House Society: Konsep “Rumah Tak Terlihat” dalam Budaya Karo dan Perspektif Antropologi Modern

Saat mendengar kata rumah, kebanyakan orang akan langsung membayangkan sebuah bangunan fisik seperti berdinding, beratap, memiliki pintu, ruang tamu, kamar tidur, dan tempat berkumpul keluarga. Namun dalam dunia antropologi, terutama dalam kajian struktural yang dipelopori Claude Lévi-Strauss, konsep rumah jauh melampaui batas material itu.

Rumah bukan sekadar struktur fisik tetapi sebuah identitas sosial yang mengikat, membentuk ikatan, aturan, status, rasa kepemilikan, dan solidaritas antargenerasi.

Konsep inilah yang dikenal sebagai House Society.

Dan menariknya, konsep ini hidup sangat kuat dalam berbagai budaya dunia, termasuk budaya Karo di Sumatera Utara.

Apa Itu House Society?

House Society (atau Societé à Maison dalam istilah Prancis Lévi-Strauss) adalah bentuk masyarakat di mana kelompok sosial utama dibangun berdasarkan konsep rumah, bukan berdasarkan:

  • merga,

  • kelas sosial,

  • garis keturunan tubuh (biologis), atau

  • wilayah administratif.

Rumah dalam konsep ini menjadi:

  • identitas sosial

  • instrumen pewarisan tradisi dan status

  • pusat relasi kekerabatan

  • simbol eksistensi budaya

Dengan kata lain:

Rumah bukan sekadar tempat tinggal — tetapi institusi sosial, simbol budaya, dan fondasi identitas.

Contoh Konkret: Het Huis van Oranje

Penjelasan sederhana muncul melalui contoh yang digunakan dalam artikel sumber:

Het Huis van Oranje di Belanda.

Meski disebut House, sebetulnya tidak ada bangunan fisik yang bernama rumah ini. Ia adalah konsep politik-kultural, simbol:

  • sejarah kerajaan Belanda,

  • kebanggaan nasional,

  • dan identitas kolektif masyarakatnya.

Saat perang, ketika Piala Dunia, atau momen nasional penting lain — konsep ini hidup, membangkitkan rasa persatuan yang kuat.

Rumah itu tidak terlihat, tapi dirasakan.

Konsep Serupa dalam Budaya Karo

Budaya Karo memiliki konsep rumah yang berfungsi bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai institusi sosial pembentuk identitas, aturan, dan hubungan antarmanusia.

Beberapa representasinya muncul dalam kisah tradisi lisan seperti:

  • Rumah Sipitu Ruang

  • Rumah Tualang di Liang Melas Gugung

  • Rumah Umang (orang bunian)

Keunikan dalam narasi Karo adalah rumah kadang tidak terlihat secara fisik, tetapi hadir sebagai entitas sosial yang tetap diakui keberadaannya.

Contohnya dalam kisah Rumah Sipitu Ruang:

Orang mendengar suara pembangunan rumah, namun bangunannya tidak terlihat hingga prosesnya selesai.

Begitu pula pada kisah Rumah Tualang:

Rumah tidak dapat dilihat dari jauh, tetapi baru muncul ketika seseorang tiba di lokasi ritual.

Kisah-kisah ini bukan sekadar legenda, tetapi allegori antropologis tentang bagaimana rumah dipahami dalam budaya Karo:

Rumah adalah ide yang mengikat, bukan hanya bangunan.

Rumah sebagai Penentu Relasi Sosial

Dalam masyarakat Karo, hubungan antarindividu tidak hanya ditentukan oleh garis marga (merga), tetapi juga oleh posisi dalam struktur rumah adat, seperti:

  • Sembuyak

  • Senina

  • Kalimbubu

  • Anak Beru

Rumah menentukan:

  • siapa yang memimpin upacara,

  • siapa yang berhak memberi restu,

  • siapa yang bertugas dalam pernikahan dan kematian,

  • siapa yang wajib memberi balasan (ulang-ulang atau perbahanen).

Dengan demikian, rumah sebagai konsep:

Fungsi Keterangan
Identitas Menentukan siapa kamu dalam struktur adat
Legitimasi sosial Menentukan hak suara, ritual, dan posisi dalam musyawarah
Kontinuitas budaya Tradisi diwariskan melalui rumah, bukan sekadar keturunan
Ikatan emosional Membangun kebersamaan, rasa memiliki, dan solidaritas

Rumah yang tidak terlihat ini membentuk tatanan sosial yang mengatur kehidupan masyarakat Karo.

Mengapa Konsep Ini Penting di Era Modern?

Pada masa sekarang, terutama di era digital dan globalisasi budaya, batas identitas menjadi semakin kabur. Banyak orang hidup jauh dari kampung halaman, bekerja di kota atau negara lain, bahkan tidak lagi memiliki rumah fisik diwariskan keluarga.

Namun, identitas “rumah sebagai konsep’’ tetap hidup, misalnya melalui:

  • nama merga,

  • struktur adat dalam pernikahan,

  • acara ritual kematian,

  • komunitas diaspora Karo.

Saat seseorang bertemu orang Karo lain di luar negeri dan berkata:

"Kita kalimbubu."
atau
"Aku senina-ndu."

Itu bukan sekadar sapaan, itu adalah aktivasi House Society.

Rumah tetap ada, meski kita jauh darinya.

Apa Pelajaran yang Bisa Dipetik?

Konsep House Society mengajarkan bahwa:

1. Identitas tidak selalu materi

Rumah dapat runtuh, terbakar, hilang tapi nilai dan relasi yang dikandungnya tetap diwariskan.

2. Kekerabatan adalah konstruksi sosial

Bukan hanya DNA yang menyatukan manusia, tetapi juga norma, tradisi, dan memori kolektif.

3. Budaya hidup melalui ide

Selama konsep rumah tetap dipercaya dan dijalankan, budaya tetap hidup  meski fisik bangunannya tidak ada.

4. Modernitas dan tradisi bisa berjalan bersama

Konsep House Society relevan dalam sistem sosial digital, seperti:

  • komunitas NFT,

  • metaverse identity,

  • digital clan / online tribe.

Karena pada dasarnya, manusia selalu mencari "rumah" fisik atau tidak.

Rumah yang Menyatukan Identitas

House Society adalah perspektif antropologi yang membuka cara pandang baru tentang makna rumah. Bukan bangunan, tetapi institusi sosial yang menentukan cara manusia hidup, berhubungan, dan melihat diri dalam sejarah kolektif.

Dalam budaya Karo dan budaya lain di dunia konsep ini masih hidup dan terus membentuk jati diri masyarakat.

Rumah mungkin tidak terlihat, tetapi ia ada.

Ia hadir dalam bahasa, dalam adat, dalam ingatan, dalam hubungan  dan dalam identitas kita sebagai bagian dari satu rumah, meski dunia terus berubah.