Drs. Ajangta Tarigan Sibero (Atar Sibero): Putra Karo Penjabat Gubernur Riau dan Birokrat Ulung Depdagri

Drs. Ajangta Tarigan Sibero, atau yang lebih dikenal dengan nama Atar Sibero, lahir di Kuala, Tiga Binanga, Tanah Karo, Sumatera Utara, pada 2 Mei 1931 dan wafat pada 11 Februari 1994. Ia dikenal sebagai seorang birokrat berpengaruh dan politisi dari Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) yang pernah duduk sebagai Anggota DPR RI periode 1992–1994.

Dalam perjalanan kariernya, Atar Sibero juga sempat dipercaya menjabat sebagai Penjabat Gubernur Riau pada 6 Agustus 1988 hingga 28 Desember 1988, menggantikan posisi Gubernur Imam Munandar yang wafat di tengah masa jabatan.

Peran dalam Pemerintahan dan Karier Birokrasi

Sepanjang masa pengabdiannya, Atar Sibero meniti karier di lingkungan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan menempati berbagai posisi penting. Ia pernah menjabat sebagai:

  • Kepala Bagian Keuangan Daerah Depdagri

  • Kepala Dinas Pembinaan Anggaran Daerah Depdagri

  • Kepala Direktorat Perekonomian dan Pembangunan Daerah Depdagri

  • Direktur Pembangunan Daerah Depdagri

Puncak kariernya dimulai ketika ia dipercaya sebagai Direktur Jenderal Pembangunan Daerah (Dirjen Bangda) pada 8 Januari 1981 hingga 29 Oktober 1986, sebelum kemudian diangkat menjadi Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) dari 29 Oktober 1986 hingga 9 Januari 1992.

Ketika menjabat Dirjen PUOD, Atar Sibero ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri Jenderal Rudini untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur Riau, usai meninggalnya Gubernur Imam Munandar pada 21 Juni 1988. Dalam masa transisi itu, Atar Sibero memimpin Riau selama empat bulan, hingga menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Letjen Soeripto pada 28 Desember 1988.

Anak Raja Urung dari Tanah Karo

Atar Sibero berasal dari keluarga terpandang di Tanah Karo. Ayahnya merupakan Raja Urung, jabatan tradisional setingkat camat pada masa kolonial Belanda. Sosok sang ayah dikenal bijak dan dihormati karena juga berperan sebagai semacam kepala pengadilan adat di daerahnya.

Namun, kehidupan Atar muda tidak selalu mudah. Ia kehilangan ayahnya pada usia 16 tahun ketika sang ayah gugur dalam masa revolusi fisik tahun 1947. Sang ibu, yang tidak bisa membaca dan menulis, membesarkan serta menyekolahkan anak-anaknya seorang diri dengan penuh keteguhan.

Dalam Majalah Mimbar Departemen Dalam Negeri edisi 1981, disebutkan bahwa sejak kecil Atar terbiasa menyaksikan ayahnya memimpin musyawarah kampung dan menyelesaikan sengketa masyarakat. Pengalaman masa kecil inilah yang menanamkan nilai-nilai kepemimpinan dan tanggung jawab sosial dalam dirinya.

Pendidikan dan Pengabdian

Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di berbagai kota, mulai dari Tanah Karo, Medan, Pematang Siantar, hingga Sidikalang. Setelah lulus dari Sekolah Darurat Republik, ia memutuskan merantau ke Pulau Jawa pada tahun 1951.

Atar melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Sospol) jurusan Pemerintahan. Ia berhasil meraih gelar sarjana pada tahun 1958 dengan prestasi akademik yang cemerlang, bahkan mendapatkan beasiswa semasa kuliah.

Selain pendidikan dalam negeri, Atar Sibero juga mengikuti berbagai pelatihan dan kursus di luar negeri, antara lain di Australia, Singapura, Kuala Lumpur, Filipina, Jerman, dan Jepang.

Dedikasi dalam Pembangunan Daerah

Sejak bergabung dengan Departemen Dalam Negeri pada tahun 1963 sebagai Kepala Bagian, karier Atar terus meningkat. Pada 1966, ia dipercaya menjadi Kepala Dinas Pembinaan Anggaran Depdagri, dan kemudian memegang sejumlah jabatan strategis lainnya hingga akhirnya menjabat Dirjen.

Sebagai pejabat tinggi Depdagri di era Kabinet Pembangunan IV dan V, Atar terlibat langsung dalam berbagai program nasional seperti Pembangunan Desa, Pasar Inpres, Sekolah Inpres, serta proyek infrastruktur jalan dan fasilitas umum di seluruh Indonesia.

Dalam salah satu wawancara dengan Majalah Mimbar Depdagri (1981), ia menekankan pentingnya keberlanjutan proyek pembangunan:

“Proyek tidak hanya dianggap selesai dengan pengguntingan pita. Setelah itu harus diamati, apakah benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.”

Karier Politik dan Akhir Hayat

Usai masa pengabdiannya di pemerintahan, Atar Sibero melanjutkan kiprahnya di dunia politik. Ia bergabung dengan Partai Golkar dan terpilih sebagai Anggota DPR RI Fraksi Karya Pembangunan untuk periode 1992–1994.

Namun, pengabdian panjangnya terhenti ketika Tuhan memanggilnya pulang pada 11 Februari 1994 dalam usia 62 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, Norma Sebayang, dan empat orang anak, serta warisan keteladanan, dedikasi, dan kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

Warisan dan Penghormatan

Meski masa jabatannya sebagai pejabat Gubernur Riau hanya berlangsung empat bulan, Atar Sibero dikenang sebagai sosok yang mampu menjaga stabilitas dan mengawal transisi pemerintahan dengan baik.

Sebagai putra Karo yang sukses di pemerintahan pusat, Atar menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda Sumatera Utara, khususnya dari Tanah Karo, bahwa dedikasi, kerja keras, dan pendidikan mampu membuka jalan menuju pengabdian yang luas bagi bangsa.