Evaluasi Pola Pikir: “Apa yang Pernah Dia Buat untuk Karo?”

Di tengah dinamika sosial masyarakat Karo, sering muncul penilaian terhadap pejabat yang berasal dari suku Karo dengan pertanyaan seperti:
“Apa yang pernah ia lakukan untuk orang Karo?”
“Apa kontribusinya untuk daerah Karo?”
Jika tidak ditemukan jejak kontribusi, sebagian masyarakat langsung merendahkan pejabat tersebut. Pola pikir ini lalu diperbandingkan dengan suku lain, terutama Toba, yang dianggap saling mendukung dalam jabatan dan pembangunan daerahnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “suku Toba banyak yang tampil di tingkat nasional karena saling mengangkat.”
Pertanyaannya: Apakah cara pandang seperti ini tepat?
Perlukah dievaluasi?
Setiap Etnis Memiliki Karakter dan Budaya Sosial Berbeda
Membandingkan pola pikir satu suku dengan suku lain tidak sepenuhnya adil.
Masyarakat Karo sejak dulu tidak menempatkan pejabat sebagai figur yang harus dielu-elukan. Karena sifat sosial ini, sering kali justru pejabat asal Karo lebih dihargai di luar daerahnya dibanding di tanah sendiri. Hal ini berbeda dengan masyarakat Toba yang memiliki tradisi penghormatan kuat terhadap tokoh dan pemimpin.
Kenapa Banyak Putra Toba Tampil di Tingkat Nasional?
Jika diperhatikan dari sejarah, pendidikan formal dan pendidikan misi keagamaan lebih dulu berkembang di wilayah Toba pada masa kolonial.
Ketika Indonesia memasuki masa kemerdekaan, orang Toba sudah lebih siap secara pendidikan, sehingga mudah mengisi posisi-posisi administratif dan pemerintahan. Ini bukan hanya soal solidaritas internal, tetapi juga soal akses pendidikan dan kesiapan SDM.
Masyarakat Karo Paling Sulit Dijajah
Dalam catatan kolonial, wilayah Karo termasuk daerah yang paling sulit dikuasai Belanda.
Alasannya jelas:
-
Belanda membuka perkebunan besar yang mengganggu tanah pertanian masyarakat lokal
-
Muncul perlawanan rakyat Karo, bahkan gudang-gudang tembakau Belanda berkali-kali dibakar
-
Wilayah dataran tinggi Karo hanya bisa dikuasai dalam waktu beberapa dekade
Karakternya jelas: keras, tidak mau tunduk, pejuang.
Faktor Politik: Era Soekarno dan Era Soeharto
Pada masa Presiden Soekarno, banyak putra Karo tampil di tingkat nasional.
Karena pengaruh Soekarno kuat di wilayah Karo, partai yang dekat dengan Soekarno, terutama PNI menang besar.
Namun ketika memasuki era Soeharto:
-
Di Karo, PNI (kemudian PDIP) tetap unggul
-
Soeharto tidak mengakomodasi daerah yang tidak berada dalam barisan politiknya
Akibatnya, putra Karo banyak ditempatkan di pinggir kekuasaan selama era orde baru.
Militansi Rakyat Karo Sudah Dibayar dengan Pengorbanan
Jika ingin bukti nyata militansi suku Karo, cukup datang ke Taman Makam Pahlawan Kabanjahe.
Di sana dimakamkan:
-
Pejuang yang gugur dalam perang,
-
Pemegang tanda jasa Bintang Gerilya,
-
Dan tokoh perjuangan melawan penjajah.
Sejarah panjang inilah yang membentuk karakter “Karo itu pemain tunggal” mandiri, keras kepala, percaya pada kerja sendiri, bukan bergantung pada jaringan politik.
Apakah KKN Masih Relevan Hari Ini?
Zaman berubah.
Seleksi jabatan dan rekrutmen ASN kini makin digital dan terukur.
Anak pejabat eselon sekalipun belum tentu lulus seleksi di tempat orang tuanya bekerja. Sistem semakin transparan, dan ruang “diatur-atur” semakin sempit.
Artinya:
✅ Yang dibutuhkan sekarang adalah kemampuan, prestasi, integritas, dan kepribadian.
✅ Bukan asal punya koneksi.
Kalau Ingin Maju, Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat Karo?
✅ Stop perjudian dan peredaran narkoba di daerah Karo
✅ Pemerintah daerah harus kreatif, efektif, transparan dalam mengelola APBD/APBN
✅ Pilkada harus bersih—selama politik uang masih jadi tradisi, pemimpin berintegritas sulit muncul
✅ Tingkatkan pendidikan, skill, dan daya saing generasi muda
Karena sejatinya, masyarakat Karo punya karakter kuat:
-
Ulet
-
Pekerja keras
-
Mandiri
-
Banyak yang mampu membuka lapangan kerja bahkan dari desa
Bukan rahasia bahwa banyak keluarga Karo mampu membayar pekerja dengan upah harian Rp 100 ribu dari hasil kerja sendiri—itu bukti kemandirian ekonomi yang besar.
Orang Karo bukan kurang hebat.
Justru hebat, ulet, keras bekerja, dan berani.
Hanya saja, sejarah perlawanan, kultur mandiri, dan situasi politik masa lalu ikut membentuk pola sosial yang berbeda dengan suku lain. Karena zaman sudah berubah, kini saatnya pola pikir ikut berubah:
✅ Tidak cukup menunggu “putra daerah membantu daerah”
✅ Tapi setiap individu harus meningkatkan kemampuan untuk merebut peluang
Karo akan maju bukan karena meminta bantuan, tetapi karena bekerja keras dan meningkatkan kualitas diri.
Notes : Widya Andriani Depari
Editor : William A Sinuraya