Semeru Meletus Lagi! Sejarah Kelam 709 Korban Tewas Kembali Jadi Peringatan

Gunung Semeru kembali menjadi headline nasional setelah kembali erupsi pada Rabu, 19 November 2025. Gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut memuntahkan awan panas sejauh 5,5 kilometer, memaksa ribuan warga di Lumajang dan sekitarnya melakukan evakuasi cepat menuju zona aman.

Meski kondisi saat ini sedang ditangani oleh pihak berwenang, catatan sejarah mencatat bahwa Semeru bukanlah gunung berapi biasa. Aktivitas vulkaniknya bersifat agresif dan tak terduga—dan sejarah menunjukkan bahwa Semeru pernah menciptakan salah satu bencana vulkanik terbesar pada tahun 1909.

Artikel ini mengulas kembali tragedi besar tersebut sebagai pengingat bahwa mitigasi bencana bukan pilihan, melainkan kewajiban demi keselamatan masyarakat.

Letusan Besar 1909: Saat Semeru Mengubah Lanskap dan Kehidupan

Sejarah mencatat letusan paling mematikan Semeru terjadi pada 29–30 Agustus 1909, namun tanda-tandanya telah difoto sejak Juni 1909, berupa:

  • Asap pekat di kawah

  • Gempa vulkanik berulang

  • Aktivitas erupsi kecil

Sebagian warga kala itu menganggapnya fenomena biasa, sehingga tidak ada tindakan mitigasi atau evakuasi.

Hingga akhirnya, letusan dahsyat terjadi, dan semuanya berubah dalam hitungan jam.

Dampak Letusan 1909 Menurut Arsip Kolonial

Beberapa surat kabar Hindia Belanda mencatat skala kehancuran yang sangat besar. Berikut rangkuman temuan historisnya:

Dampak Catatan
Korban jiwa 709 orang tewas atau hilang
Kerusakan rumah Ribuan rumah hancur
Pertanian Perkebunan tebu & tembakau hancur total
Sawah 1.000 hektare tertimbun material vulkanik, 8.000 hektare tanpa irigasi
Infra & Logistik Jalan utama rusak, sumber pangan rusak
Lahar & Material Vulkanik Mengalir seperti tsunami mengikuti sungai

Deskripsi koran De Locomotief (6 September 1909) menggambarkan aliran lahar sebagai:

“Menghancurkan semuanya seperti tsunami tiba-tiba.”

Penyebab Rusaknya Area Lebih Parah

Pemerintah kolonial menyimpulkan bahwa:

  • Dinding kawah tidak mampu menahan tekanan magma dan lahar.

  • Volume aliran besar menyebabkan limpasan eksplosif.

  • Aliran mengikuti sungai dengan kecepatan tinggi, tanpa peringatan.

Itulah alasan mengapa banyak korban tidak sempat melarikan diri.

Solidaritas Masyarakat: Bantuan Mengalir dari Berbagai Kota

Sebagai respons, masyarakat di Batavia, Surabaya, Semarang, hingga Medan menggalang dana kemanusiaan. Bantuan berupa:

  • Beras

  • Obat-obatan

  • Uang (sekitar 2.000 gulden)

  • Logistik darurat

Salah satu donasi besar datang dari pengusaha Tionghoa, Liem Liang Bu, yang mengirimkan dua gerobak beras langsung ke Lumajang.

Namun, meski bantuan datang, pemulihan tidak cepat. Butuh enam bulan hingga kehidupan kembali normal. Semua ini dapat menyelamatkan ribuan nyawa ketika gunung kembali menunjukkan aktivitas ekstrem.

Letusan Gunung Semeru 2025 bukan hanya fenomena alam biasa—ini peringatan keras bahwa Indonesia harus semakin siap menghadapi bencana geologi. Tragedi masa lalu seperti tahun 1909 mengajarkan bahwa tanpa mitigasi, sebuah letusan dapat berubah menjadi tragedi massal.

Semeru akan terus hidup dan bernapas—dan masyarakat harus selalu siaga, bukan panik.