk mengurangi aroma tajam dari bahan dasarnya. Hasil akhirnya adalah kaldu berwarna hijau kecoklatan, berasal dari ekstrak rumput yang sudah dicerna oleh sapi.
Setelah kaldu siap, barulah bahan pelengkap seperti daging sapi, daging kerbau, kikil, atau tulang dimasukkan. Bumbu-bumbu khas Karo seperti serai, jahe, asam, rimbang, dan daun singkong turut menambah kekayaan rasa hidangan ini. Proses memasaknya pun masih dilakukan secara tradisional menggunakan kayu bakar, yang membuat cita rasanya semakin autentik.
Nama pagit-pagit sendiri berasal dari kata “pagit” yang berarti pahit dalam bahasa Karo. Jika tidak diolah dengan benar, rasa pahit dan bau menyengat bisa muncul, sehingga hanya orang yang benar-benar berpengalaman yang mampu menghasilkan terites dengan rasa lezat dan aroma yang pas.
Biasanya, terites disajikan pada acara-acara adat dan perayaan besar masyarakat Karo seperti pesta merdang merdem (pesta tahunan), pernikahan, syukuran rumah baru, serta perayaan Natal dan Tahun Baru. Dalam tradisi Karo, hidangan ini sering kali menjadi sajian pertama bagi tamu kehormatan atau orang yang dituakan.
Lebih dari sekadar makanan, terites juga memiliki makna budaya yang mendalam. Masyarakat Karo percaya bahwa terites dapat membantu mengatasi berbagai gangguan kesehatan seperti maag, masuk angin, dan menambah nafsu makan — meski hal ini lebih bersifat kepercayaan tradisional, bukan medis.
Melalui hidangan terites, masyarakat Karo menjaga warisan kuliner dan budaya mereka agar tetap hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi. Terites bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang identitas dan kebersamaan dalam setiap perayaan.